ZOOM DKC KAMIS, 13 MARET 2025 PUKUL 19:00 WIB: LITURGI KATOLIK ADALAH WARISAN DARI PARA RASUL | DIBAWAKAN RD. ANTONIUS DENNY FIRMANTO
Pengantar
Relasi antara doa liturgi dan iman dalam tradisi Katolik, dengan menegaskan prinsip lex orandi, lex credendi – bahwa cara Gereja berdoa mencerminkan dan membentuk kepercayaannya. Beberapa poin utama dari dokumen ini mencakup:
- Prinsip Lex Orandi, Lex Credendi: Prinsip ini berasal dari Prosper dari Aquitaine yang menyatakan bahwa aturan iman ditentukan oleh aturan doa, menegaskan bahwa liturgi Gereja mencerminkan keyakinan teologisnya.
- Liturgi sebagai Locus Theologicus: Liturgi diakui sebagai sumber utama teologi karena dalam doa, simbol, dan ritusnya, iman Gereja dinyatakan dan dihidupi.
- Kristologi dalam Doa Ekaristi: Doa-doa Ekaristi dalam ritus Romawi menonjolkan Kristologi yang bersifat anamnetik (mengenang karya keselamatan Kristus), epikletik (memohon Roh Kudus), dan eskatologis (mengarah pada pemenuhan di masa depan).
- Dimensi Ecclesial dan Missioner: Doa Ekaristi menegaskan peran Gereja sebagai komunitas yang dipersatukan oleh Kristus dan dipanggil untuk bersaksi dalam dunia.
Liturgi Katolik adalah Warisan dari Para Rasul: Dari Perjamuan Terakhir hingga Doa Syukur Agung I (Kanon Romawi)
- Perjamuan Terakhir: Dasar Sakramental Ekaristi
Perayaan Ekaristi dalam tradisi Katolik berakar langsung pada Perjamuan Terakhir yang dirayakan oleh Yesus bersama para murid-Nya (Matius 26:26-29; Markus 14:22-25; Lukas 22:19-20; 1 Korintus 11:23-26). Dalam peristiwa tersebut, Kristus:
- Mengambil roti dan anggur.
- Memberikan kepada para murid-Nya dengan sabda: “Inilah Tubuh-Ku… Inilah Darah-Ku.”
- Memerintahkan mereka untuk “melakukan ini sebagai kenangan akan Aku.”
Tindakan ini bukan hanya simbolis, tetapi merangkum tindakan sakramental, yang dihayati oleh Gereja sebagai kurban baru dan kekal.
- Praktik Liturgi dalam Gereja Perdana (Abad ke-1 hingga ke-3)
Berdasarkan Didache (“Berterima kasihlah setelah makan dengan kata-kata: ‘Kami berterima kasih kepada-Mu, Bapa yang Kudus, atas nama Putra-Mu yang Kudus dan atas hidup dan pengetahuan yang telah Engkau beritakan kepada kami melalui Yesus, hamba-Mu.’”), Tradisi Apostolik Hippolytus (“Roh Kudus hendaklah turun ke atas persembahan ini agar roti menjadi Tubuh Kristus dan anggur menjadi Darah-Nya.”), dan Surat-Surat Ignatius dari Antiokhia (“Berusahalah untuk berpartisipasi dalam satu Ekaristi; karena hanya ada satu daging Tuhan kita Yesus Kristus dan satu piala untuk mempersatukan kita dalam darah-Nya.”), praktik Ekaristi dalam
Gereja Perdana memiliki struktur sebagai berikut:
- Liturgi Sabda: Pembacaan Kitab Suci dan pengajaran.
- Liturgi Ekaristi: Ucapan syukur (eucharistein), pemecahan roti, dan distribusi kepada umat.
- Verba Institutionis: Penyampaian kalimat institusi yang merujuk pada Perjamuan Terakhir.
- Doa Syafaat dan Doksologi: Permohonan untuk Gereja dan penegasan kemuliaan Allah.
Tradisi ini mencerminkan kesinambungan langsung dengan tindakan Kristus dan penerusan ajaran para Rasul.
- Perkembangan Doa Syukur Agung di Gereja Timur dan Barat (Abad ke-3 hingga ke-4)
Dalam Tradisi Apostolik Hippolytus (ca. 215 M), ditemukan Struktur Awal Doa Syukur Agung, mencakup:
- Prefasi (ucapan syukur kepada Allah).
- Sanctus (“Kudus, kudus, kudus”).
- Epiklesis (permohonan Roh Kudus).
- Kalimat Institusi.
- Anamnesis (kenangan akan misteri Kristus).
- Doa Syafaat dan Doksologi.
Tradisi ini memperlihatkan kontinuitas teologis dari liturgi awal, yang terus diadaptasi dalam komunitas Kristen.
- Konsolidasi Liturgi Roma dan Lahirnya Kanon Romawi (Abad ke-4 hingga ke-6)
Kanon Romawi (Doa Syukur Agung I) mulai terbentuk pada abad ke-4, dengan pengaruh kuat dari tradisi Afrika dan Asia Kecil.
Elemen-elemen utama seperti:
- Te Igitur (doa bagi Gereja dan Paus).
- Memento (doa bagi orang hidup dan mati).
- Communicantes (penyebutan nama para santo dan martir).
- Hanc Igitur (doa permohonan penerimaan persembahan).
- Kalimat Institusi (dari tradisi apostolik).
- Anamnesis, Epiklesis implisit, dan Doa Syafaat.
- Doksologi penutup.
Paus Gregorius Agung (†604 M) berperan penting dalam menyempurnakan dan menstabilkan teks Kanon Romawi, memastikan kesetiaan terhadap tradisi Gereja awal.
- Hubungan Kanon Romawi dengan Ritus-Ritus Gereja Awali
- Pengaruh Tradisi Yerusalem dan Liturgi St. Yakobus:
- Tradisi Yerusalem dan Liturgi St. Yakobus memberikan dasar bagi pemahaman anamnesis dan epiklesis dalam liturgi awal, yang kemudian juga diadaptasi dalam Kanon Romawi.
- Penggunaan Sanctus dalam Kanon Romawi memiliki kemiripan dengan bentuk yang ada dalam Liturgi Yakobus, mencerminkan warisan liturgis awal yang bersifat universal.
- Doa-doa syafaat yang muncul dalam Memento di Kanon Romawi mencerminkan tradisi doa untuk orang hidup dan mati yang kuat dalam ritus Yerusalem.
- Unsur syafaat bagi Gereja universal yang terlihat dalam Communicantes dan Memento di Kanon Romawi juga terinspirasi dari formulasi yang ada dalam ritus Yerusalem.
- Pengaruh Ritus Antiokhia:
- Struktur liturgi yang lebih teratur, termasuk pembacaan Kitab Suci dan doa syukur, berasal dari pengaruh Antiokhia.
- Penggunaan doa syafaat dan penekanan pada kurban Kristus di Kanon Romawi juga mencerminkan teologi Ekaristi dari Antiokhia.
-
Pengaruh Ritus Alexandria:
Tradisi doa syukur panjang yang mencakup sejarah keselamatan, sebagaimana terdapat dalam Liturgi St. Markus, memberikan inspirasi terhadap bagian awal Kanon Romawi, terutama dalam bagian Prefasi. -
Pengaruh Ritus Konstantinopel:
Meskipun ritus Bizantin berkembang kemudian, penekanan pada aspek teologis dan mistik dalam epiklesis memberikan pengaruh pada refleksi teologis dalam Kanon Romawi, meskipun epiklesis di Roma lebih implisit. - Pengaruh Didascalia Apostolorum:
- Didascalia Apostolorum, yang berasal dari abad ke-3 di wilayah Antiokhia, merupakan teks yang memberikan panduan praktis bagi kehidupan liturgis dan pastoral komunitas Kristen awal. Teks ini mencakup instruksi tentang pembacaan Kitab Suci, doa syafaat, dan partisipasi umat dalam persembahan Ekaristi.
- Fungsi liturgis Didascalia menegaskan pentingnya doa syafaat bagi umat, baik yang hidup maupun yang mati, serta menekankan peran uskup sebagai pemimpin utama dalam perayaan Ekaristi. Aspek-aspek ini kemudian diadaptasi dalam Memento dan Te Igitur dalam Kanon Romawi.
- Didascalia juga menegaskan pemahaman tentang Ekaristi sebagai kurban rohani, yang tercermin dalam doa Hanc Igitur di Kanon Romawi.
- Warisan Apostolik dalam Liturgi Katolik
-
Berdasarkan studi liturgis modern (The Origins of the Eucharistic Prayer, The Strasbourg Papyrus, The Roman Canon of the Mass), terdapat konsensus bahwa struktur utama Kanon Romawi berakar dalam praktik liturgi apostolik.
- Meskipun ada perkembangan dan penyesuaian teks, inti dari perayaan Ekaristi tetap tidak berubah, yaitu:
- Pengenangan (Anamnesis) akan misteri Kristus.
- Pemanggilan Roh Kudus (Epiklesis) untuk menguduskan persembahan.
- Pengakuan iman dalam Kalimat Institusi.
- Dengan demikian, Liturgi Katolik, khususnya Kanon Romawi, adalah warisan nyata dari para Rasul, yang dihidupi dan diwariskan oleh Gereja sepanjang zaman.
Kesimpulan
Liturgi Katolik bukan hasil konstruksi teologis abad pertengahan, melainkan buah dari tradisi apostolik yang berakar pada tindakan Kristus dalam Perjamuan Terakhir.