LIVE DKC [87-2025] SELASA, 15 JULI 2025 PUKUL 19:00 WIB: PERCERAIAN TAKDIR TUHAN!!! @EsraAlfredSoru
Merespon Video Pdt. Esra Soru ”Perceraian Ditentukan Tuhan?”
https://youtu.be/OVd5G9fS_Mw?si=kjH4EFGpPteAPhT5
Ringkasan Video:
1. [00:03] Pengantar Pertanyaan: Pembicara membahas pertanyaan: “Apakah perceraian juga ditentukan oleh Tuhan? Bukankah Tuhan membenci perceraian? Karena sebagian orang menolak takdir di tangan Tuhan karena perceraian.”
2. [00:30] Doktrin Pemeliharaan Tuhan: Pembicara memperkenalkan doktrin pemeliharaan Tuhan, yang mengajarkan bahwa segala sesuatu yang terjadi di Bumi terjadi sesuai dengan ketetapan Tuhan. Contoh yang diberikan termasuk hujan, kilat, dan salju [00:53].
3. Contoh Alkitab tentang Kedaulatan Tuhan:
[01:15] Burung Pipit dan Rambut: Pembicara merujuk pada Matius, yang menyatakan bahwa bahkan seekor burung pipit pun tidak jatuh ke tanah di luar kehendak Tuhan, dan bahkan rambut di kepala seseorang pun dihitung. Ini menekankan kendali Tuhan yang cermat atas segala sesuatu.
[02:57] Kehendak Tuhan di Surga dan di Bumi: Mazmur 115:3 dikutip, yang menyatakan bahwa “Allah kita di sorga; Ia melakukan apa yang dikehendaki-Nya.”
[03:19] Rencana Manusia vs. Keputusan Tuhan: Amsal 19:21 disebutkan: “Banyaklah rancangan di hati manusia, tetapi keputusan Tuhanlah yang terlaksana.”
[03:35] Perkataan dan Langkah dari Tuhan: Amsal 16:1 dan 16:9 dikutip, yang menunjukkan bahwa jawaban lidah dan arah langkah seseorang berasal dari Tuhan, bahkan ketika manusia merenungkan jalannya.
[04:37] Nasib Baik dan Buruk: Pengkhotbah 7:14 digunakan untuk menjelaskan bahwa hari baik dan hari buruk dibuat oleh Tuhan. Yesaya 45:6-7 juga dikutip, yang menyatakan bahwa Tuhan menciptakan terang dan gelap, kemakmuran dan bencana.
[05:32] Bencana dan Malapetaka: Ratapan 3:37-38 dan Amos 3:6 dirujuk untuk menunjukkan bahwa tidak ada, termasuk bencana, yang terjadi tanpa perintah atau keterlibatan Tuhan.
4. [06:19] Paradoks Tuhan Membenci Dosa Namun Menahbiskannya: Dilema inti disajikan: Bagaimana Tuhan bisa membenci perceraian tetapi juga menahbiskannya? Pembicara mengakui ini adalah perjuangan teologis yang kompleks [06:36].
5. Contoh Alkitab tentang Tuhan Menahbiskan Tindakan Berdosa:
[07:16] Hukuman Daud: Pembicara menjelaskan 2 Samuel 12:11-12, di mana Tuhan menyatakan bahwa Dia akan mengambil istri-istri Daud dan memberikannya kepada orang lain di depan umum sebagai hukuman atas dosa Daud dengan Batsyeba dan Uria. Ini digenapi oleh Absalom [08:20], yang melakukan tindakan berdosa (inses) yang telah Tuhan tetapkan sebagai hukuman.
[09:47] Perlunya Pencobaan: Matius 18:7 dan Lukas 17:1 dikutip, yang menyatakan bahwa “penyesatan-penyesatan harus datang,” yang menyiratkan penahbisan Tuhan, namun “celakalah orang yang menyebabkannya.”
[11:20] Pengkhianatan Yudas: Lukas 22:22 digunakan untuk mengilustrasikan bahwa kematian Yesus “telah ditetapkan,” yang berarti pengkhianatan Yudas ditahbiskan oleh Tuhan, namun “celakalah orang yang olehnya Ia diserahkan.”
6. [12:14] Tanggung Jawab Manusia dan Kehendak Bebas: Pembicara membahas ketidakadilan yang tampak dari Tuhan yang menahbiskan dosa sambil meminta pertanggungjawaban manusia. Penjelasannya adalah bahwa penahbisan Tuhan tidak menghilangkan kehendak bebas manusia [12:23]. Manusia masih membuat pilihan berdasarkan keinginan mereka sendiri, bahkan jika pilihan itu sejalan dengan rencana Tuhan yang telah ditentukan sebelumnya.
7. [15:52] Penerapan pada Perceraian: Pembicara menyimpulkan dengan menerapkan prinsip-prinsip ini pada perceraian:
- Tuhan membenci perceraian [15:59].
- Tuhan menahbiskan pernikahan [16:04].
- Jika terjadi perceraian, itu ada dalam penahbisan Tuhan, tetapi individu tersebut tetap bertanggung jawab karena mereka memilih untuk bercerai karena kehendak bebas mereka sendiri, bukan karena Tuhan memaksa mereka [16:09].
- “Bagaimana” tepatnya Tuhan menahbiskan apa yang Dia benci tetap menjadi misteri [16:33].
8. [16:49] Informasi tentang Yayasan Karya Bakti Esra Soru (K-BES): Video diakhiri dengan iklan Yayasan Karya Bakti Esra Soru, sebuah yayasan yang didirikan oleh Pendeta Esra Alfred Soru, yang berfokus pada penginjilan, pengajaran alkitabiah, dan pelayanan Kristen holistik. Ini menguraikan visi, misi, kegiatan yayasan, dan cara mendukung pekerjaan mereka.
Menyingkap Kekeliruan: Perceraian Bukan ‘Takdir Tuhan’ dalam Terang Iman Katolik
Video berjudul PDT. Esra Soru: Perceraian Ditentukan Tuhan? menyampaikan pandangan bahwa perceraian, meskipun dibenci Tuhan, terjadi dalam penahbisan ilahi berdasarkan doktrin pemeliharaan Tuhan, dengan merujuk ayat-ayat seperti Amsal 19:21, Mazmur 115:3, dan Matius 10:29-31. Argumen ini berusaha menjelaskan paradoks teologis antara kedaulatan Tuhan dan tanggung jawab manusia, namun jatuh ke dalam kekeliruan teologis ketika diuji dalam kerangka ajaran Katolik.
Gereja Katolik menegaskan pernikahan sebagai sakramen yang tak tercerabut, dan gagasan bahwa perceraian adalah “takdir Tuhan” bertentangan dengan doktrin tentang sakralitas pernikahan dan kehendak bebas. Tanggapan ini akan membongkar kekeliruan dalam video tersebut secara sistematis, dengan menggunakan sumber-sumber kredibel seperti Kitab Suci, ajaran Bapa-Bapa Gereja, dokumen konsili, dokumen resmi Gereja Katolik, dan jurnal akademis terpercaya.
1. Sakralitas Pernikahan dalam Ajaran Katolik
Gereja Katolik memandang pernikahan sebagai sakramen yang didirikan oleh Kristus, mencerminkan kesatuan tak terpisahkan antara Kristus dan Gereja-Nya. Katekismus Gereja Katolik (KGK) menegaskan:
“Perjanjian perkawinan, yang dengannya seorang pria dan seorang wanita membentuk satu kesatuan hidup, oleh kodratnya diarahkan pada kebaikan pasangan serta kelahiran dan pendidikan anak-anak; perjanjian ini, antara orang-orang yang dibaptis, telah ditingkatkan oleh Kristus Tuhan menjadi sakramen.” (KGK 1601)
Ajaran ini berakar pada Kitab Suci, khususnya Matius 19:4-6:
“Tidakkah kamu baca, bahwa Ia yang menciptakan manusia sejak semula menjadikan mereka laki-laki dan perempuan? … Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.” (Matius 19:4-6)
Santo Paulus memperkuat ajaran ini dalam 1 Korintus 7:10-11:
“Kepada orang-orang yang telah kawin aku, bukan aku, tetapi Tuhan memerintahkan, bahwa seorang isteri tidak boleh menceraikan suaminya… dan seorang suami tidak boleh menceraikan istrinya.” (1 Korintus 7:10-11).
Bapa Gereja seperti Santo Agustinus menegaskan ketakterputusan pernikahan. Dalam De Bono Coniugali, ia menulis:
“Pernikahan yang sah tidak dapat diputuskan kecuali oleh kematian salah satu pihak, karena ini adalah tanda kesatuan Kristus dengan Gereja-Nya.” (Agustinus, De Bono Coniugali, 7.7, Patrologia Latina, Vol. 40, kol. 375-376).
Dokumen apostolik Amoris Laetitia (2016) oleh Paus Fransiskus menegaskan kembali bahwa perceraian bertentangan dengan kehendak Tuhan, meskipun Gereja menawarkan pendampingan pastoral bagi mereka yang mengalami kegagalan pernikahan:
“Perceraian adalah kejahatan yang serius… karena ikatan perkawinan adalah tanda kasih Allah yang tak terputus.” (Amoris Laetitia, 246)
2. Kekeliruan Doktrin Pemeliharaan Tuhan dalam Video
Video tersebut mengutip ayat-ayat seperti Amsal 19:21 (“Banyaklah rancangan di hati manusia, tetapi keputusan Tuhanlah yang terlaksana”) dan Mazmur 115:3 (“Allah kita di sorga; Ia melakukan apa yang dikehendaki-Nya”) untuk menyatakan bahwa perceraian terjadi dalam penahbisan Tuhan. Interpretasi ini keliru karena menyamakan kedaulatan Tuhan dengan penyebab langsung tindakan berdosa, termasuk perceraian.
Dalam teologi Katolik, kedaulatan Tuhan tidak menghapus kehendak bebas manusia. Santo Tomas Aquinas dalam Summa Theologiae menjelaskan:
“Allah adalah penyebab pertama segala sesuatu, tetapi Ia tidak memaksa ciptaan-Nya untuk bertindak melawan kehendak bebas mereka. Kehendak bebas adalah karunia ilahi yang memungkinkan manusia memilih kebaikan atau kejahatan.” (Summa Theologiae, I-II, Q. 6, A. 8)
Dokumen Konsili Vatikan II, Gaudium et Spes, menegaskan:
“Manusia, yang diciptakan menurut gambar Allah, memiliki kebebasan untuk menentukan nasibnya sendiri di bawah bimbingan hati nuraninya dan dalam tanggung jawabnya atas tindakan-tindakannya.” (Gaudium et Spes, 17)
Jurnal akademis Theological Studies menjelaskan bahwa teologi Katolik membedakan antara kehendak permisif Tuhan (mengizinkan dosa karena menghormati kehendak bebas) dan kehendak aktif Tuhan (yang selalu mengarah pada kebaikan moral). Video tersebut gagal membuat distinsi ini, sehingga menyimpulkan bahwa perceraian adalah “takdir Tuhan,” sebuah klaim yang melemahkan sakralitas pernikahan dan menyesatkan secara teologis.
3. Paradoks Teologis yang Disalahartikan
Video menyajikan paradoks bahwa Tuhan membenci perceraian, sebagaimana dinyatakan dalam Maleakhi 2:16 (“Aku membenci perceraian, firman Tuhan, Allah Israel”), tetapi perceraian terjadi dalam penahbisan-Nya, dan mengklaim bahwa “bagaimana Tuhan menahbiskan apa yang Dia benci tetap menjadi misteri”. Dalam teologi Katolik, dosa seperti perceraian adalah akibat penyalahgunaan kehendak bebas, bukan kehendak Tuhan.
Katekismus Gereja Katolik menegaskan:
“Dosa adalah pelanggaran terhadap akal, kebenaran, dan hati nurani yang benar… Dosa bertentangan dengan kehendak Allah.” (KGK 1849)
Santo Yohanes Krisostomus menjelaskan:
“Allah tidak menyebabkan dosa, tetapi Ia mengizinkan manusia untuk memilih, agar kasih mereka kepada-Nya adalah tindakan kehendak bebas, bukan paksaan.” (Homilia in Epistulam ad Romanos, 16, Patrologia Graeca, Vol. 60, kol. 555)
Contoh-contoh dalam video, seperti hukuman Daud (2 Samuel 12:11-12) dan pengkhianatan Yudas (Lukas 22:22), menunjukkan bahwa Tuhan dapat menggunakan tindakan berdosa untuk tujuan ilahi-Nya, tetapi ini adalah bagian dari kehendak permisif, bukan kehendak aktif. Artikel dalam New Blackfriars menegaskan:
“Tuhan mengizinkan dosa untuk menjaga kehendak bebas, tetapi tidak pernah menghendaki dosa secara moral.” (New Blackfriars, Vol. 102, No. 1100, 2021, hlm. 456)
Mengklaim perceraian sebagai “penahbisan Tuhan” adalah penyimpangan teologis yang mengaburkan tanggung jawab manusia dan kontradiktif dengan ajaran Kitab Suci.
4. Tanggung Jawab Manusia dan Kehendak Bebas
Video berargumen bahwa manusia tetap bertanggung jawab atas perceraian karena mereka memilihnya dengan kehendak bebas. Namun, argumen ini tidak selaras dengan ajaran Katolik tentang pernikahan sebagai ikatan sakramental yang tak tercerabut. Dalam Familiaris Consortio, Paus Yohanes Paulus II menegaskan:
“Perceraian adalah pelanggaran serius terhadap hukum moral… karena pernikahan yang sah adalah tanda dan jaminan kasih ilahi yang tak terputus.” (Familiaris Consortio, 20)
Menurut Kodeks Hukum Kanonik (1983), pernikahan yang sah hanya dapat dinyatakan tidak sah melalui proses deklarasi nulitas, bukan diputuskan melalui perceraian:
“Perjanjian perkawinan, yang dengannya seorang pria dan seorang wanita membentuk persekutuan seumur hidup, memiliki tujuan kebaikan pasangan dan kelahiran serta pendidikan anak-anak.” (Kanon 1055 §1)
Menyatakan bahwa perceraian adalah bagian dari “penahbisan Tuhan” bertentangan dengan doktrin Katolik bahwa pernikahan adalah institusi ilahi yang tidak dapat diakhiri oleh kehendak manusia.
5. Kekeliruan Logis dan Teologis dalam Video
Video tersebut mengandung beberapa kekeliruan:
- Penyalahgunaan Doktrin Pemeliharaan Tuhan: Doktrin ini, seperti dijelaskan dalam Summa Theologiae (I, Q. 22, A. 2), berfokus pada pemeliharaan ciptaan oleh Tuhan, bukan penentuan langsung tindakan berdosa. Video memperluas doktrin ini secara keliru untuk mencakup perceraian.
- Kontradiksi dengan Kitab Suci: Maleakhi 2:16 dan Matius 19:6 secara eksplisit menolak perceraian sebagai kehendak Tuhan.
- Mengabaikan Dimensi Sakramental: Video tidak membahas pernikahan sebagai sakramen, yang merupakan inti ajaran Katolik, sebagaimana ditegaskan dalam Katekismus Gereja Katolik (KGK 1612-1617).
6. Penutup: Penegasan Iman Katolik
Gereja Katolik dengan tegas menolak gagasan bahwa perceraian adalah “takdir Tuhan.” Pernikahan adalah sakramen yang mencerminkan kasih Allah yang tak terputus, dan perceraian adalah pelanggaran terhadap kehendak ilahi. Meskipun Tuhan mengizinkan dosa melalui kehendak bebas manusia, dosa seperti perceraian bukanlah kehendak-Nya. Video PDT. Esra Soru gagal memahami ajaran Katolik tentang pernikahan dan kehendak bebas, menciptakan kebingungan teologis yang menyesatkan. Dengan berpijak pada Kitab Suci, ajaran Bapa-Bapa Gereja, dan dokumen resmi Gereja, jelas bahwa pernikahan adalah ikatan ilahi yang tak boleh diputuskan, dan perceraian adalah tanggung jawab manusia, bukan “penahbisan Tuhan.”1