Menguak Misteri Totus Christus yang melampaui Gema Ritual dan Bayangan Hukum Taurat
Prolog: Senja Taurat dan Terbitnya Matahari Kebenaran
“Sejarah adalah sebuah teater agung, dan di panggungnya, setiap hukum hanyalah bayangan ramalan , selimut dari kegelapan yang dirancang untuk merindukan Cahaya yang sesungguhnya. Selama ribuan tahun, umat manusia hidup di bawah Terang Rembulan Perjanjian Lama sebuah cahaya perak yang indah, namun terbatas, hanya mampu memantulkan, bukan menciptakan. Sunat, puasa, dan mandi ritual adalah pilar-pilar perancah (struktur sementara) yang menopang harapan, bukan batu penjuru bagi keselamatan. Lalu, datanglah Dia, Yesus Kristus, Sang Mentari Pagi yang tak pernah terbenam. Kedatangan-Nya bukan sekadar pengulangan babak , melainkan penyobekan tirai Bait Suci dari atas ke bawah. Ia menggenggam pilar-pilar perancah itu dan menyingkapkan Bait Suci-Nya yang Hidup yaitu Diri-Nya sendiri. Bantahan ini adalah sebuah jangkar teologis untuk membedah klaim yang mencoba mengunci Matahari kembali ke dalam kotak bayangan. Kita akan membuktikan, melalui harta karun Kitab Suci, Tradisi, dan Magisterium Gereja, bahwa upaya untuk mereduksi Kristus kepada sekadar Guru Hukum yang patuh adalah seolah menukar Samudra Raya Pengampunan dengan setetes embun purifikasi yang mengering saat fajar menyingsing.” Setiap kisah besar memiliki titik balik. Ketika Yesus dari Nazaret melangkahkan kaki di bumi, Ia adalah perwujudan ketaatan yang sempurna: seorang putra Israel yang dibesarkan di bawah payung Taurat (Galatia 4:4). Ia disunat, Ia berpuasa, dan Ia menaati semua ritual purifikasi, sebagaimana halnya sungai yang mengalir deras dalam alurnya, sebelum mencapai muara lautan.
Pengajaran resmi Gereja Katolik yang didirikan di atas landasan Kitab Suci, Tradisi Suci, dan Magisterium dengan anggun mengakui ketaatan historis ini. Namun, Gereja menolak dengan tegas upaya untuk menahan Kristus hanya sebagai bayangan historis-Nya, mengabaikan Matahari Kebenaran yang Ia sendiri adalah Sumbernya. Kami tidak membantah bahwa Yesus melakukan praktik-praktik yang selaras dengan Yudaisme. Kami membantah penafsiran yang menjadikan praktik-praktik itu sebagai Puncak Wahyu , alih-alih Anak Tangga menuju perwujudan Penebusan yang sejati. Bantahan ini adalah sebuah ziarah teologis, memimpin kita dari keterbatasan Syariat menuju kekayaan Misteri Trinitas.
I. Simfoni Ilahi: Dari Seruan Ehad ke Wahyu Tritunggal
Tudingan utama video YouTube tersebut adalah upaya mereduksi Yesus kepada seruan Tauhid murni, yang terpatri dalam Shema Israel Adonai Elohenu Adonai Ehad ( Markus 12:29 ). Mereka berpendapat bahwa ini adalah kredo-Nya, sejalan dengan Qul Huwallahu Ahad.
Sang Sabda Melampaui Syahadat
Ya, Gereja Katolik dengan sepenuh hati menegaskan keesaan Allah (Adonai Ehad). Namun, saat Kristus bersuara, Ia tidak sekadar mengulang seruan kuno; Ia adalah Subjek dari seruan itu. Di sinilah letak jurang pemisah teologis:
- Kesaksian Kitab Suci: Tirai Bait Suci yang Terkoyak Narasi Injil dengan suara gemuruh mengumandangkan klaim yang melampaui batas kenabian. Di awal Injil Yohanes, kita mendengar gema Wahyu Agung: “Firman itu adalah Allah… Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita…” (Yohanes 1:1, 1:14). Ketika Ehad berhadapan dengan Aku dan Bapa adalah satu (Yohanes 10:30), monoteisme purba diperluas menjadi misteri yang lebih mendalam yaitu Tritunggal
Mahakudus. Ketaatan-Nya pada hukum adalah jalan menuju Salib, bukan tujuan akhir-Nya.
- Gema Tradisi: Suara Para Bapa yang Membela Inkarnasi Para Bapa Gereja para penjaga awal Perbendaharaan Iman tidak pernah melihat Yesus hanya sebagai nabi Tauhid biasa. Mereka adalah para ksatria yang mengangkat perisai melawan bidah yang mereduksi-Nya. Santo Irenaeus dari Lyons (abad ke-2 M), dalam Adversus Haereses (Melawan Bidah), menegaskan bahwa para Rasul telah mewariskan Kanon Kebenaran yang mengakui Kristus sebagai Tuhan dan Penebus, bukan sekadar Guru Hukum. Bagi Irenaeus, mereduksi keilahian Kristus adalah meruntuhkan seluruh rencana penebusan Ilahi. Santo Athanasius (abad ke-4 M) kemudian memastikan bahwa hanya Allah-lah yang dapat menyelamatkan, membenarkan perlunya Inkarnasi dalam wujud Yesus Kristus.
II. Arsitektur Sakramental: Dari Mikveh yang Sementara ke
Baptisan yang Abadi
Video tersebut menyamakan praktik-praktik ritual seperti penyunatan, pantangan makanan (tidak makan babi), dan mikveh (mandi junub Yahudi) dengan sunnah Islam, mengklaim bahwa praktik-praktik tersebut adalah ajaran murni Yesus, sementara Baptisan Kristen adalah penyimpangan.
Dari Cetak Biru (Blueprint) Menuju Bait Suci yang Sempurna
Gereja Katolik mengakui bahwa Yesus, sebagai Sang Arsitek Agung, menghormati cetak biru Taurat. Namun, misi-Nya adalah merampungkan konstruksi, bukan tinggal di cetak biru tersebut.
- Keputusan Magisterium: Pisau yang Memisahkan Pembelaan Katolik yang paling tajam datang dari Magisterium Gereja Perdana. Di Konsili Yerusalem (Kisah Para Rasul 15:28–29), Gereja, yang dipimpin oleh para Rasul, secara definitif memutuskan bahwa orang-orang non-Yahudi tidak terikat pada sunat, hukum makanan, atau hukum seremonial lain. Ini adalah tindakan Magisterial yang menentukan, sebuah deklarasi bahwa Perjanjian Baru telah menggantikan fungsi bayangan seremonial Perjanjian Lama. Mengklaim bahwa Yesus mewajibkan hukum seremonial adalah mengabaikan Keputusan Roh Kudus melalui otoritas Gereja.
- Transfigurasi Air: Mikveh vs. Baptisan Menyamakan Mikveh (purifikasi ritual yang berulang) dengan Sakramen Pembaptisan adalah kesalahan yang fatal secara teologis. Katekismus Gereja Katolik (KGK 1213-1216) mengajarkan bahwa Baptisan adalah gerbang kehidupan rohani, yang menghapus dosa asal, memberikan kelahiran baru di dalam Roh Kudus, dan menjadikan kita anggota Tubuh Kristus. Baptisan bukanlah mandi purifikasi; ia adalah pemusnahan manusia lama dan penyemai benih keabadian. Tindakan ini bersifat ontologis (mengubah hakikat keberadaan) dan irreversible (tidak terhapuskan), jauh melampaui fungsi Mikveh atau mandi besar ritual.
- Dikafani dan Kubur yang Kosong Pernyataan mengenai Yesus yang dikafani (dibungkus kain kafan) adalah benar secara historis. Namun, fokus Gereja beralih dari kain kafan yang menyelimuti kematian menuju Kebangkitan yang mengoyaknya. 1 Korintus 15:4 adalah sentrum iman: Kristus bangkit. Paskah adalah peristiwa yang meruntuhkan tahta maut, menjadikan tata cara pemakaman hanya sebagai detail pendukung kisah kemenangan.
III. Liturgi Yang Sempurna: Dari Sujud Doa ke Kurban Ekaristi
Klaim terakhir mencoba menyamakan sujud pribadi Yesus dalam doa ( Matius 26:39 ) dengan bentuk ibadah yang wajib, serta menyandingkan kurban aqiqah orang tua-Nya dengan praktik kurban Islam.
Hadirnya Kurban yang Mengakhiri Segala Kurban
- Kurban yang Sempurna: Ekaristi Para Teolog Katolik menegaskan bahwa Yesus tidak datang untuk sekadar mengubah tata cara persembahan, melainkan menjadi persembahan itu sendiri. Santo Thomas Aquinas mengajarkan bahwa Kurban Kristus di salib adalah kurban yang sempurna dan sekali untuk selamanya. Perayaan Ekaristi (Misa), yang Yesus perintahkan, “Lakukanlah ini sebagai peringatan akan Aku” (Lukas 22:19), adalah Kurban Perjanjian Baru yang menggantikan semua persembahan darah lama, termasuk tradisi aqiqah Perjanjian Lama. Santo Ignatius dari Antiokhia (abad ke-1) telah menyebut Ekaristi sebagai “Obat Keabadian” (pharmakon athanasias), membuktikan bahwa pusat ibadah Kristen sejak awal adalah Tubuh dan Darah Kristus, bukan ritual sujud seragam atau persembahan binatang.
- Makna Sujud Pribadi Kami mengakui bahwa Yesus bersujud, namun kerendahan hati-Nya di Getsemani adalah teladan doa pribadi, bukan perintah untuk tata gerak ibadah kolektif. Ibadah Katolik berpusat pada liturgi Ekaristi, di mana sikap utama umat beriman adalah berlutut di hadapan Sakramen Mahakudus, bukan sekadar sebagai tanda penghormatan fisik, tetapi sebagai pengakuan akan kehadiran Ilahi yang nyata (Transubstansiasi).
Epilog: Memeluk Seluruh Kristus ( Totus Christus )
Ajaran Gereja Katolik, yang dipandu oleh tiga pilar sucinya, adalah seruan untuk memeluk Yesus secara keseluruhan (Totus Christus): Sang Sabda yang Menjadi Daging, Sang Penebus yang Tersalib, dan Sang Tuhan yang Bangkit, yang bersemayam dalam Ekaristi. Ia adalah Penyempurna , bukan sekadar Pengulang. Ia adalah Perjanjian Baru yang mewujudkan janji-janji Perjanjian Lama. Merangkum-Nya hanya dalam praktik-praktik seremonial yang Ia genapi, adalah seolah membiarkan kita tetap tinggal dalam senja, setelah Matahari Kebenaran telah terbit sepenuhnya.
Sumber-Sumber Akademis dan Teologis Terpilih
Sumber Kitab Suci dan Magisterium: ● Kitab Suci Terjemahan Resmi (LAI): Terutama ayat-ayat Yohanes 1:1, 1:14; Kisah Para Rasul 15:28–29; Lukas 22:. ● Katekismus Gereja Katolik (KGK): Bab II, Artikel 1, Pasal 3 & 4 (mengenai Sakramen Baptis dan Ekaristi) dan Pasal 2 (mengenai Paskah). Sumber Tradisi Suci dan Teolog Katolik: ● Irenaeus dari Lyons, Adversus Haereses (Melawan Bidah), Khususnya Buku III. ● Athanasius dari Aleksandria, De Incarnatione Verbi Dei (Perihal Inkarnasi Sang Sabda). ● Joseph Ratzinger (Paus Benediktus XVI), Jesus of Nazareth, Volume I & II. (Menawarkan analisis mendalam tentang Yesus dan Hukum Taurat serta klaim keilahian-Nya). ● Scott Hahn, The Lamb’s Supper: The Mass as Heaven on Earth (Indonesia: Perjamuan Anak Domba). (Menjelaskan Ekaristi sebagai pemenuhan kurban Perjanjian Lama).
Perihal Injil Gnostik Basilides dan Injil Apokrif Barnabas
Bantahan teologis Katolik terhadap reduksi Yesus menjadi sekadar nabi hukum lama dan Injil Sesat Basilides (sering disebut Evangelium Basilis) terletak pada tema sentral yang sama: penolakan atau peremehan terhadap Inkarnasi (Yesus sebagai Allah dan Manusia sejati) dan kenyataan fisik Penebusan. Meskipun bantahan di atas adalah respons terhadap interpretasi modern, argumen-argumennya secara efektif memuat prinsip-prinsip yang digunakan Gereja Awal untuk melawan Basilides. Koneksi Teologis: Antara Reduksi Modern dan Ajaran Gnostik Hubungan antara kedua pembahasan tersebut dapat diuraikan melalui dua titik temu doktrinal utama:
1. Penolakan terhadap Kenyataan Fisik Penebusan (Doketisme) Inti dari Gnostisisme, termasuk ajaran Basilides (abad ke-2 M), adalah Doketisme yaitu keyakinan bahwa Kristus tampaknya saja memiliki tubuh fisik dan tampaknya saja menderita di kayu salib. Mereka menganggap materi (fisik) itu jahat, sehingga Roh Ilahi (Kristus) tidak mungkin benar-benar mengambil daging dan menderita. ● Ajaran Basilides: Sumber-sumber Tradisi Suci (seperti tulisan Santo Ireneus dan Hippolytus) menyebutkan bahwa Basilides mengajarkan bahwa Simon dari Kirene bertukar tempat dengan Yesus di salib, sehingga Simon yang disalib sementara Kristus yang Ilahi menertawakan mereka dan pergi. ● Kaitan dengan Bantahan: Bantahan Katolik menekankan bahwa kematian fisik, dikafani, dan Kebangkitan Yesus adalah peristiwa historis dan nyata ( Yohanes 1:14 ). Dengan mereduksi Yesus menjadi sekadar sosok yang diikuti hanya
dalam ritual mikveh atau sujud sambil mengabaikan
Sakramen (Baptisan dan Ekaristi) yang bergantung pada
tubuh, darah, dan Kebangkitan-Nya secara tidak langsung
meremehkan kepentingan tubuh fisik dan penderitaan
Kristus. Reduksi ini, seperti Doketisme, mengalihkan fokus
dari realitas Penebusan yang berdarah dan fisik.
2. Reduksi Identitas Kristus dari Sepenuhnya Ilahi-Manusia menjadi Hanya “Roh” atau “Guru” Kedua pandangan baik Gnostisisme kuno maupun reduksi modern berusaha memisahkan peran kemanusiaan (hukum/ritual) dari keilahian dan misi sejati Kristus. ● Ajaran Basilides: Basilides memperkenalkan sistem kosmik yang rumit di mana Yesus adalah manifestasi dari salah satu Aion (makhluk roh) yang lebih rendah, bukan Allah Bapa sendiri. Ia meremehkan Yesus sebagai manusia. ● Kaitan dengan Bantahan: Bantahan Katolik menekankan Inkarnasi secara penuh, di mana Yesus adalah Allah dan Manusia sejati (Vere Deus, vere Homo). Reduksi modern yang direspons oleh bantahan di atas berfokus hanya pada praktik kemanusiaan Yesus (sunat, mikveh, sujud) sebagai standar, sambil menolak keilahian-Nya ( Yohanes 10:30 ), dan mengabaikan Hukum Baru yang Ia tegakkan. Dengan demikian, ajaran Katolik (yang ditunjukkan melalui Kitab Suci, Bapa Gereja seperti Irenaeus, dan Magisterium) yang membela Sakramen, Inkarnasi, dan Kebangkitan yang nyata adalah perisai yang sama yang digunakan Gereja Awal untuk membantah Injil Basilides dan ideologi Gnostik lainnya. Prinsip teologisnya tetap sama: Kristus adalah Penebus yang sejati, dan karya-Nya tidak dapat direduksi menjadi sekadar ritual atau ilusi spiritual.
Hubungan antara bantahan teologis Katolik terhadap reduksi Yesus menjadi sekadar nabi hukum lama dan Injil Sesat Barnabas terletak pada kesamaan tujuan kedua ajaran tersebut: mereduksi Yesus Kristus dari Putra Allah yang disalibkan menjadi hanya seorang nabi manusia yang mempersiapkan jalan bagi figur kenabian lain. Kedua isu ini baik Gnostisisme Basilides maupun Injil Barnabas adalah tantangan bagi inti ajaran Gereja Katolik: Inkarnasi, Keilahian Kristus, dan Misteri Paskah (Penyaliban dan Kebangkitan).
Hubungan Doktrinal: Penolakan terhadap Salib dan Penebusan
1. Penolakan terhadap Keilahian Kristus Bantahan Katolik di atas adalah penegasan bahwa Yesus adalah Allah dan Manusia sejati (Vere Deus, vere Homo), mengutip Yohanes 1:1, 1:14 dan Yohanes 10:30 untuk membuktikan Keilahian-Nya, yang melampaui peran seorang guru Tauhid yang murni. ● Injil Barnabas : Teks apokrif ini secara eksplisit menolak Keilahian Yesus dan ide bahwa Ia adalah Putra Allah. Injil ini menggambarkan Yesus hanya sebagai seorang nabi, dan bahkan menyebutkan bahwa Kristus sendiri menyangkal sebagai Mesias atau Putra Allah. ● Kaitannya: Kedua pandangan (reduksi modern dan Barnabas) bertemu dalam upaya untuk memotong jangkar ilahi yang menopang Yesus, meninggalkan sosok historis yang hanya terikat pada hukum lama (sunat, puasa, ritual) tanpa kuasa penebusan. 2. Penolakan terhadap Penyaliban dan Kurban Penebusan Bantahan Katolik telah menegaskan bahwa Misteri Paskah (Penyaliban dan Kebangkitan) adalah inti misi Yesus, yang
menggantikan semua kurban dan ritual lama (seperti aqiqah yang disebutkan dalam video). ● Injil Barnabas : Mirip dengan Doketisme Gnostik (walaupun dengan motivasi yang berbeda), Injil Barnabas menolak realitas Penyaliban. Teks ini mengklaim bahwa Yesus diangkat ke surga, sementara Yudas Iskariot yang disalib setelah wajahnya diubah rupa agar mirip Yesus. ● Kaitannya: Dengan menolak Penyaliban, Injil Barnabas secara total ingin mencoba menghancurkan dasar bagi Ekaristi (Kurban Baru) dan Baptisan (partisipasi dalam kematian dan kebangkitan Kristus). Reduksi modern yang direspons oleh bantahan di atas, keduanya mereduksi fungsinya menjadi sekadar peristiwa ahistoris dan bertentangan dengan ajaran Apostolik, mengalihkan fokus ke ritual Mikveh ataupun sujud, yang merupakan langkah awal yang sama dalam mengganti Kurban Abadi dengan praktik seremonial duniawi.
Kesimpulan
Pandangan Gereja Katolik terhadap Injil Basilides dan Injil Barnabas adalah penolakan yang mutlak dan tegas. Kedua teks tersebut dianggap apokrif (tidak kanonik) dan merupakan bidah (ajaran sesat) karena secara mendasar merusak kebenaran sentral iman Kristiani yang dipegang teguh oleh Gereja, yaitu mengenai identitas dan karya penebusan Yesus Kristus. Bagi Gereja Katolik, kedua “injil” ini baik Basilides yang Gnostik maupun Barnabas yang menyangkal salib adalah bidah berbahaya karena keduanya gagal melihat Kristus secara utuh: yaitu sebagai Tuhan yang mengambil daging, yang benar-benar mati, dan benar-benar bangkit untuk penebusan umat manusia, sebagaimana yang diwariskan dalam Kitab Suci Kanonik dan Tradisi Suci Gereja.
Artikel Lainnya
-
6 menit bacaan
-
Renungan 6 November 2025, Kembali ke Pangkuan Kasih Tuhan
8 menit bacaan -
Mengutamakan Kasih dalam Kehidupan Sehari-hari
7 menit bacaan -
Menghadiri Perjamuan Ilahi dengan Sukacita
8 menit bacaan -
Kemuliaan Allah dalam Kedermawanan
6 menit bacaan -
Kematian dan Harapan Kebangkitan
10 menit bacaan -
Kebahagiaan dalam Kesulitan dan Persaudaraan
10 menit bacaan -
Belas Kasih di Hari Sabat
7 menit bacaan -
Kasih Allah yang Tak Terpisahkan
8 menit bacaan