LIVE DKC [52-2025] SELASA, 6 MEI 2025 PUKUL 18:30 WIB: KITAB KEJADIAN 3:15 TERUNTUK BUNDA MARIA… ???
Doa Rosario dipimpin oleh Erick DKC
Perawan Maria Yang Terberkati Berdasarkan Kitab Suci
Keunikan Maria sebagai Bunda Allah
Kejadian 3:15 – kita melihat sejak awal bahwa Allah memberi Maria peran unik dalam sejarah keselamatan. Tuhan berkata, “Aku akan mengadakan permusuhan antara kamu dan wanita itu, antara benihmu dan benihnya.” Ini mengacu pada Yesus (“emnitas”) dan Maria (“perempuan”). Ungkapan “benihnya” (spermatos) tidak ditemukan di bagian lain dalam Kitab Suci.
Kejadian 3:15; Wahyu 12:1 – Kitab Suci dimulai dan diakhiri dengan wanita melawan setan. Ini menunjuk pada kekuatan wanita dengan benih dan mengajarkan kita bahwa Yesus dan Maria adalah Adam baru dan Hawa baru.
Yohanes 2:4, 19:26 – Yesus menyebut Maria “perempuan” seperti namanya dalam Kejadian 3:15. Sama seperti Hawa adalah ibu dari ciptaan lama, Maria adalah ibu dari ciptaan baru. Benih wanita ini akan meremukkan tengkorak ular.
Yesaya 7:14; Matius 1:23 – Seorang perawan (kata Yunani yang digunakan adalah “parthenos”) akan melahirkan seorang Anak laki-laki bernama Imanuel, yang berarti “Allah menyertai kita.” Yohanes 1:14 – Tuhan dalam daging tinggal di antara kita. Maria adalah Perawan Bunda Allah.
Matius 2:11 – Lukas menekankan bahwa Yesus bersama Maria, Ibu-Nya, dan orang majus tersungkur di depan keduanya, menyembah Yesus.
Lukas 1:35 – Anak itu akan disebut kudus, Anak Allah. Maria adalah Bunda Putra Allah, atau Bunda Allah (“Theotokos”).
Maria adalah Perempuan yang Disebutkan di Dalam Kitab Kejadian
Maka Gereja Katolik mendasarkan arti ayat tersebut pada pemahaman para Bapa Gereja. Menurut para Bapa Gereja, kata “perempuan” yang dimaksud di sini bukanlah Hawa, tetapi Hawa yang baru (’New Eve’). Para Bapa Gereja membaca ayat ini sebagai nubuatan akan kelahiran Yesus (Adam yang baru) melalui Bunda Maria (Hawa yang baru). Hal ini sudah menjadi pengajaran Gereja sejak abad ke-2 oleh Santo Yustinus Martir, Santo Irenaeus dan Tertullian, yang lalu dilanjutkan oleh Santo Agustinus (abad ke-5). Sayangnya, memang dalam terjemahan bahasa Indonesia, pada ayat ini dikatakan ‘perempuan ini’, seolah-olah menunjuk kepada Hawa, namun sebenarnya adalah ‘the woman’ (bukan this woman) sehingga artinya adalah sang perempuan, yang tidak merujuk kembali ke lakon yang baru saja dibicarakan. Ungkapan ‘woman‘ atau ‘perempuan’ ini yang kemudian kerap diulangi pada ayat Perjanjian Baru, misalnya pada mukjizat di Kana (lih. Yohanes 2:4), dan di kaki salib Yesus, saat Ia menyerahkan Bunda Maria kepada Yohanes murid kesayanganNya (lih. Yohanes 19:26) dan pada Kitab Wahyu (lih. Wahyu 12). Pada kesempatan tersebut, Yesus mau menunjukkan bahwa Maria adalah ’sang perempuan’ yang telah dinubuatkan pada awal mula dunia sebagai ”Hawa yang baru.”
‘Hawa yang baru’ ini berperan berdampingan dengan Kristus sebagai ‘Adam yang baru’. Santo Irenaeus (abad ke-2), mengatakan, “Ikatan yg disebabkan oleh ketidak-taatan Hawa telah diuraikan karena ketaatan Maria” sehingga selanjutnya dikatakan, “maut (karena dosa) didatangkan oleh Hawa, tetapi hidup (karena Yesus) oleh Maria”. Oleh karena itu, Allah membuat Bunda Maria tidak tercemar sama sekali oleh dosa, supaya ia, dapat ditempatkan bersama Yesus di tempat utama dalam pertentangan yang total melawan Iblis (lih. Kejadian 3:15).
Dalam Kitab Wahyu, Bunda Maria disebut sebagai “perempuan” yang melahirkan seorang Anak laki-laki, yang menggembalakan semua bangsa, yang akhirnya mengalahkan naga yang adalah Iblis (lih. Wahyu 12:1-6). Kemenangan Bunda Maria atas Iblis ini dimungkinkan karena dalam diri Maria tidak pernah ada setitik dosa pun yang menjadi ‘daerah kekuasaan Iblis’. Memang di sini tidak dikatakan secara eksplisit bahwa anak laki-laki ini adalah Juruselamat, tetapi sesungguhnya hal ini merupakan interpretasi yang paling umum yang dipegang oleh para Bapa Gereja dan para ahli Kitab Suci. Interpretasi lain dari ‘anak laki-laki yang menggembalakan semua bangsa’ adalah Gereja. Dalam kedua interpretasi ini tidak mengubah kenyataan bahwa Maria adalah sang “perempuan”itu, sebab dengan melahirkan Yesus yg sebagai Kepala Gereja, maka Maria melahirkan Gereja yang merupakan Tubuh Kristus (sebab tidak mungkin seseorang dilahirkan hanya kepalanya saja, melainkan dengan tubuhnya juga).
Walaupun demikian, pengajaran di atas tidak bertentangan dengan pengajaran bahwa Maria, mewakili Gereja, adalah mempelai wanita dari Anak Domba (Kristus) yang disebutkan juga di Kitab Wahyu, sebab pengertian ”perjamuan kawin” Anak Domba yang disebutkan di Kitab Wahyu 19:7 tidak sama dengan arti perkawinan di dunia, walaupun keagungan dan nilai persatuannya telah sedikit digambarkan melalui sakramen perkawinan, seperti yang telah diajarkan oleh Yesus di dalam Efesus 5:22-32. Yesus mengajarkan agar para suami menyerahkan diri bagi istrinya, sama seperti Ia menyerahkan diri-Nya bagi Gereja-Nya. Karena Maria merupakan Bunda Gereja, dan sekaligus juga anggota Gereja (karena ialah orang pertama yang menjadi murid Kristus dengan kesediaannya menjadi Ibu Yesus), maka Maria adalah sekaligus Bunda Kristus dan Mempelai Kristus. Sekali lagi, ‘Mempelai Kristus’ di sini tidak dapat disamakan artinya dengan arti mempelai dalam arti duniawi, sebab kedalaman artinya jauh melebihi pemikiran manusia. Rasul Paulus menyebut hubungan kasih antara Kristus dan Gereja-Nya sbgai “rahasia besar” (lih. Efesus 5:32), yang tentu akan mencapai pemenuhan sempurnanya pada akhir zaman, namun yang sekarang telah mulai dinyatakan dalam persatuan Kristus dengan Gereja-Nya melalui sakramen Ekaristi, dimana Gereja dipersatukan oleh Kristus dengan menyambut Tubuh, Darah, Jiwa dan Ke-Allahan-Nya di dalam Ekaristi.
Pada akhirnya, memang diperlukan kerendahan hati untuk menerima ajaran yang sangat mendalam ini, sebab jika kita hanya mengandalkan pengertian kita yang terbatas pada istilah duniawi, maka kita dapat terjebak dalam mengartikan misteri Tuhan sesuai dengan kehendak dan pengertian kita, dan bukannya berusaha memahami misteri Tuhan sesuai dengan yang dinyatakan oleh Allah.
Siapa yang Meremukkan Kepala Ular (Kejadian 3:15)?
Dalam bahasa Indonesia, tidak terlihat masalah, karena hanya dikatakan “nya”, tidak spesifik menyatakan laki-laki/he atau perempuan/she. Sedangkan dalam bahasa Inggris, memang terdapat dua salinan terjemahan. Teks Ibrani menyatakan he: “he** shall bruise your head and you shall bruise **his** heel.” (RSV, NAB) “He” di sini berarti Kristus. Namun ada juga salinan yang berasal dari terjemahan tulisan Bapa Gereja dan beberapa salinan Vulgata yang menuliskan, “she shall bruise your head and you shall bruise her** heel” (Douay Rheims).
Namun terlepas dari he atau she ini tidak mengubah fakta bahwa St. Yustinus Martir (100 – 165 M), St.Irenaeus, Tertullianus, St.Agustinus mengajarkan bahwa pd ayat Kejadian 3:15, “Perempuan” yang keturunannya akan mengalahkan iblis itu mengacu kepada Bunda Maria, karena keturunan yang dimaksud adalah Yesus. ”Perempuan” itu bukan Hawa dengan keturunannya Abel atau Seth. Mengapa? Karena Perempuan yang akan melahirkan Kristus yang akan meremukkan kepala iblis itu bukanlah Hawa, tetapi seorang perempuan yang lain, yaitu Bunda Maria. Maka, Bunda Maria adalah “the woman” yang dibicarakan di Kejadian 3:15. (Sayangnya dalam Alkitab LAI diterjemahkan sebagai “this woman” (wanita ini) yang sepertinya mengacu kepada Hawa). Padahal para Bapa Gereja mengajarkan, perempuan itu bukan Hawa, tapi seorang perempuan yang lain, “perempuan itu” (the woman), yang mengacu kepada Bunda Maria. Istilah “the woman” ini diulangi lagi pada mukjizat di Kana (lih. Yohanes 2:4) dan di kaki salib Yesus (lih. Yohanes 19:26-27).
Dengan mengetahui bahwa ”perempuan” dan ”keturunannya” yang mengalahkan Iblis adalah Bunda Maria dan Yesus, Gereja Katolik mengajarkan, apapun terjemahan yg dipakai, keduanya benar. Sebab, baik Yesus maupun Bunda Maria keduanya sama-sama mengalahkan Iblis. Jika dikatakan bahwa Bunda Maria mengalahkan Iblis, hal itu hanya dimungkinkan oleh kuasa Kristus. Kristuslah yang telah secara langsung meremukkan kepala iblis dengan kematian-Nya. Dan “tumit yang diremukkan oleh iblis”, adalah gambaran bahwa kemenangan Kristus diperoleh dengan penderitaan-Nya di kayu salib. Sedangkan, Bunda Maria pun dapat dikatakan secara tidak langsung meremukkan kepala Iblis dengan kerjasamanya di dalam misteri Inkarnasi, dan dengan ketaatannya untuk menolak berbuat dosa yg terkecil sekalipun (menurut ajaran St.Bernardus, Sermon, 2, on Missus est). Selanjutnya, St.Gregorius mengajarkan (Mor 1. 38), bahwa kitapun, seperti halnya Bunda Maria, dapat secara tidak langsung meremukkan kepala iblis setiap kali kita taat akan Tuhan dan mengalahkan godaan. Sebab dikatakan:
“Kabar tentang ketaatanmu telah terdengar oleh semua orang. Sebab itu aku bersukacita tentang kamu. Tetapi aku ingin supaya kamu bijaksana terhadap apa yang baik, dan bersih terhadap apa yang jahat. Semoga Allah, sumber damai sejahtera, segera akan menghancurkan Iblis di bawah kakimu. Kasih karunia Yesus, Tuhan kita, menyertai kamu!” (lih. Roma 16:19-20).
Jadi, baik Kristus maupun Bunda Maria sama-sama meremukkan kepala ular (iblis) ini, dengan ketaatan mereka sampai akhir terhadap kehendak Tuhan. Tumit mereka memang remuk karenanya. Tumit Kristus remuk adalah gambaran bahwa Ia telah mengalahkan iblis dengan penderitaan dan wafat-Nya di salib. Demikian pula, tumit Bunda Maria pun remuk: ketaatannya memuncak sampai saat penderitaannya, ketika berdiri di bawah salib Kristus, menyaksikan buah rahimnya itu difitnah, dipermalukan sedemikian rupa, disiksa sampai mati di hadapan matanya sendiri. Orang yang mengatakan bahwa ini bukan penderitaan, nampaknya tidak dapat memahami kenyataan yg wajar. Sebab, penderitaan tersebut merupakan penderitaan yang terberat yang dapat dialami oleh seorang ibu. Bagi Maria ‘pedang yang menusuk jiwanya’ ini menjadi lebih lagi tidak terbayangkan, mengingat bahwa kenyataan tersebut sangatlah berlawanan, bahkan sepertinya merupakan penyangkalan total dari apa yang pernah didengarnya dari malaikat: “Ia (Yesus) akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi… dan Ia akan menjadi raja atas kaum keturunan Yakub sampai selama-lamanya dan Kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan” (lih. Lukas 1:32-33). Namun Maria tetap teguh berdiri mendampingi Puteranya dengan kesetiaan seorang hamba, “Terjadilah padaku menurut kehendak-Mu” (lih. Lukas 1:38). Maka “tumit Mariapun turut remuk” dalam melawan iblis.
Melalui Salib-Nya – yaitu penderitaan dan wafat-Nya – Kristus mengalahkan maut dan kuasa iblis, sebelum Ia dapat bangkit dengan mulia. Inilah mengapa disebutkan bahwa kemenangan meremukkan kepala iblis itu melibatkan juga ‘remuknya tumit Kristus’. Demikian juga, Bunda Maria mengambil bagian di dalam penderitaan dan wafat Kristus itu. Sebab saat berdiri di bawah salib Kristus, Bunda Maria sungguh mengalami penderitaan tak terlukiskan: suatu pengosongan diri yang total untuk menerima rencana Tuhan walaupun melibatkan rasa sakit tak terhingga karena ‘pedang yg menembus jiwanya’. Inilah bentuk ‘remuknya tumit Maria’ dalam gambaran yang disampaikan dalam Kejadian 3:15.
Dasar Magisterium Gereja
KGK 410
Sesudah jatuh, manusia tidak dibiarkan Allah. Sebaliknya, Allah memanggil dia (bdk. Kejadian 3:9) dan menceritakan kepadanya cara yang penuh rahasia, kemenangannya atas kejahatan dan kebangkitan dari kegagalannya. Teks dalam buku Kejadian (bdk. Kejadian 3:15) ini dinamakan “protoevangelium”, karena ia adalah pengumuman mengenai permusuhan antara ular dan wanita dan kemenangan akhir dari turunan wanita itu.
KGK 411
Tradisi Kristen melihat dalam teks ini pengumuman tentang “Adam baru” (bdk. 1 Korintus 15:21-22, 45) yang oleh “ketaatan-Nya sampai mati di salib” (lih. Filipi 2:8) berbuat lebih dari sekadar memulihkan ketidak-taatan Adam (bdk. Roma 5:19-20). Selanjutnya banyak bapa Gereja dan pujangga Gereja melihat wanita Yang dinyatakan dalam “protoevangelium” adalah Bunda Kristus, Maria, sebagai “Hawa baru”. Kemenangan yang diperoleh Kristus atas dosa diperuntukkan bagi Maria sebagai yang pertama dan atas cara yang luar biasa: ia dibebaskan secara utuh dari tiap noda dosa asal (bdk. Pius IX: DS 2803) dan oleh rahmat Allah yang khusus ia tidak melakukan dosa apa pun selama seluruh kehidupan duniawinya (bdk. Konsili Trente: DS 1573).
KGK 412
Tetapi mengapa Allah tidak menghalangi manusia pertama berbuat dosa? Santo Leo Agung menjawab: “Lebih bernilailah apa yang kita terima melalui rahmat Tuhan yang tidak terlukiskan, daripada kehilangan yang kita alami karena iri hati setan” (Serm. 73, 4). Dan santo Tomas dari Aquino: “Juga sesudah dosa masih terdapat kemungkinan mengaktifkan kodrat. Allah hanya membiarkan yang jahat itu terjadi, untuk menghasilkan darinya sesuatu yang lebih baik: ”Di mana dosa bertambah banyak, di sana kasih karunia menjadi melimpah-limpah” (lih. Roma 5:20). Karena itu waktu pemberkatan lilin Paskah dinyanyikan: ”O kesalahan yg membahagiakan, yang dikaruniai seorang Penebus yang sekian besar” (s.th. 3,1,3 ad 3).
KGK 413
“Maut tidak diciptakan oleh Allah, dan Ia pun tidak bergembira karena orang yang hidup musnah lenyap…Tetapi karena dengki setan, maka maut masuk ke dunia” (lih. Kebijaksanaan 1:13, 2:24).
KGK 414
Setan atau iblis dan roh-roh jahat yang lain pada mulanya adalah malaikat, tetapi mereka jatuh, karena dengan kemauan bebas mereka menolak mengabdi kepada Allah dan keputusan-Nya. Keputusan mereka melawan Allah bersifat pasti. Mereka berusaha untuk menarik manusia dalam pemberontakan mereka melawan Allah.
KGK 415
“Akan tetapi manusia, yang diciptakan oleh Allah dalam kebenaran, sejak awal mula sejarah, atas pembangun si Jahat, tlh menyalahgunakan kebebasannya. Ia memberontak melawan Allah, dan ingin mencapai tujuan di luar Allah” (GS 13, 1).
KGK 416
Oleh dosanya, Adam sebagai manusia pertama kehilangan kekudusan dan keadilan aslinya, yang telah ia terima dari Allah tidak hanya untuk dirinya sendiri, tetapi untuk semua manusia.
KGK 417
Adam dan Hawa oleh dosa mereka yang pertama meneruskan ke turun-temurunnya kodrat kemanusiaan yang terluka, jadi yang mengalami kekurangan kekudusan dan keadilan asli. Kekurangan ini dinamakan “dosa asal”.
KGK 418
Sebagai akibat dosa asal kodrat manusiawi diperlemah dalam kekualannya, ditaklukkan kepada kejahatan, kutukan, dan kekuasaan kematian, dan condong kepada dosa. Kecondongan ini dinamakan “concupiscentia.”
KGK 419
“Sambil mengikuti Konsili Trente, kami memegang teguh, bahwa dosa asal diturunkan bersama dengan kodrat manusiawi melalui pembiakan dan tidak hanya melalui peniruan, dan bahwa dosa asal itu berada di dalam diri setiap manusia sebagai keadaan pribadinya” (SPF 16).
KGK 420
Kemenangan Kristus atas dosa memberi kepada kita hal-hal yang lebih baik daripada yang diambil dari kita oleh dosa. “Di mana dosa bertambah banyak, di sana kasih karunia menjadi melimpah-limpah” (lih. Roma 5:20).
KGK 421
“Menurut iman umat Kristiani [dunia] diciptakan dan dilestarikan oleh cinta kasih Sang Pencipta; dunia memang berada dalam permanenisasi dosa, tetapi telah dibebaskan oleh Kristus yang disalibkan dan bangkit, setelah kekuasaan si Jahat dihancurkan” (GS 2,2).
KGK 422
“Setelah genap waktunya, maka Allah mengutus Anak-Nya, yang lahir dari seorang perempuan dan takluk kepada hukum Taurat, supaya kita diterima menjadi anak” (lih. Galatia 4:4-5). Inilah “kabar gembira Yesus Kristus, Putera Allah” (lih. Markus 1:1): Allah mengunjungi bangsa-Nya (bdk. Lukas 1:68); Ia memenuhi janji, yang Ia berikan kepada Abraham dan keturunannya (bdk. Lukas 1:55); Ia membuat jauh lebih banyak daripada yang diharapkan orang: Ia telah mengutus “Putera-Nya terkasih” (lih. Markus 1:11).
KGK 423
Kita percaya dan mengakui: Yesus dari Nasaret, seorang Yahudi, pada waktu kekuasaan Raja Herodes Agung dan Kaisar Agustus, dilahirkan oleh seorang puteri Israel di Betlehem, bekerja sebagai tukang kayu, dan pada waktu kekuasaan Kaisar Tiberius, di bawah Wali Negeri Pontius Pilatus, dihukum mati pada kayu salib di Yerusalem, adalah Putera Allah yang abadi yang telah menjadi manusia. “Ia datang dari Allah” (lih. Yohanes 13:3), “turun dari surga” (lih. Yohanes 3:13, 6:33), “Ia datang sebagai manusia” (lih. 1 Yohanes 4:2). Karena “Firman itu telah menjadi manusia dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya, sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran… Dari kepenuhan-Nya kita semua telah menerima kasih karunia demi kasih karunia” (lih. Yohanes 1:14, 16).
KGK 424
Digerakkan oleh rahmat Roh Kudus dan ditarik oleh Bapa, kita percaya dan mengakui tentang Yesus: “Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup” (lih. Matius 16:16). Atas wadas iman ini, yang diakui santo Petrus, Kristus membangun Gereja-Nya (bdk. Matius16:18; Leo Agung, ser. 4,3; 51,1; 62,2; 83,3).
KGK 425
Pentradisian iman Kristen pada tempat pertama terjadi oleh pewartaan tentang Yesus Kristus: Ia harus menghantar orang kepada iman terhadap-Nya. Sejak awal para murid pertama menyala-nyala karena kerinduan untuk mewartakan Kristus: “Tidak mungkin bagi kami untuk tidak berkata-kata tentang apa yang telah kami lihat dan yang telah kami dengar” (lih. Kisah Para Rasul 4:20). Dan mereka mengundang manusia dari segala zaman supaya mereka masuk ke dalam kegembiraan persatuan dengan Kristus: “Apa yang telah ada sejak semula, yang telah kami dengar, yang telah kami lihat dengan mata kami, yang telah kami saksikan, dan yang telah kami raba dengan tangan kami tentang Firman hidup - itulah yang kami tuliskan kepada kamu. Hidup itu telah dinyatakan, dan kami telah melihatnya dan sekarang kami menyelimuti dan memberitakan kepada kamu tentang hidup kekal, yang ada bersama-sama dengan Bapa dan yang telah dinyatakan kepada kami. Apa yang telah kami dan yang kami itu, kami beritakan kepada kamu juga, supaya kamu pun beroleh persekutuan dengan kami. Dan persekutuan kami adalah persekutuan dengan Bapa dan dengan Anak-Nya Yesus Kristus. Dan semuanya itu kami tuliskan kepada kamu, semoga kami menjadi sempurna” (lih. 1 Yohanes 1:1-4).
KGK 426
“Jantung katekese kita jumpai seorang pribadi yaitu pribadi Yesus dari Nazaret, Putera tunggal Bapa… yang menderita sengsara dan wafat demi kita dan yang sekarang, setelah bangkit mulia, hidup bersama kita… Memberi katekese Dalam berarti menampilkan dalam pribadi Kristus seluruh rencana kekal Allah yang mencapai kepenuhannya dalam pribadi itu. Katekese mendalami arti kegiatan dan kata-kata Kristus, begitu pula tanda-tanda yang dikerjakan-Nya” (CT 5). Tujuan katekese “ialah menghubungkan manusia dengan Yesus Kristus; hanya Dialah yang dapat membimbing kita kepada cinta kasih Bapa dalam Roh, dan mengajak kita ikut serta menghayati hidup Tritunggal kudus” (CT 5).
KGK 427
“Yang diajarkan dalam katekese hanyalah Kristus, Sabda yang menjadi manusia, Putera Allah; segala sesuatu yang lain diajarkan dengan mengacu kepada-Nya (lih. Yohanes 7:16, CT 6).
KGK 428
Yang mendapat tugas untuk “mengajar Kristus” harus terlebih dahulu mencari “pengetahuan yang mengatasi segala sesuatu mengenai Yesus Kristus”; ia harus bersedia “melepaskan semuanya untuk mendapatkan Kristus dan berada dalam Dia”, utuk “mengenal Dia dan kekuatan kebangkitan-Nya dan persekutuan dalam Penderita-Nya”, menjadi serupa dengan Dia dalam kematian-Nya, supaya “akhirnya sampai kepada kebangkitan dari antara orang mati” (lih. Filipi 3:8-11).
KGK 429
Pengetahuan penuh cinta terhadap Kristus ini membangkitkan kerinduan untuk mewartakan, untuk “mengevangelisasikan”, dan untuk membimbing orang lain kepada iman kepada Yesus Kristus. Pada saat yang sama dirasakan perlunya mengenal iman ini semakin baik. Dengan maksud ini dijelaskan seturut kerangka pengakuan iman lebih dahulu gelar kebesaran Yesus: Kristus, Putera Allah, Tuhan (artikel 2). Sesudah itu syahadat mengakui misteri pokok kehidupan Kristus: penjelmaan-Nya menjadi manusia (artikel 3), Paskah-Nya (artikel 4 dan 5) dan akhirnya kemuliaan-Nya (artikel 6 dan 7).
KGK 430
“Yesus” dalam bahasa Ibrani berarti “Allah memerdekakan”. Pada saat menyampaikan pewartaan, malaikat Gabriel menamakan Dia Yesus, yang menandaskan sekaligus Siapa Dia dan untuk apa Ia diutus (bdk. Lukas 1:31). Karena tidak ada seorang pun dapat “mengampuni dosa selain Allah sendiri” (lih. Markus 2:7), maka Allah sendirilah yang “akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka” (lih. Matius 1:21) di dalam Yesus, Putera-Nya yang abadi yang telah menjadi manusia. Jadi, dalam Yesus Allah menyimpulkan seluruh karya keselamatan-Nya untuk umat manusia.1