LIVE DKC SABTU, 4 JANUARI 2025: APOLOGETIKA TANPA PERLU MERASA BERSALAH.

Apologetik Katolik – Menyangkut hal-hal mengenai klaim Gereja Katolik sebagai penerus Kristus dan doktrin-doktrin Katolik seperti Kepausan, Sakramen-sakramen, Dikandung Tanpa Noda atau Immaculate Conception,dll.

By Tim DKC

12 menit bacaan

Share: X (Twitter) Facebook LinkedIn Whatsapp Telegram

LIVE DKC SABTU, 4 JANUARI 2025: APOLOGETIKA TANPA PERLU MERASA BERSALAH.

A. Merespon semua serangan kepada ajaran Katolik dalam Reel-reel Instagram

Dasar Alkitabiah

  1. Kejadian 3:1-5 – Pemutarbalikan fakta kebenaran oleh ular/ iblis kepada Hawa (bdk. Kejadian 2:16 – Perintah Allah kepada manusia bahwa semua buah pohon di taman ini boleh dimakan manusia dengan bebas, kecuali buah pohon pengetahuan yang baik dan yang jahat atau manusia akan mati).
  2. Efesus 4:14 – “Sehingga kita bukan lagi anak-anak yang diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran, oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan.”
  3. 2 Korintus 11:3 – “Tetapi aku takut, kalau-kalau pikiran kamu disesatkan dari kesetiaan kamu yang sejati kepada Kristus, sama seperti Hawa diperdayakan oleh ular itu dengan kelicikannya.”
  4. 2 Korintus 12:16 – “Baiklah, aku sendiri tidak merupakan suatu beban bagi kamu, tetapi kamu katakan dalam kelicikanku aku telah menjerat kamu dengan tipu daya.”
  5. Markus 7:22 – “Perzinahan, keserakahan, kejahatan, kelicikan, hawa nafsu, iri hati, hujat, kesombongan, kebebalan.”
  6. Matius 16:17-18 – “Kata Yesus kepadanya: “Berbahagialah engkau Simon bin Yunus sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di sorga. Dan Akupun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya.”
  7. Matius 16:19 – ”Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Surga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di surga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di surga.”
  8. Lukas 9:1-4 – “Maka Yesus memanggil kedua belas murid-Nya, lalu memberikan tenaga dan kuasa kepada mereka untuk menguasai setan-setan dan untuk menyembuhkan penyakit-penyakit. Dan Ia mengutus mereka untuk memberitakan Kerajaan Allah dan untuk menyembuhkan orang, kata-Nya kepada mereka: “Jangan membawa apa-apa dalam perjalanan, jangan membawa tongkat atau bekal, roti atau uang, atau dua helai baju. Dan apabila kamu sudah diterima dalam suatu rumah, tinggallah di situ sampai kamu berangkat dari situ.”
  9. Matius 19:10-12 – “Murid-murid itu berkata kepada-Nya: “Jika demikian halnya hubungan antara suami dan isteri, lebih baik jangan kawin.” Akan tetapi Ia berkata kepada mereka: “Tidak semua orang dapat mengerti perkataan itu, hanya mereka yang dikaruniai saja. Ada orang yang tidak dapat kawin karena ia memang lahir demikian dari rahim ibunya, dan ada orang yang dijadikan demikian oleh orang lain, dan ada orang yang membuat dirinya demikian karena kemauannya sendiri oleh karena Kerajaan Surga. Siapa yang dapat mengerti hendaklah ia mengerti.”
  10. 1 Korintus 7:7 – “Namun demikian alangkah baiknya, kalau semua orang seperti aku; tetapi setiap orang menerima dari Allah karunianya yang khas, yang seorang karunia ini, yang lain karunia itu.”
  11. 1 Korintus 7:32-34 – “Aku ingin, supaya kamu hidup tanpa kekuatiran. Orang yang tidak beristri memusatkan perhatiannya pada perkara Tuhan, bagaimana Tuhan berkenan kepadanya. Orang yang beristri memusatkan perhatiannya pada perkara duniawi, bagaimana ia dapat menyenangkan istrinya, dan dengan demikian perhatiannya terbagi-bagi. Perempuan yang tidak bersuami dan anak-anak gadis memusatkan perhatian mereka pada perkara Tuhan, supaya tubuh dan jiwa mereka kudus. Tetapi perempuan yang bersuami memusatkan perhatiannya pada perkara duniawi, bagaimana ia dapat menyenangkan suaminya.”
  12. 1 Korintus 7:38 – ”Jadi orang yang kawin dengan gadisnya berbuat baik, dan orang yang tidak kawin dengan gadisnya berbuat lebih baik.”
  13. Wahyu 14:4 – “Mereka adalah orang-orang yang tidak mencemarkan dirinya dengan perempuan-perempuan, karena mereka murni sama seperti perawan. Mereka adalah orang-orang yang mengikuti Anak Domba itu ke mana saja Ia pergi. Mereka ditebus dari antara manusia sebagai korban-korban sulung bagi Allah dan bagi Anak Domba itu.”
  14. Kisah Para Rasul 6:6 – ”Mereka itu dihadapkan kepada rasul-rasul, lalu rasul-rasul itupun berdoa dan meletakkan tangan di atas mereka.”
  15. Yohanes 10:16 – ”Ada lagi pada-Ku domba-domba lain, yang bukan dari kandang ini; domba-domba itu harus Kutuntun juga dan mereka akan mendengarkan suara-Ku dan mereka akan menjadi satu kawanan dengan satu gembala.”

B. Apologetika Tanpa Perlu Merasa Bersalah

  1. Beberapa orang Katolik tidak suka pada apologetika, dan para apologist, menilai argumentasi apologetik membuat orang menjadi fanatik dan merugikan iman sendiri. Ini adalah suatu kesalahan fatal, disamping itu, adalah hal yang kontradiktif, ketika kita justru berdebat untuk melarang perdebatan tentang iman.
  2. Atheist bisa mengkritik argumen keberadaan Tuhan, hanya bisa mengatakan bahwa bukti-bukti yang ditemukannya mengarahkan pada kesimpulan bahwa Tuhan tidak ada. Walaupun mereka memiliki iman, masalahnya iman seperti apa yang mereka miliki. Iman memiliki dua wujud dasar: a. Iman yang bisa dijelaskan, b. Iman yang melawan penjelasan/ alasan.
  3. Kekristenan ortodoksi memiliki iman yang beralasan, dengan dua arti: a. Prinsip-prinsipnya secara intelektual bisa dijelaskan dan dipertanggungjawabkan, b. Penjelasan/ alasan/ logikapun membantu kita untuk melihat bahwa Tuhan sedang berkarya dalam Kekristenan dan sebaiknya kita juga mempercayainya.
  4. Apologetik adalah suatu bidang yang memberikan alasan bagi Iman Kristen (Yunani: Apologia, berarti “maaf”). Artinya bukan meminta maaf, melainkan berusaha memberikan alasan/ penjelasan untuk membela sesuatu atau seseorang.
  5. Apologetika adalah salah satu cabang theologi yang berusaha untuk mempertahankan kasus-kasus tentang iman Kristen, dengan cara yang rasional, dengan memberikan argumen-argumen untuk membuktikan bahwa Kekristenan itu beralasan/ memiliki dasar dan menjawab kritik-kritik melawannya, sama seperti seorang pengacara menyusun pembelaan untuk kliennya.
  6. Meskipun setelah Konsili Vatikan II, apologetika mengalami penurunan, namun sekarang sedang berusaha untuk kembali. Jika bisa dimengerti dan diterapkan dengan baik, maka apologetik bisa benar-benar berguna, terutama dalam paroki evangelisasi dan program katekese.
  7. Secara tradisional aplogetika dibagi dalam tiga kategori oleh theolog-theolog:

    • Apologetik “Alamiah” – Ketika kita mempertahankan suatu kebenaran yang mendasari iman, seperti keberadaan Tuhan, unsu spiritual dari jiwa manusia, realita obyektif dari kebenaran dan kesalahan, yang mendasari iman. Meskipun demikian apologetik alamiah sama sekali bukan apologetik tetapi hanya salah satu aspek dari filosofi Kristen. Mengapa? Karena dapat dilihat dengan cara manusiawi tanpa memerlukan pengungkapan Ilahi. Sehingga lebih baik ini disebut dengan “pra-apologetik.”

    • Apologetik Kristen – Mengusulkan argumen-argumen yang mendukung kebenaran Kekristenan (contoh: kebenaran dari keajaiban Alkitabiah, Ketuhanan Kristus, Kebangkitan-Nya, dll.)

    • Apologetik Katolik – Menyangkut hal-hal mengenai klaim Gereja Katolik sebagai penerus Kristus dan doktrin-doktrin Katolik seperti Kepausan, Sakramen-sakramen, Dikandung Tanpa Noda atau Immaculate Conception,dll.

C. Tidak Perlu Meminta Maaf

  1. Beberapa orang Katolik yang tidak suka dengan apologetik, dan juga kepada para apologist, secara salah menilai argumentasi apologetik, membuat orang menjadi fanatik dan merugikan imannya sendiri. Tentu saja kritik-kritik seperti ini benar – sampai pada tahap tertentu. Iman ada diluar jangkauan argumen/ alasan, kesimpulan akhirnya, merupakan hasil dari rahmat Tuhan, tidak merupakan keberhasilan dari seorang apologist/ merupakan pemberian Tuhan sehingga bersifat supernatural. Suatu kesalahan fatal untuk meremehkan aplogetik dengan alasan ini. Adalah hal yang kontradiktif ketika kita justru berdebat untuk melarang perdebatan tentang iman.
  2. Iman adalah hal yang supernatural, berada diluar kekuatan manusia. Dan dengan percaya (iman) sama sekali tidak merusak nature kita sebagai manusia yang berpikir; pemikiran kita dibangun diatas iman untuk menafsirkan penjelasan/ alasan sehingga kita bisa mempertimbangkan dan mengerti hal-hal yang berada diatas kekuatan intelektual (lih. Lukas 2:19 – Apa yang dilakukan Sang Perawan Maria Yang Diberkati dengan misteri iman yang dialaminya? Ia menyimpan segala perkara itu di dalam hatinya dan menrenungkannya).
  3. Tentu saja orang yang percaya dan tidak percaya sering melihat suatu hal secara berbeda. Uskup Fulton Sheen pernah berkata: “Kamu melihat dengan mata yang sama pada malam dan siang hari, tapi kamu tidak bisa melihat pada malam hari, karena kamu tidak memiliki cahaya matahari. Sama juga demikian, biarkanlah dua pikiran dengan latar belakang pendidikan, kapasitas mental dan penghakiman yang sama melihat sebuah hosti di atas altar. Satu orang melihat roti, lainnya melihat Kristus, tidak dengan mata daging melainkan dengan mata iman. Jadi perbedaannya terletak pada satu yang memiliki sinar yang tidak dimiliki lainnya, yaitu sinar iman.” Tetapi cahaya itu tidak bisa melihat, mata juga diperlukan. Sama halnya cahaya iman memerlukan “mata” yang cerdik/ memerlukan pikiran. Apa yang kita mengerti dengan iman paling tidak harus bisa dimengerti oleh pikiran, anda benar-benar tidak bisa mengerti apabila tidak memiliki pengertian dasar terhadap hal tersebut. Untuk mengerti dibutuhkan pemikiran sekaligus hati kita. Disamping itu jika Tuhan sudah bersusah payah untuk meletakkan tanda-tanda kehadiran-Nya sehingga umat manusia bisa merasakannya, dan Alkitab berkata bahwa Ia memang telah meletakannya (lih. Roma 1), sehingga akan mnejadi sangat tidak hormat jika kita tidak menggunakan akal kita untuk mengenal tanda-tanda Allah. Tuhan memberikan otak kepada manusia dan menginginkan kita untuk menggunakannya (bdk. Perkataan Descartes yang terkenal seperti “”Cogito ergo sum” yang berarti “Saya berpikir, dengan demikian saya ada” – dan menekankan, “Saya berpikir, dengan demikian saya telah mempertahankan iman”)
  4. Kristus memberikan tugas kepada para murid-Nya untuk mewartakan kabar gembira ke segenap penjuru dunia (lih. Matius 28:19-20; Markus 16:15). Apologetika memainkan peran penting dalam membantu kita melaksanakan tugas ini. Dengan kata lain, apologetik adalah sisi lain dari evangelisasi, artinya mewartakan kebenaran Kristus. Kadangkala kebenaran menghasilkan banyak pertanyaan dan keberatan mengenai iman dalam pikiran orang banyak. Apologetik adalah jawaban bagi keberatan dan pertanyaan tersebut, dengan menghilangkan penghalang bagi iman seperti seorang dokter bedah mata , kembali lagi ke analogi penglihatan kita, mengeluarkan katarak atau halangan penglihatan lainnya dari mata seorang pasien. Ophatomology tidak menganugerahkan penglihatan, tentu saja, dan demikian juga seorang dokter bedah mata tidak menghasilkan cahaya bagi seorang pasien untuk melihat, ia hanya menghilangkan halangan melihat sebaik yang ia mampu.

D. Applied Apologetics

Apologetika tidak hanya bisa digunakan tapi harus digunakan di dalam paroki. Dua pendekatan mendasar dari subyek ini adalah:

  1. Diarahkan agar umat paroki memiliki jawaban terhadap pertanyaaan-pertanyaan yang menyangkut iman yang mereka miliki atau alami – tempat paling nyata untuk pendekatan pertama adalah lembaga paroki di dunia dengan penanggung jawab utama (meskipun tidak eksklusif) adalah para romo. Inilah alasan mengapa seminari harus mengajarkan apologetik dan menyediakan workshop bagi imam-imam untuk mengembangkan pengetahuan dan keahlian apologetik mereka. Namun demikian presentasi dan pelatihan tidak hanya dibatasi untuk para imam saja. Program katekese bagi orang dewasa juga perlu menyediakan sesi apologetik dengan pembicara dari golongan imam/ awam, yang membahas pertanyaan-pertanyaan formal/ informal tentang iman. Aplogetik harus menjadi komponen penting bagi program-program RCIA. Terakhir, apologetik harus dikembalikan ke dalam pengajaran Katolik, baik di paroki maupun di dalam rumah. Orang muda perlu mendapatkan argumen-argumen untuk mendukung mereka supaya mereka bisa maju terus dalam iman yang kuat terhadap kebenaran, dan supaya mereka mengetahui bahwa iman Katolik memiliki alasan/ penjelasan, dan bukan sesuatu yang harus ditelan mentah-mentah.
  2. Untuk melatih umat paroki agar bisa masuk ke dalam apologetika itu sendiri, yang memiliki ari lebih luas, termasuk memberikan latihan bagi umat biasa, melengkapi mereka untuk masuk dalam apologetika dalam kehidupan sehari-hari. Ini akan membentuk suatu formasi yang kokoh dalam evangelisasi. Umat paroki harus diajarkan cara yang benar untuk bertanya kepada orang lain dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada mereka.
Sumber : Apologetics without Apology by Mark Brumley
Share: X (Twitter) Facebook LinkedIn Whatsapp Telegram

Artikel Lainnya