LIVE DKC SABTU, 8 FEBRUARI 2025 PUKUL 19:00 WIB: LUTHER KALAH DEBAT, BUANG KITAB DEUTEROKANONIKA..!!
https://www.youtube.com/@damaikasihchannel9153
https://www.tiktok.com/@dkc_team.apologetik | https://www.tiktok.com/@dkc_team.apologet
https://www.tiktok.com/@jalan.awal | https://www.tiktok.com/@penabur_kasih.fnd
LIVE DKC SABTU, 8 FEBRUARI 2025 PUKUL 19:00 WIB: LUTHER KALAH DEBAT, BUANG KITAB DEUTEROKANONIKA..!! @VerbumVeritatisApologetics
Presentasi V1czero Tim DKC: Bukti Luther Memang Membuang Deuterokanonika Karena Kalah Debat (Tanggapan Terhadap Decky Ngadas)
Menanggapi Video Decky Ngadas (5 hari yang lalu): Injil Menurut Rasul Yakobus | Kalrifikasi & Evaluasi (Luther)
Pernyataan Konsili Carthage (419 M): ”Selain Kitab Suci Kanonik, tidak ada sesuatupun yang dibaca di Gereja dengan nama Kitab Suci Ilahi, tetapi Kitab Suci yang Kanonik adalah sebagai berikut ...” (Kanon 24(27), 419 M).
Definisi Kata "kanon"
Berasal dari bahasa Yunani Kuno kanōn, yang berarti "mistar" atau "tongkat pengukur
- Definisi "kanon" berasal dari kata Ibrani qaneh yang berarti tongkat, yang digunakan sebagai alat pengukur. Dalam hal ini, kanon Alkitab berfungsi sebagai alat untuk "mengukur" atau mengetahui kepercayaan, ajaran, dan tingkah laku yang benar.[1]
- Aturan/ standar. Dalam pengertian modern, "kanon" berarti aturan atau standar.[2] Kanon Alkitab adalah kumpulan kitab- kitab yang diterima sebagai firman Allah dan menjadi tolok ukur tertinggi bagi iman dan kehidupan umat.[3]
Luther menolak kitab Deuterokanonika bukan karena kalah debat VS John Eck ?
Momen Pertama Penolakan Luther terhadap Deuterokanonika
Tahun: 1519–1524
Lokasi: Wittenberg, Jerman
Konteks: Penolakan Doktrin dan otoritas Gereja Katolik, Proyek penerjemahan Alkitab ke bahasa Jerman dan pengembangan doktrin sola Scriptura.
Tokoh Terkait: Philip Melanchthon (rekan teolog) dan Johann Eck (lawan debat Luther melawan Gereja Katolik).
Latar Belakang dan Konteks Peristiwa
- Debat dengan Johann Eck (1519 M): Dalam Debat Leipzig (1519), Luther menantang otoritas kepausan dan tradisi gereja, menekankan bahwa hanya Kitab Suci (sola Scriptura) yang berotoritas. Meskipun Deuterokanonika belum menjadi topik utama dalam debat ini, sikap Luther terhadap otoritas tradisi gereja memengaruhi pandangannya tentang kanon.
- Surat kepada Spalatin (1520 M): Dalam suratnya kepada Georg Spalatin (sekretaris Frederick yang Bijaksana-Elector Sachsen), Luther menyatakan keraguannya tentang status kitab-kitab seperti 2 Makabe dan Sirakh, yang dianggapnya "tidak murni".
- Proyek Penerjemahan Alkitab (1522 M): Setelah menerbitkan Perjanjian Baru dalam bahasa Jerman (1522 M), Luther mulai menerjemahkan Perjanjian Lama (PL) dari teks Ibrani (bukan Septuaginta Yunani yang digunakan Gereja Katolik). Luther mengikuti kanon Ibrani (Tanakh) yang hanya mencakup 24 kitab, mengecualikan Deuterokanonika.
Pernyataan Resmi Pertama Luther Menolak Deuterokanonika
Pada 1523–1524, Luther menulis Prakata untuk Perjanjian Lama (Vorrede auf das Alte Testament), di
mana ia secara eksplisit menolak kanonisitas Deuterokanonika: "Kitab-kitab yang disebut Apokrif ini tidak termasuk dalam Alkitab Ibrani. Oleh karena itu, mereka tidak memiliki otoritas yang sama dengan Kitab Suci. Meskipun berguna untuk dibaca, mereka tidak dapat digunakan untuk meneguhkan doktrin gereja."
(Martin Luther, Prakata untuk Perjanjian Lama (1523–1524), dalam Luther’s Works (American
Edition), Vol. 35, hlm. 235–251).
Kutipan Kunci Penolakan Luther terhadap Deuterokanonika
- Tentang 2 Makabe:
"Kitab Makabe Kedua mengajarkan doa untuk orang mati, yang tidak ada dalam Kitab Suci Ibrani. Ini adalah kebohongan yang dibuat manusia" (Tischreden (Table Talk, 1531–1546), No. 2243).
- Tentang Sirakh:
"Sirakh adalah kitab yang baik, tetapi ia hanya mengajarkan hukum manusia, bukan Injil Kristus" (Prakata untuk Kitab Sirakh dalam Alkitab Luther (1534)).
- Tentang Kanon Ibrani:
"Hanya kitab-kitab yang diterima oleh orang Yahudi yang layak disebut Perjanjian Lama. Yang lainnya hanyalah bacaan tambahan" (Deutsche Bibel (Alkitab Jerman Luther, 1534), Prakata untuk Apokrifa).
Peran Philip Melanchthon
Philip Melanchthon (1497–1560), rekan terdekat Luther, mendukung penolakan ini dengan menulis: "Kitab-kitab Apokrif tidak dapat disamakan dengan Kitab Suci yang diilhami Roh Kudus" (Melanchthon, Loci Communes (1521), edisi 1555, hlm. 89).
Referensi Utama:
Primer:
- Luther, M. (1523–1524). Vorrede auf das Alte Testament (Prakata untuk Perjanjian Lama). Dalam Luther’s Works, Vol. 35.
- Luther, M. (1534). Deutsche Bibel (Alkitab Jerman), Prakata untuk Apokrifa.
- Luther, M. (1531–1546). Tischreden (Table Talk), No. 2243.
Sekunder:
- Bainton, R. (1950). Here I Stand: A Life of Martin Luther. Abingdon Press. (Bab 10: "The Bible in the Vernacular").
- Pelikan, J. (1996). The Reformation of the Bible: The Bible of the Reformation. Yale University Press. (hlm. 45–60).
McGrath, A. (2012). Reformation Thought: An Introduction. Wiley-Blackwell. (Bab 4: "Scripture: Translation, Canon, and Interpretation").
Kesimpulan:
Luther pertama kali menolak Deuterokanonika secara resmi dalam Prakata untuk Perjanjian Lama (1523–1524) sebagai bagian dari proyek penerjemahan Alkitabnya di Wittenberg namun momen pemicunya adalah kekalahan debat melawan John Eck di tahun 1519. Penolakan ini didorong oleh:
- Kesetiaan pada kanon Ibrani (Tanakh)???,
- Penekanan pada sola Scriptura sebagai otoritas tertinggi,
- Penolakan terhadap doktrin Katolik yang didukung Deuterokanonika (misalnya, doa untuk orang mati),
- Keputusan Luther ini menjadi dasar bagi gereja-gereja Protestan untuk mengecualikan Deuterokanonika dari kanon Alkitab mereka.
Membuang Deuterokanonika karena Kesetiaan Luther pada Kanon Ibrani (Tanakh)???
Berikut adalah penjelasan tentang kanon Kitab Suci Perjanjian Lama (PL) pada zaman Yesus berdasarkan tradisi golongan/sekte Yahudi di abad ke-1 M dan sebelumnya. Kanon PL pada masa ini belum sepenuhnya baku dan bervariasi antar kelompok, terutama karena perbedaan teologis, geografis, dan budaya. Sumber referensi utama meliputi naskah kuno, tulisan sejarawan Yahudi, dan temuan arkeologi seperti Gulungan Laut Mati.
Sekte-Sekte Yahudi dan Kanon Mereka
- Farisi (Pharisees)
Waktu: Abad ke-2 SM–ke-1 M.
Kanon:
- Mengakui Torah (Taurat), Nevi'im (Nabi-nabi), dan sebagian Ketuvim (Tulisan).
- 24 Kitab (susunan proto-Masoretik), tetapi masih ada perdebatan tentang kitab seperti Pengkhotbah dan Kidung Agung.
Ciri Khas:
- Menerima tradisi lisan (Oral Torah) sebagai otoritatif.
- Menggunakan teks Ibrani (proto-Masoretik).
Referensi:
- Flavius Josephus, Contra Apionem 1.8 (sekitar 94 M): Menyebutkan 22 kitab suci Yahudi.
- Mishnah Yadayim 3:5 (abad ke-2 M): Perdebatan tentang status Kidung Agung dan Pengkhotbah.
- Saduki (Sadducees)
Waktu: Abad ke-2 SM–ke-1 M.
Kanon:
- Hanya menerima Torah (5 Kitab Musa) sebagai otoritatif.
- Menolak Nevi'im dan Ketuvim, serta doktrin seperti kebangkitan orang mati (Matius 22:23).
Ciri Khas: Berpusat di Bait Suci Yerusalem dan menolak tradisi lisan.
Referensi:
- Perjanjian Baru: Kisah Para Rasul 23:8 ("Saduki mengatakan tidak ada kebangkitan").
- Flavius Josephus, Antiquitates Judaicae 13.297: "Saduki hanya mengakui Torah."
- Eseni (Essenes)
Waktu: Abad ke-2 SM–ke-1 M.
Kanon:
- Menerima Torah, Nevi'im, dan Ketuvim, tetapi juga kitab apokaliptik seperti 1 Henokh, Kitab Yobel, dan Peraturan Sektarian (mis. Peraturan Komunitas dari Gulungan Laut Mati).
- Gulungan Laut Mati (Qumran) menunjukkan koleksi teks yang lebih luas, termasuk komentar (pesher) dan tulisan unik.
Ciri khas:
- Komunitas asketik yang mengisolasi diri di Qumran.
- Menantikan akhir zaman dan perang kosmik.
Referensi:
- Naskah Qumran: 1QS (Peraturan Komunitas), 1QpHab (Pesher Habakuk).
- James VanderKam, The Dead Sea Scrolls Today (1994): Analisis kanon Eseni.
- Samaria (Samaritans)
Waktu: Sejak abad ke-6 SM.
Kanon:
- Hanya menerima Torah (Taurat) dalam versi mereka (Samaritan Pentateuch), dengan perbedaan teks dan penekanan pada Gunung Gerizim.
- Menolak kitab lain dalam PL Yahudi.
Ciri Khas: Memisahkan diri dari Yudaisme pasca-pembuangan Babilonia.
Referensi:
- Samaritan Pentateuch: Naskah tertua dari abad ke-11 M, tetapi tradisi lisan sudah ada sejak zaman Yesus.
- Alan D. Crown, The Samaritans (2005): Studi tentang komunitas Samaria.
- Yahudi Helenistik (Hellenistic Jews)
Waktu: Abad ke-3 SM–ke-1 M.
Kanon:
- Menggunakan Septuaginta (LXX)—terjemahan PL ke bahasa Yunani—yang mencakup Deuterokanonika (Tobit, Yudit, Kebijaksanaan, dll.).
- Beberapa komunitas menerima kitab seperti 3–4 Makabe dan Mazmur 151.\
Ciri Khas:
- Tersebar di diaspora (Mesir, Asia Kecil, Yunani).
- Dipengaruhi filsafat Yunani.
Referensi:
- Letter of Aristeas (abad ke-2 SM): Legenda penerjemahan LXX.
- Philo dari Aleksandria, De Vita Mosis: Mengutip LXX dan Deuterokanonika
Perbandingan Kanon Sekte Yahudi di zaman Yesus (Abad ke-1 M)
Sekte | Kitab yang Diterima | Kitab yang Ditolak | Ciri Khas |
Farisi | 24 Kitab (Torah, Nevi'im, Ketuvim) | - | Tradisi lisan (Mishnah/Talmud) |
Saduki | 5 Kitab Torah | Nevi'im, Ketuvim, Kebangkitan. | Berpusat di Bait Suci |
Eseni | Torah, Nevi'im, Ketuvim + Apokrif/Apokaliptik | - | Hidup asketik, naskah Qumran |
Samaria | Samaritan Pentateuch (5 Kitab) | Seluruh PL selain Torah. | Pemujaan di Gunung Gerizim |
Yahudi Helenistik | Septuaginta (50+ Kitab) | - | Menggunakan bahasa Yunani |
Kesimpulan Berdasarkan Konteks Historis
- Kanon PL Tidak Tetap (Belum Definitif) di komunitas Yahudi pada Zaman Yesus:
- James A. Sanders (ahli Gulungan Laut Mati): "Pada abad ke-1 M, tidak ada kanon PL yang seragam. Setiap komunitas memiliki daftar kitab yang berbeda“ (Canon and Community (1984), hlm. 22–25).
- Mishnah Yadayim 3:5 (abad ke-2 M): Perdebatan para Rabi tentang status kanon kitab Kidung Agung dan Pengkhotbah.
- Bukti dari Gulungan Laut Mati Menunjukkan Variasi Kitab-Kitab Yahudi :
Naskah Qumran mencakup tulisan non-kanonik seperti 1 Henokh, Kitab Yobel, dan Perang Anak-Anak Terang Melawan Anak-Anak Kegelapan. Géza Vermès (pakar Qumran) menulis: "Eseni menganggap kitab seperti Henokh sebagai otoritatif, sementara kelompok lain menolaknya“ (The Complete Dead Sea Scrolls in English (1997), hlm. 50-55).
- Pengaruh Septuaginta pada Kekristenan Awal:
David A. deSilva (teolog) menulis: "Para penulis Perjanjian Baru mengutip Septuaginta, termasuk Deuterokanonika. Ini menunjukkan pengaruh Yahudi Helenistik" (Introducing the Apocrypha (2002), hlm. 30-35).
Menurut Decky, Luther mengikuti 12 daftar kanon tahun 100-400 M?
Daftar Kanon | Tahun | PL (Kitab) | PB (Kitab) | Deuterokanonika yang Diterima | Kitab PL yang Ditolak | Catatan Kunci | Referensi | |||
Kanon Protestan | 16th c. | 39 | 27 | - | - | Berdasarkan kanon Ibrani (24 kitab). Menolak semua Deuterokanonika. | Biblia Sacra (Alkitab Luther, 1534). | |||
Kanon Katolik | 1546 (Trente)- Penegasan | 46 | 27 | Tobit, Yudit, Kebijaksanaan, Sirakh, Barukh, 1–2 Makabe, Tambahan Daniel/Ester | - | Dikukuhkan di Konsili Trente. Berdasarkan Septuaginta dan tradisi gereja perdana. | Decretum de Canonicis Scripturis (Trente). | |||
The Bryennios List | 100–150 M | 27 | - | Tambahan Daniel (Susanna, Bel & Naga) | - | Termasuk tambahan Daniel, tetapi tidak mencakup Ester. | F.F. Bruce, The Canon of Scripture (1988). | |||
Melito of Sardis | 170 M | 22 | - | - | Ester | Mengikuti kanon Ibrani, mengecualikan Ester. | Eusebius, Historia Ecclesiastica 4.26.14. | |||
Origen | 230 M | 22 | 21 | Kebijaksanaan, Sirakh (sebagai bacaan) | - | Membedakan kitab "kanonik" (22 PL) dan "berguna" (Deuterokanonika). | Origen, Surat kepada Julius Africanus; Eusebius, HE 6.25. | |||
Cyril of Jerusalem | 350 M | 22 | 26 | - | - | Menolak Deuterokanonika dan Wahyu. | Cyril, Catechetical Lectures 4.33. | |||
Athanasius | 367 M | 22 | 27 | Kebijaksanaan, Sirakh, Barukh (untuk pembacaan) | - | Surat Paskah 39: Deuterokanonika "berguna" tetapi tidak kanonik. | Athanasius, Epistola Festalis 39. | |||
Synod of Laodicea | 363 M | 22 | 26 | - | - | PL mengikuti kanon Ibrani; PB tanpa Wahyu. | Kanon 60 Konsili Laodikia; Philip Schaff, Cre1e3ds of Christendom (1877). | |||
Apostolic Canons | 380 M | 50 | 27 | Semua Deuterokanonika | - | Menerima Septuaginta lengkap. | Apostolic Constitutions 8.85; Bruce Metzger, The Canon of the NT (1987). | |||
Amphilochius of Iconium | 380 M | 22 | 25 | - | - | PL mengikuti kanon Ibrani PB tanpa Wahyu, 2 Petrus, 2-3 Yohanes | Amphilochius, Iambics for Seleucus; Lee McDonald, The Biblical Canon (2007). | |||
Gregory of Nazianzus | 381–390 M | 22 | 25 | - | - | Menolak Wahyu dan Deuterokanonika | Gregory, Carmina Dogmatica; Timothy Lim, The Formation of the Jewish Canon (2013). | |||
Ephihanius (Panarion) | 375 M | 22 | 27 | - | - | Menolak Deuteronkanonika, PL mengikuti kanon Ibrani | Epiphanius, Panarii. on 8:6. | |||
Ephipanius (On Weights & Measures) | 392 M | 27 | 27 | Sirakh, Kebijaksanaan | - | Menerima sebagian Deuteronkanonila | Epiphanius, On Weights and Measures. |
12 Daftar Kuno:
Penerimaan Deuterokanonika:
- Apostolic Canons: Menerima semua Deuterokanonika.
- Origen dan Athanasius: Menerima sebagian sebagai bacaan berguna.
- Epiphanius (On Weights & Measures): Menerima Sirakh dan Kebijaksanaan.
Penolakan Deuterokanonika:
- Melito, Cyril, Gregory, Synod of Laodicea: Hanya menerima kanon Ibrani.
Penolakan Kitab PL Tertentu:
- Melito: Menolak Ester.
- Bryennios List: Tidak mencakup Ester.
Kitab yang Kontroversial menurut daftar kuno:
- Ester: Ditolak oleh Melito dan Bryennios List. (PL)
- Wahyu: Ditolak oleh Synod of Laodicea, Amphilochius, dan Gregory.(PB)
Kanon Katolik (73 Kitab):
- PL (46 Kitab): Termasuk 7 Deuterokanonika (Tobit, Yudit, Kebijaksanaan, Sirakh, Barukh, 1–2 Makabe) dan tambahan Daniel/Ester
- PB (27 Kitab): Standar universal.
Dasar: Septuaginta (LXX) dan keputusan Konsili Hippo (393 M), Kartago (397 M), dan Trente (1546).
Kanon Protestan (66 Kitab):
- PL (39 Kitab): Kanon Ibrani (24 kitab dipecah menjadi 39).
- PB (27 Kitab): Standar yang sama dengan Katolik
- Penolakan: Semua Deuterokanonika dianggap "Apokrif".
Sumber Primer:
- Konsili Trente: Decretum de Canonicis Scripturis.
- Athanasius: Epistola Festalis 39.
- Eusebius: Historia Ecclesiastica.
Sumber Sekunder:
- Bruce Metzger: The Canon of the New Testament (1987).
- Lee Martin McDonald: The Formation of the Biblical Canon (2017).
- F.F. Bruce: The Canon of Scripture (1988).
Perbedaan Antara 12 Daftar Kanon dan Kanon PL Katolik
Kanon PL Katolik mencakup 46 kitab (termasuk 7 Deuterokanonika: Tobit, Yudit, Kebijaksanaan, Sirakh, Barukh, 1–2 Makabe, dan Tambahan Daniel/Ester). Sementara itu, beberapa dari 12 daftar kanon tidak memasukkan semua Deuterokanonika. Berikut penyebab perbedaannya:
- Pengaruh Kanon Ibrani (Yudaisme) vs. Septuaginta (LXX)
- Kanon Ibrani (24 kitab):
- Daftar seperti Melito dari Sardis (170 M) dan Cyril dari Yerusalem (350 M) mengikuti kanon Ibrani, mengecualikan Deuterokanonika.Sumber: Melito, dikutip dalam Eusebius, Historia Ecclesiastica 4.26.14.
- Septuaginta (LXX) (50 kitab):
- Daftar seperti Sinode Laodikia (363 M) dan Athanasius (367 M) menerima sebagian Deuterokanonika sebagai "berguna" (anagignoskomena), meski tidak sepenuhnya kanonik.
- Sumber: Athanasius, Epistola Festalis 39.
- Perbedaan Regional dan Teologis
- Gereja Timur (Antiokhia, Aleksandria):
- Apostolic Canons (380 M) menerima Septuaginta lengkap, termasuk Deuterokanonika dan Epiphanius (375 M) menerima Sebagian Septuaginta (Deuterokanonika).
- Sumber: Apostolic Constitutions 8.85.
- Gereja Barat (Afrika Utara, Roma):
- Augustinus dan Konsili Hippo/Kartago (393–397 M) menetapkan 46 kitab PL (termasuk Deuterokanonika) sebagai kanon resmi.
- Sumber: Kanon 24 Konsili Kartago (397 M).
Mengapa Bapa Gereja seperti Melito dari Sardis, Origenes, Athanasius, dan lainnya tidak mengakui kitab-kitab Deuterokanonika secara penuh, disertai sumber data dan konteks historis-teologisnya?
Alasan Utama Penolakan/Penghindaran Deuterokanonika
- Kepatuhan pada Kanon Yahudi (Tanakh):
- Beberapa Bapa Gereja mengikuti daftar kitab suci Yahudi (24 kitab) yang sudah stabil sejak Konsili Jamnia/Yavneh (sekitar 90–100 M). Mereka melihat kanon Yahudi sebagai otoritatif karena diwarisi dari tradisi Perjanjian Lama.
- Kitab Deuterokanonika tidak termasuk dalam kanon Yahudi dan ditulis dalam bahasa Yunani (bukan Ibrani/Aram), sehingga dianggap kurang otentik.
- Kriteria Apostolik dan Penggunaan Liturgi:
- Kitab-kitab Deuterokanonika tidak selalu digunakan dalam liturgi atau dikaitkan dengan otoritas apostolik.
- Beberapa Bapa Gereja hanya menganggapnya sebagai bacaan edifikasi (anagignoskomena), bukan kitab "kanonik".
- Pengaruh Teolog Yahudi Kristen:
- Tokoh seperti Hieronimus (Jerome) terpengaruh oleh dialog dengan rabbi Yahudi yang menolak Deuterokanonika. Hieronimus bahkan menyebutnya apokrif (tersembunyi) dalam Prologus Galeatus.
Kesimpulan:
Beberapa Bapa Gereja yang skeptis terhadap Septuaginta-Deuterokanonika dipengaruhi oleh:
- Otoritas Kanon Yahudi yang sudah mapan.
- Bahasa dan Asal Usul: Deuterokanonika ditulis dalam Yunani, bukan Ibrani.
- Ketiadaan Penggunaan Liturgis di komunitas Yahudi.
- Pengaruh Teolog seperti St. Jerome yang kritis terhadap kitab-kitab tersebut.
Namun, Konsili Hippo (393 M) & Kartago (397 M) akhirnya mengukuhkan Deuterokanonika sebagai
bagian dari kanon PL Gereja Katolik, sementara Gereja
Ortodoks tetap mempertahankan Septuaginta lengkap.
Tingkat Otoritas 12 Daftar Kanon (Daftar Kanon Decky Ngadas)
Status dalam Gereja Kristen Awal
Daftar Bryennios (100–150 M):
- Hanya mencantumkan 27 kitab PL (termasuk Tambahan Daniel).
- Otoritas: Diragukan karena hanya ditemukan dalam CodexHierosolymitanus abad ke-11.
Origenes (c. 230 M):
- Menerima 22 kitab PL Ibrani, tetapi menggunakan Deuterokanonika dalam tulisannya.
- Otoritas: Dianggap sebagai teolog terkemuka, tetapi tidak memiliki kekuatan magisterial.
Athanasius (367 M):
- Menyebut Deuterokanonika sebagai "bacaan berguna", bukan kanonik.
- Otoritas: Suratnya berpengaruh, tetapi bukan dokumen resmi gerejawi.
Konsili Laodikia (363 M):
- Hanya menetapkan 26 kitab PB, tidak membahas PL secara eksplisit.
- Otoritas: Keputusan regional, tidak diakui secara universal.
Apakah 12 Daftar Ini Dianggap Sah dalam Gereja Awal?
Tidak ada konsensus tunggal:
- Ke-12 daftar tersebut mencerminkan keragaman tradisi lokal, bukan kanon universal.
Contoh:
- Athanasius (367 M) mengakui hanya 22 kitab PL (kanon Ibrani) + 7 Deuterokanonika sebagai bacaan edifikasi.
- Sinode Laodikia (363 M) mengecualikan Wahyu dari PB, tetapi tidak membahas Deuterokanonika secara eksplisit.
- Kanon yang Lebih Otoritatif:
Konsili Hippo (393 M) dan Kartago (397 M) adalah keputusan gerejawi pertama yang secara resmi menerima 46 kitab PL (termasuk Deuterokanonika).
Sumber: Codex Canonum Ecclesiae Africanae (419 M).
Kanon KITAB SUCI Mana yang Lebih OTORITATIF di masa Gereja Awal?
Berdasarkan Bukti Historis
- Septuaginta Dominan di Gereja Awal:
Bukti:
- PB mengutip LXX: 300+ kutipan PL dalam PB berasal dari LXX, termasuk Kebijaksanaan 2:12–20 dalam Markus 15:29. Dan konteks hari raya Pentahbisan Bait Allah Kitab Makabe yang diperingati Yesus di serambi Salomo-Yersalem dalam Yoh 10:22
- Bapa Gereja: Ignatius dari Antiokhia († 108 M) mengutip 2 Makabe sebagai Kitab Suci.
Sumber: David A. deSilva, Introducing the Apocrypha (2002), hlm. 20–25.
- Septuaginta sebagai Alkitab Gereja Perdana:
Martin Hengel (sejarawan Kristen): "Para rasul dan penulis PB mengutip Septuaginta, yang mencakup Deuterokanonika. Gereja awal tidak membedakan antara kanon Ibrani dan Yunani."
Sumber: The Septuagint as Christian Scripture (2002), hlm. 102.
- Kanon Ibrani Tidak Dikenal di Gereja Perdana:
Bruce Metzger: "Tidak ada bukti bahwa gereja perdana mengikuti kanon Ibrani. Septuaginta adalah Alkitab mereka."
Sumber: The Canon of the New Testament (1987), hlm. 110
- Konsili Hippo/Kartago: “Keputusan ini mewakili konsensus gereja Barat abad ke-4–5 yang mengukuhkan Septuaginta”.
Sumber: J.N.D. Kelly, Early Christian Doctrines (1978), hlm. 53–55.
Berikut adalah beberapa daftar konsili, keputusan gerejawi, dan tokoh-tokoh penting dalam Gereja Katolik yang menetapkan atau mengakui Deuterokanonika sebagai bagian dari kanon Alkitab yang sah diluar selain Konsili Roma 382 dan sebelum Konsili Trente (1546):
Tradisi Apostolik dan Penggunaan Septuaginta (Abad 1-2)
- Konteks: Gereja perdana menggunakan Septuaginta (LXX)—terjemahan Yunani dari PL yang mencakup Deuterokanonika—sebagai Alkitab resmi. Kitab-kitab seperti Kebijaksanaan Salomo, Sirakh, dan Barukh sering dikutip oleh penulis Kristen awal.
- Tokoh:
- St. Klemens dari Roma († 99 M): Mengutip Kebijaksanaan dan Sirakh dalam suratnya (1 Clement).
- St. Ignatius dari Antiokhia († 108 M): Mengacu pada Tobit dan Yudit.
- Sumber:
- 1 Clement 3:4 (mengutip Kebijaksanaan 12:12).
- Ignatius, Surat kepada Jemaat Efesus 15:1 (mengacu pada Tobit).
Konsili Kartago (397 M)
- Tahun: 397 M
- Tokoh:
- St. Augustinus (pemimpin konsili).
- St. Aurelius dari Kartago (uskup).
- Keputusan:
- Mengukuhkan keputusan Konsili Hippo: "Selain Kitab Suci Kanonik, tidak ada yang boleh dibacakan di Gereja dengan nama Kitab Suci Ilahi. Kitab-kitab Kanonik adalah: ... [termasuk Deuterokanonika]."
- Daftar PL mencakup Tobit, Yudit, Kebijaksanaan, Sirakh, 1–2 Makabe, dll.
- Sumber:
- Kanon 24 Konsili Kartago (397 M).
- Codex Canonum Ecclesiae Africanae (419 M).
Konsili Hippo (393 M)
- Tahun: 393 M
- Tokoh:
- St. Augustinus dari Hippo (pengaruh utama).
- Uskup-uskup Afrika Utara.
- Keputusan:
- Menetapkan 46 kitab PL (termasuk Deuterokanonika) dan 27 kitab PB sebagai kanon resmi.
- Kitab-kitab Deuterokanonika diakui sepenuhnya.
- Sumber:
- Kanon 36 Konsili Hippo (dokumen tidak lengkap, direkonstruksi melalui referensi Konsili Kartago).
- Augustinus, De Doctrina Christiana II.8.
Paus Innosensius I (405)
- Surat kepada Uskup Eksuperius (405 M): Menegaskan daftar kitab PL yang mencakup Deuterokanonika.
- Sumber: Denzinger-Schönmetzer (DS 213)
Dekret Gelasianus (Gelasian Decree) (Abad ke-5)
- Tahun: Sekitar 492–496 M (diatribusikan kepada Paus Gelasius I).
- Tokoh: Paus Gelasius I (atau mungkin kompilasi abad ke-6).
- Keputusan:
- Menyebut Deuterokanonika sebaga i bagian dari kanon Alkitab.
- Daftar PL mencakup Tobit, Yudit, Kebijaksanaan, Sirakh, 1–2 Makabe, dll.
- Sumber:
- Decretum Gelasianum (Dekret Gelasianus).
- Teks lengkap dalam Patrologia Latina (PL 59).
St. Thomas Aquinas (Abad ke-13)
- Tahun: Abad ke-13
- Tokoh: St. Thomas Aquinas (teolog dan Doktor Gereja).
- Posisi: Dalam Summa Theologiae, Aquinasmengutip Kebijaksanaan dan Sirakh sebagai Kitab Suci.Menegaskan otoritas Deuterokanonika dalam tradisi gerejawi.
- Sumber: Summa Theologiae I, q. 36, a. 1 (mengutip Kebijaksanaan 7:25).
Konsili Florence (1442)
- Tahun: 1442
- Tokoh: Paus Eugenius IV (pemimpin konsili).
- Keputusan: Dalam Dekret untuk Yakobit (Cantate Domino), konsili menyatakan:
"Kitab-kitab Perjanjian Lama adalah: ... [termasuk Deuterokanonika] ... yang diterima Gereja Katolik sebagai kanonik." Ini adalah pengakuan resmi sebelum Konsili Trente.
- Sumber:
- Bulla Cantate Domino (1442), dikutip dalam Enchiridion Symbolorum (DS 1335).
Daftar Kronologis Keputusan Kanon Resmi
Tahun | Peristiwa/Konsili | Tokoh Kunci | Status Deuterokanonika |
Abad 1–2 | Penggunaan Septuaginta | St. Klemens, St. Ignatius | Diterima dalam liturgi dan kutipan. |
393 M | Konsili Hippo | St. Augustinus | Ditetapkan sebagai kanon resmi. |
397 M | Konsili Kartago | St. Augustinus | Diulangi dan dikukuhkan. |
367 M | Surat Paskah St. Athanasius | St. Athanasius | Dianjurkan untuk pembacaan. |
Abad 5 | Dekret Gelasianus | Paus Gelasius I | Diklasifikasikan sebagai kanonik. |
1442 | Konsili Florence | Paus Eugenius IV | Dinyatakan sebagai kanon resmi. |
Catatan Penting:
- Deuterokanonika telah digunakan Gereja Katolik sejak abad ke-1, tetapi pengesahan resminya dilakukan melalui konsili lokal (Hippo, Kartago) dan dokumen kepausan (Dekret Gelasianus, Konsili Florence sebelum Konsili Trente).
- Konsili Trente (1546) hanya mengukuhkan tradisi yang sudah berjalan selama 1.200 tahun, bukan menciptakan kanon baru.
Sumber Data Primer:
- Konsili Hippo dan Kartago: Codex Canonum Ecclesiae Africanae (419 M).
- St. Athanasius: Epistola Festalis 39 (367 M).
- Dekret Gelasianus: Decretum Gelasianum (abad ke-6).
- Konsili Florence: Bulla Cantate Domino (1442).
Sumber Data Sekunder:
- Bruce Metzger: The Canon of the New Testament (1987).
- F.F. Bruce: The Canon of Scripture (1988).
- J.N.D. Kelly: Early Christian Doctrines (1978).
Tabel Perbandingan Kanon Alkitab 4 Gereja Apostolik
Aspek | Katolik | Asyria Timur | Ortodoks Oriental | Ortodoks Timur |
PL (Jumlah Kitab) | 46 | 22 | 46–81 (tergantung tradisi) | 50 |
Deuterokanonika | Ya | Tidak (kecuali Sirakh) | Ya (varian tambahan) | Ya (+3 Makabe, dll.) |
PB (Jumlah Kitab) | 27 | 22 | 27 (dengan tambahan lokal) | 27 |
Kitab Unik | - | - | 1 Henokh (Ethiopia) | Mazmur 151 |
Sumber Data:
Katolik:
- Primer: Decretum de Canonicis Scripturis (Konsili Trente, 1546).
- Sekunder: Bruce Metzger, The Canon of the New Testament (1987).
Asyria Timur:
- Primer: Sinode Dadyeshu (424 M), Peshitta.
- Sekunder: J.F. Coakley, The Church of the East (1992).
Ortodoks Oriental:
- Primer:
- Sinode Alexandria (koleksi kanon Koptik).
- Fetha Nagast (hukum gereja Ethiopia).
- Sekunder:
- Getatchew Haile, The Ethiopian Orthodox Church’s Tradition on the Holy Scriptures (1981).
- Vrej Nersessian, The Armenian Canon of the Bible (2001).
Ortodoks Timur:
- Primer: Keputusan Sinode Jerusalem (1672).
- Sekunder:
- Metropolitan Kallistos Ware, The Orthodox Church (1993).
- John Meyendorff, Byzantine Theology (1974).
Catatan Kunci:
Deuterokanonika:
- Diakui penuh oleh Katolik dan Ortodoks Timur, tetapi ditolak oleh Asyria Timur.
- Ortodoks Oriental (terutama Ethiopia) memiliki tambahan unik seperti 1 Henokh.
Perjanjian Baru:
- Gereja Asyria Timur mengecualikan 2 Petrus, 2–3 Yohanes, Yudas, dan
- Wahyu karena tidak ada dalam Peshitta kuno.
Variasi Regional:
- Ethiopia memiliki kanon PL terluas (hingga 81 kitab), sementara Asyria Timur paling ketat mengikuti kanon Yahudi.
Otoritas Kanon:
- Katolik dan Ortodoks Timur memiliki keputusan sinode resmi, sementara Ortodoks Oriental lebih mengandalkan tradisi lokal.
Referensi Akademis:
- Katolik: Jedin, H. (1960). A History of the Council of Trent.
- Asyria Timur: Brock, S. (2006). The Bible in the Syriac Tradition.
- Ortodoks Oriental: Cowley, R.W. (1974). The Traditional Interpretation of the Apocalypse of St. John in the Ethiopian Orthodox Church.
- Ortodoks Timur: St. Athanasius Academy of Orthodox Theology (2008). The Orthodox Study Bible.
Tetapi Kitab PL (Kanon Ibrani) sudah ditutup di Konsili Yamnia? (Posisi Protestan)
Kanon Yahudi (Tanakh) dan Mitos "Konsili Jamnia”
Konteks Historis
- Konsili Jamnia (Yavneh):
- Tahun: Sekitar 90–100 M, setelah penghancuran Bait Suci Kedua (70 M).
- Lokasi: Yavneh (Jamnia), Palestina, di bawah kepemimpinan Rabi Yohanan ben Zakkai.
- Tujuan: Awalnya dianggap sebagai sinode Yahudi yang menetapkan kanon PL, tetapi studi modern membantah ini.
Pandangan Studi Modern
- Kanon Tidak Ditetapkan di Jamnia:
- Lee Martin McDonald (ahli kanon Alkitab): "Tidak ada bukti arkeologis atau tekstual bahwa 'Konsili Jamnia' secara resmi menutup kanon Yahudi. Proses kanonisasi bersifat gradual dan tidak terpusat.“
Sumber: The Formation of the Biblical Canon (2017), Vol. 1, hlm. 25–30.
- Kanon Yahudi Sudah Stabil Sebelumnya ?:
- Jack P. Lewis (pakar Perjanjian Lama):
- Diskusi di Yavneh hanya mengonfirmasi kanon yang sudah diterima, bukan menetapkannya. Kitab-kitab seperti Kidung Agung dan Pengkhotbah masih diperdebatkan hingga abad ke-2 M."
Sumber: Jamnia Revisited (1964), JBL 86, hlm. 191–198.
- Protestan salah memahami bahwa kanon Yahudi sudah tetap sejak zaman Ezra. Faktanya, kanonisasi PL berkembang hingga abad ke-2 M.
Sumber: Bruce Metzger, The Canon of the New Testament (1987), hlm. 110–115.
Tapi Kardinal Cajetan Yang Sejaman Dengan Luther Juga Menolak Deuterokanonika ?
Latar Belakang Konteks Historis
Kardinal Tommaso de Vio, dikenal sebagai Cajetan (1469–1534), adalah seorang teolog Thomist terkemuka dan legatus kepausan yang bertemu Martin Luther pada Diet Augsburg (1518) untuk membahas 95 Tesis. Meskipun Cajetan adalah pembela setia otoritas Gereja Katolik, pandangannya tentang kanon Alkitab mencerminkan nuansa yang dipengaruhi oleh
tradisi skolastik dan debat pra-Trentenian tentang status kitab-kitab deuterokanonika
Posisi Cajetan tentang Deuterokanonika
Pengaruh Hieronimus dan Kanon Ibrani:
Cajetan dipengaruhi oleh Hieronimus (penyusun Vulgata), yang membedakan antara kitab- kitab dalam kanon Ibrani (24 kitab) dan Septuaginta (LXX) yang mencakup deuterokanonika. Hieronimus menganggap deuterokanonika sebagai "bacaan berguna" (ecclesiastical books) tetapi bukan kitab kanonik penuh.
Sumber: Hieronimus, Prologus Galeatus (Prakata untuk Samuel–Raja-raja).
Komentar Cajetan tentang Kitab Ayub (1535):
Dalam komentarnya, Cajetan menyatakan keraguan tentang status kanonik kitab-kitab seperti Tobit, Yudit, dan Kebijaksanaan Salomo: "Kitab-kitab ini tidak ditemukan dalam kanon Ibrani, dan karenanya tidak dapat digunakan untuk meneguhkan doktrin iman."
Sumber: Cajetan, Commentaria in Librum Iob (1535).
Pernyataan di Konsili Lateran V (1516):
Cajetan menyerukan reformasi gereja, termasuk klarifikasi kanon Alkitab. Namun, ia tidak secara eksplisit menolak deuterokanonika—hanya menekankan perlunya kehati-hatian dalam penggunaan teks non-Ibrani.
Apakah Cajetan "Mendukung" Luther?
Tidak Sepenuhnya: Cajetan tidak menolak otoritas Gereja atau menerima penolakan Luther terhadap deuterokanonika. Namun, ia mengakui adanya debat akademis tentang status kitab-kitab tersebut, yang mungkin disalahtafsirkan sebagai "dukungan" untuk kritik Luther.
- Konflik di Augsburg (1518): Luther menolak otoritas Paus dan tradisi gereja, sementara Cajetan bersikeras bahwa "hanya Gereja yang berhak menafsirkan Kitab Suci." Cajetan tidak membahas deuterokanonika dalam debat ini, tetapi fokus pada isu indulgensi dan otoritas kepausan.
Sumber: Acta Augustana (1518), dalam Luther’s Works, Vol. 31.
Validitas Pandangan Cajetan
Dasar Teologis:
Cajetan mengikuti tradisi Hieronimus yang membedakan antara kanon Ibrani dan Septuaginta. Namun, pandangan ini bertentangan dengan konsensus gereja pra- Reformasi yang menerima Septuaginta (termasuk deuterokanonika) sebagai kanon resmi.
- Konsili Hippo (393 M) dan Kartago (397 M) telah menetapkan 46 kitab PL sebagai kanon Katolik.
Sumber: Codex Canonum Ecclesiae Africanae.
Kritik dari Gereja Katolik:
- Konsili Trente (1546): Menegaskan deuterokanonika sebagai bagian dari Kanon Suci, menyebut Cajetan sebagai "teolog yang keliru" karena keraguannya.
Sumber: Decretum de Canonicis Scripturis, Sesi IV.
- Robert Bellarmine (teolog Kontra-Reformasi): "Cajetan terjebak dalam kesalahan Hieronimus, mengabaikan tradisi apostolik yang menerima Septuaginta."
Sumber: De Controversiis (1586), Buku 1.
Mengapa Cajetan Berpandangan Seperti Itu? Pengaruh Humanisme Renaisans:
Cajetan terpapar gerakan humanis yang menekankan kembali ke sumber asli (ad fontes), termasuk teks Ibrani.
Warisan Thomist: Aquinas menerima deuterokanonika, tetapi Cajetan mungkin mengembangkan interpretasi kritis berdasarkan metodologi skolastik.
Analisis Historis Modern:
- Jaroslav Pelikan (sejarawan): "Cajetan mewakili aliran kritis dalam Gereja pra-Trentenian yang dipengaruhi humanisme Renaisans, tetapi ia tidak pernah secara resmi menolak deuterokanonika."
Sumber: The Christian Tradition, Vol. 4 (1984), hlm. 220.
- David Berger (ahli skolastik): "Pandangan Cajetan tentang deuterokanonika adalah minoritas dan tidak mencerminkan magisterium Gereja."
Kesimpulan:
- Pandangan Cajetan Tidak Valid Secara Magisterial: Meskipun Cajetan adalah teolog terpelajar, keraguannya tentang deuterokanonika tidak mewakili posisi resmi Gereja Katolik, yang telah mengukuhkan kanon PL 46 kitab melalui konsili-konsili ekumenis.
- Perbedaan dengan Luther: Luther menolak deuterokanonika secara radikal berdasarkan sola Scriptura, sementara Cajetan hanya meragukan status kanoniknya tanpa menentang otoritas Gereja.
- Relevansi Historis: Debat ini menunjukkan kompleksitas perkembangan kanon Alkitab sebelum Konsili Trente dan pengaruh humanisme pada teologi Katolik awal Reformasi.
Dengan demikian, kanon Katolik yang mencakup deuterokanonika tetap lebih sah secara historis dan teologis, sementara pandangan Cajetan mencerminkan dinamika internal Gereja pra-Reformasi
Sumber Referensi Utama:
- Cajetan, Commentaria in Librum Iob (1535).
- Hieronimus, Prologus Galeatus.
- Decretum de Canonicis Scripturis (Konsili Trente, 1546).
- Jaroslav Pelikan, The Christian Tradition, Vol. 4 (1984).
- Robert Bellarmine, De Controversiis (1586).
St. Jerome
“What sin have I committed if I follow the judgment of the churches? But he who brings charges against me for relating (in my preface to the book of Daniel) the objections that the Hebrews are wont to raise against the story of Susannah [Dn 13], the Song of the Three Children (Dn 3:29–68), and the story of Bel and the Dragon (Dn 14), which are not found in the Hebrew volume, proves that he is just a foolish sycophant. I was not relating my own personal views, but rather the remarks that they are wont to make against us. If I did not reply to their views in my preface, in the interest of brevity, lest it seem that I was composing not a preface, but a book, I believe I added promptly the remark, for I said, “This is not the time to discuss such matters” (Apology Against Rufinus 2:33 (A.D. 401)).
Terjemahan:
Dosa apa yang telah saya lakukan jika saya mengikuti keputusan gereja? Tetapi dia yang mengajukan tuduhan terhadap saya karena menceritakan (dalam kata pengantar saya untuk kitab Daniel) keberatan yang biasa diajukan orang Ibrani terhadap cerita Susannah (Dn 13), Nyanyian Tiga Anak (Dn 3:29– 68), dan kisah Bel dan Naga (Dn 14), yang tidak ditemukan dalam volume Ibrani, membuktikan bahwa dia hanyalah penjilat yang bodoh. Saya tidak menceritakan pandangan-pandangan pribadi saya, melainkan pernyataan-pernyataan yang biasa mereka lontarkan terhadap kita. Jika saya tidak menjawab pandangan mereka dalam kata pengantar saya, demi singkatnya, agar tidak terlihat bahwa saya sedang menulis bukan kata pengantar, tapi sebuah buku, saya yakin saya segera menambahkan komentar tersebut, karena saya berkata, “Ini bukan waktu untuk membahas masalah seperti itu” (Apology Against Rufinus 2:33 (401 M)).
Apakah Martin Luther Menolak Deuterokanonika Sejak Sebelum Reformasi?
Berikut adalah analisis terperinci mengenai bukti tertulis penolakan Martin Luther terhadap status kanonik kitab Deuterokanonika sebelum masa Reformasi (sebelum 1517), dilengkapi sumber-sumber primer dan sekunder:
- Konteks Historis
Sebelum mempublikasikan 95 Tesis pada 31 Oktober 1517, Martin Luther adalah seorang biarawan Agustinian dan profesor teologi di Universitas Wittenberg. Pada masa ini, ia masih setia kepada Gereja Katolik dan menggunakan Alkitab Vulgata (termasuk Deuterokanonika) dalam pengajaran dan khotbahnya. Tidak ada bukti tertulis bahwa Luther menolak Deuterokanonika sebelum 1517. Penolakannya berkembang secara bertahap setelah konflik dengan otoritas gereja terkait indulgensi dan otoritas Paus.
- Bukti Tertulis Sebelum 1517 (sebelum reformasi)
- Penggunaan Deuterokanonika dalam Tulisan Awal Luther
- Lectures on the Psalms (1513–1515): Luther mengutip Kebijaksanaan Salomo dan Sirakh sebagai sumber ilustrasi moral
Contoh: "Seperti dikatakan Sirakh 3:18: 'Semakin besar engkau, semakin rendahkan dirimu.'"
Sumber: Luther’s Works (American Edition), Vol. 10, hlm. 45.
- Lectures on Romans (1515–1516): Luther merujuk Kebijaksanaan 11:20 untuk menjelaskan keteraturan alam: "Allah menciptakan segala sesuatu menurut ukuran, bilangan, dan berat."
Sumber: Luther’s Works, Vol. 25, hlm. 112.
- Tidak Ada Penolakan Eksplisit Sebelum 1517
- Surat dan Khotbah Awal: Dalam surat-suratnya sebelum 1517 (mis. surat kepada Georg Spalatin, 1516), Luther tidak pernah menyebutkan keraguan tentang kanonisitas Deuterokanonika.
Sumber: Luther’s Correspondence and Other Contemporary Letters, Vol. 1, hlm. 34–38.
- Luther selama periode Reformasi 1517–1519 (saat Reformasi/Sebelum Debat Leipzig vs John Eck)
Pada fase awal Reformasi, Luther masih menggunakan Deuterokanonika sebagai bagian dari tradisi Katolik. Contoh penggunaan dalam tulisan Luther di awal reformasi:
- Sermon on Almsgiving. Luther, M. (1516–1517).
Dalam khotbahnya tentang sedekah dan doa (sekitar 1516–1517), Luther mengutip Tobit: "Doa dan puasa adalah baik, tetapi lebih baik lagi sedekah disertai kebenaran.“ {Tobit 12:8-9)
Sumber: Luther’s Works (American Edition), Vol. 51.
- "Resolutions Concerning the Ninety-Five Theses" (1518):
- Luther merujuk Kebijaksanaan Salomo untuk mendukung argumen tentang dosa dan anugerah:"Seperti dikatakan Kebijaksanaan 1:13: 'Allah tidak menciptakan kematian'—ini menunjukkan bahwa dosa adalah penyebab kematian rohani."
Sumber: Luther’s Works (American Edition), Vol. 31, hlm. 225.
- "Heidelberg Disputation" (1518):
Luther mengutip Sirakh 3:18 untuk menekankan kerendahan hati: "Orang yang rendah hati akan menerima anugerah, seperti tertulis dalam Kitab Sirakh."
Sumber: Luther’s Works, Vol. 31, hlm. 52.
- Perkembangan Penolakan Luther Pasca-1517
Penolakan Luther terhadap Deuterokanonika muncul setelah 1517, seiring perkembangan doktrin sola Scriptura dan konflik dengan Gereja Katolik.
- Debat Leipzig (1519):
Luther pertama kali menyatakan keraguan tentang Deuterokanonika ketika Johann Eck mengutip 2 Makabe 12:45 untuk membela doktrin api penyucian (purgatory): "Kitab Makabe tidak termasuk dalam Alkitab Ibrani. Ia tidak dapat menjadi dasar doktrin."
Sumber: Acta Augustana (1519), dalam Luther’s Works, Vol. 31, hlm. 307.
- Prakata untuk Alkitab Luther (1534):
Dalam Alkitab terjemahannya, Luther menulis: "Kitab-kitab Apokrif ini tidak setara dengan Kitab Suci, tetapi berguna untuk dibaca."
Sumber: Prakata untuk Deuterokanonika, Alkitab Luther (1534).
Tentang Sirakh:
- "Sirakh adalah kitab yang baik, tetapi ia hanya mengajarkan hukum manusia, bukan Injil Kristus."
Sumber: Prakata untuk Kitab Sirakh dalam Alkitab Luther (1534).
Timeline Pandangan Luther Terhadap Kanon Alkitab Yang Berubah Mengikuti Doktrin Pribadinya
- Analisis Akademis
- Roland Bainton (Ahli Sejarah Reformasi): "Luther tidak menolak Deuterokanonika sebelum 1517. Sikap kritisnya berkembang setelah konflik dengan Roma."
Sumber: Here I Stand: A Life of Martin Luther (1950), hlm. 140.
- Heiko Oberman (Sejarawan Luther): "Luther awalnya mengikuti kanon Katolik. Penolakannya terhadap Deuterokanonika adalah respons terhadap penggunaan doktrinal Roma, bukan hasil studi pra-Reformasi."
Sumber: Luther: Man Between God and the Devil (1989), hlm. 176.
- David C. Steinmetz (Teolog): "Sebelum 1517, Luther adalah seorang Katolik yang taat. Kritiknya terhadap Deuterokanonika muncul belakangan sebagai bagian dari penolakan terhadap otoritas gereja."
Sumber: Luther in Context (2002), hlm. 92.
- Kesimpulan
- Tidak Ada Bukti Penolakan Sebelum 1517: Luther tidak pernah menolak status kanonik Deuterokanonika sebelum mempublikasikan 95 Tesis. Sikap kritisnya berkembang setelah 1517, terutama setelah Debat Leipzig (1519).
- Kanon Katolik Lebih Sah Secara Historis: Penggunaan Deuterokanonika dalam gereja perdana (Konsili Hippo/Kartago) dan tradisi apostolik membuktikan legitimasinya, sementara penolakan Luther adalah inovasi Reformasi.
Sumber Referensi Utama:
- Luther’s Works (American Edition), Vol. 10, 25, 31.
- Roland Bainton, Here I Stand: A Life of Martin Luther (1950). Heiko Oberman, Luther: Man Between God and the Devil (1989). Acta Augustana (1519).
Dengan demikian, tidak ada catatan tertulis yang menunjukkan penolakan Luther terhadap Deuterokanonika sebelum 1517. Klaim sebaliknya adalah mitos yang dibuat untuk mendukung narasi Reformasi.
Kesimpulan Akhir
- Tidak Ada Bukti Luther Menolak Status Kanon 7 Kitab Sebelum Debat Dengan John Eck.
- Pandangan Bapa Gereja Tidak Seragam Mengenai Kanon Dan Bukanlah Otoritas Penetapan Kanon Alkitab.
- Dalam Perdebatan Dengan Eck Status Kanon Deuteokanonika Luther Berubah Mengikuti Perubahan Doktrin Luther.
- Alkitab Harus Sesuai Doktrin Luther, Jika Tidak Sesuai Maka Yang Salah Adalah Alkitabnya.
Non nobis, Domine, Non nobis, sed nomini tuo da Gloriam...
(Psalm 115)
Ad Maiorem Dei Gloriam