LIVE DKC RABU, 29 JANUARI 2025 PUKUL 19:00 WIB: DALAM KEBAKTIAN KOK MALAH MENGHUJAT KATOLIK ..!!!

Ajaran sesat adalah istilah yang sarat dengan emosi yang sering disalahgunakan. Ini tidak sama dengan ketidakpercayaan, perpecahan, kemurtadan, atau dosa-dosa lain yang bertentangan dengan iman. Katekismus Gereja Katolik menyatakan, “Ketidak percayaan adalah pengabaian terhadap kebenaran yang diwahyukan atau penolakan yang disengaja untuk menerimanya. Bidaah adalah penyangkalan yang keras kepala setelah pembaptisan akan suatu kebenaran yang harus dipercayai dengan iman ilahi dan Katolik, atau juga keraguan yang keras kepala akan hal yang sama; kemurtadan adalah penolakan total akan iman Kristen; perpecahan adalah penolakan untuk tunduk pada Paus Roma atau persekutuan dengan anggota-anggota Gereja yang tunduk padanya” (KGK 2089).

By Manuel (Tim-DKC)

20 menit bacaan

Share: X (Twitter) Facebook LinkedIn Whatsapp Telegram
Aa
0:00 / 0:00

LIVE DKC RABU, 29 JANUARI 2025 PUKUL 19:00 WIB: DALAM KEBAKTIAN KOK MALAH MENGHUJAT KATOLIK ..!!!

Menanggapi Video David Tong dalam Kebaktian Memberikan Doktrin tentang Sola Scriptura dan Menghujat Katolik

Ajaran-ajaran Sesat Besar

Sejak awal Kekristenan, Gereja telah diserang oleh mereka yang memperkenalkan ajaran-ajaran palsu, atau ajaran sesat. Alkitab telah memperingatkan kita bahwa hal ini akan terjadi. Paulus mengatakan kepada anak didiknya yang masih muda, Timotius, “Karena akan datang waktunya, orang tidak dapat lagi menerima ajaran sehat, tetapi mereka akan mengumpulkan guru-guru menurut kehendaknya untuk memuaskan keinginan telinganya. Mereka akan memalingkan telinganya dari kebenaran dan membukanya bagi dongeng.” (2 Tim 4:3-4).

Apakah Ajaran Sesat itu?

Ajaran sesat adalah istilah yang sarat dengan emosi yang sering disalahgunakan. Ini tidak sama dengan ketidakpercayaan, perpecahan, kemurtadan, atau dosa-dosa lain yang bertentangan dengan iman. Katekismus Gereja Katolik menyatakan, “Ketidak percayaan adalah pengabaian terhadap kebenaran yang diwahyukan atau penolakan yang disengaja untuk menerimanya. Bidaah adalah penyangkalan yang keras kepala setelah pembaptisan akan suatu kebenaran yang harus dipercayai dengan iman ilahi dan Katolik, atau juga keraguan yang keras kepala akan hal yang sama; kemurtadan adalah penolakan total akan iman Kristen; perpecahan adalah penolakan untuk tunduk pada Paus Roma atau persekutuan dengan anggota-anggota Gereja yang tunduk padanya” (KGK 2089).

Untuk melakukan kesesatan, seseorang harus menolak untuk dikoreksi. Seseorang yang siap untuk dikoreksi atau yang tidak menyadari bahwa apa yang telah dikatakannya bertentangan dengan ajaran Gereja bukanlah bidaah.

Seseorang harus dibaptis utk melakukan ajaran sesat. Ini berarti bahwa gerakan-gerakan yang telah memisahkan diri dari atau dipengaruhi oleh Kekristenan, tetapi tidak mempraktikkan pembaptisan (atau pembaptisan yang sah), bukanlah bidaah, melainkan agama-agama yang terpisah. Contohnya adalah Muslim, yang tidak mempraktikkan baptisan, dan Saksi-saksi Yehova, yang tidak mempraktikkan baptisan yang sah.

Akhirnya, keraguan atau penyangkalan yang terlibat dalam bidat haruslah menyangkut masalah yang telah diwahyukan oleh Allah dan ditetapkan dengan sungguh-sungguh oleh Gereja (misalnya, Tritunggal, Inkarnasi, Kehadiran Nyata Kristus dalam Ekaristi, pengorbanan Misa, Infabilitas Paus, atau Maria Dikandung Tanpa Noda dan Maria Diangkat ke Surga).

Dengan mengingat hal ini, mari kita langsung melihat bidaah Protestanisme di abad ke-16.

Protestanisme (Abad ke-16)

Kelompok-kelompok Protestan menampilkan berbagai macam doktrin yang berbeda. Namun, hampir semuanya mengaku percaya pada ajaran sola scriptura (“hanya dengan Kitab Suci” – gagasan bahwa kita harus menggunakan hanya Alkitab ketika membentuk teologi kita) dan sola fide (“hanya dengan iman” - gagasan bahwa kita dibenarkan hanya dengan iman).

Keragaman doktrin Protestan yang besar berasal dari doktrin penghakiman pribadi, yg menyangkal otoritas Gereja yg tidak dapat salah dan menyatakan bahwa setiap individu harus menafsirkan Alkitab utuk dirinya sendiri. Gagasan ini ditolak dalam 2 Petrus 1:20, di mana kita diberitahu tentang aturan pertama dalam menafsirkan Alkitab: “Yang terutama harus kamu ketahui ialah bahwa nubuat-nubuat dalam Kitab Suci tidak boleh ditafsirkan menurut kehendak sendiri.” Ciri penting dari ajaran sesat ini adalah upaya untuk mengadu domba Gereja “dengan” Alkitab, dengan menyangkal bahwa magisterium memiliki otoritas yang tidak dapat salah untuk menafsirkan Alkitab.

Doktrin penghakiman pribadi ini telah menghasilkan ribuan denominasi Kristen yg berbeda dan kelompok-kelompok sempalan kuasi-Kristen sepanjang sejarah.

Alkitab, Tradisi Suci , Magisterium dan Penafsiran

Mengurangi dan Menambahkan Ayat-ayat

Menurut oknum Protestan dasar mengapa Gereja Katolik percaya Kitab Suci dan Tradisi Suci adalah berdasarkan 2 Tesalonika 2:15 – “Sebab itu, berdirilah teguh dan berpeganglah pada ajaran-ajaran yang kamu terima dari kami, baik secara lisan, maupun secara tertulis.” Kemudian ayat dari Wahyu 22:18-19 – “Aku bersaksi kepada setiap orang yang mendengar perkataan-perkataan nubuat dari kitab ini: “Jika seorang menambahkan sesuatu kepada perkataan-perkataan ini, maka Allah akan menambahkan kepadanya malapetaka-malapetaka yang tertulis di dalam kitab ini. Dan jikalau seorang mengurangkan sesuatu dari perkataan-perkataan dari kitab nubuat ini, maka Allah akan mengambil bagiannya dari pohon kehidupan dan dari kota kudus, seperti yang tertulis di dalam kitab ini.”

Marilah kita menganalisanya:

  • Teman Jeffmorg mengatakan bahwa Kitab Suci dan Tradisi Suci saling bertentangan atau Tradisi Suci seolah-olah menambahkan atau mengurangi apa yang dikatakan Kitab Suci. Hal ini tidaklah benar karena Alkitab dan Tradisi Suci tidak mungkin bertentangan karena keduanya datang dari sumber yang sama, yaitu Tuhan. Kitab Suci sendiri mengajarkan agar kita memegang teguh Tradisi yang disampaikan kepada kita secara tertulis ataupun lisan (lih. 2 Tesalonika 2:15). Dan Rasul Paulus sendiri mengatakan “Gereja adalah “jemaat Allah yang hidup, tiang penopang dan dasar kebenaran.” (lih. 1 Timotius 3:15).
  • Untuk membuktikan hal ini, silahkan membaca beberapa artikel di website www.katolisitas.org dan www.damaikasihchannel.com yang semuanya bersumber pada Alkitab, juga Tradisi Suci beserta dengan ajaran Magisterium Gereja. Ketiganya tidak dapat dipisahkan dan saling mendukung. Tanyakan kepada teman oknum Protestan: doktrin/ ajaran Katolik yang manakah yang mengurangi atau menambahkan ayat Alkitab?
  • Justru tanpa Tradisi Suci dan Magisterium Gereja, Alkitab dapat disalahartikan seperti yang dikatakan St. Petrus dalam 2 Petrus 3:15-17 dan 2 Petrus 1:20-21. Inilah sebenarnya penyebab terjadinya perpecahan gereja-gereja sampai adanya ±60,000 sekte/ denominasi, yang sebenarnya jika dilihat secara obyektif adalah karena berprinsip sola scriptura atau Alkitab saja. Padahal doktrin sola scriptura tidak ada di Alkitab. Jadi prinsip “Alkitab saja” tidaklah Alkitabiah.

Penafsiran yang Berbeda-beda

Pada waktu oknum Protestan menanyakan bagaiman jika terjadi penafsiran yang berbeda, maka oknum tersebut akan mengambil ayat-ayat berikut ini:

  1. Kisah Para Rasul 15:1-2 – “Beberapa orang datang dari Yudea ke Antiokhia dan mengajarkan kepada saudara-saudara seiman di situ, “Jikalau kamu tidak disunat menurut adat istiadat yang diwariskan oleh Musa, kamu tidak dapat diselamatkan.” Tetapi Paulus dan Barnabas dengan keras melawan dan membantah pendapat mereka itu. Akhirnya ditetapkan, supaya Paulus dan Barnabas serta beberapa orang lain dari jemaat itu pergi kepada rasul-rasul dan penatua-penatua di Yerusalem untuk membicarakan persoalan itu.”
  2. Matius 24:45-47 – “Siapakah hamba yang setia dan bijaksana, yang diangkat oleh tuannya atas orang-orangnya untuk memberikan mereka makanan pada waktunya? Berbahagialah hamba yang didapati tuannya melakukan tugasnya itu, ketika tuannya itu datang. Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Tuannya itu akan mengangkat dia menjadi pengawas segala miliknya.”
  3. Kisah Para Rasul 20:29-30 –“ Aku tahu bahwa sesudah aku pergi, serigala-serigala yang ganas akan masuk ke tengah-tengah kamu dan tidak akan menyayangkan kawanan itu. Bahkan dari antara kamu sendiri akan muncul beberapa orang, yang dengan ajaran palsu berusaha menarik murid-murid dari jalan yang benar supaya mengikut mereka.

Analisa terhadap beberapa ayat tersebut diatas:

  1. Ayat dalam Kisah Para Rasul 15:1-2 adalah tepat karena itulah yang akan terjadi apabila ada ketidaksetujuan atau untuk menetapkan doktrin, maka mereka datang kepada para rasul dan penatua-penatua di Yerusalem. Dan yang terjadi disana adalah Petrus, Paus Pertama (lih. Matius 16:18) memberikan suatu pandangan yang diterima para rasul dan para penatua (lih. Kisah Para Rasul 15:7-11). Hal inilah yang terjadi dalam Gereja Katolik, dimana melaui konsili-konsili, Gereja mengambil keputusan yang diterangi Roh Kudus sehingga Gereja dapat melindungi ajaran Kristus dari penyimpangan-penyimpangan. Rasul Yakobus, adalah uskup pertama Yerusalem, yang dalam kondisi sekarang adalah para uskup yang menbawahi Keuskupan. Inilah suatu bukti bahwa Konsili Pertama menjadi alat untuk menghindari perpecahan antara jemaat Kristen perdana dari kaum Yahudi dan non-Yahudi. Pada saat itu mereka mendasarkan pengajaran pada konsili yang berpegang pada pengajaran Kristus, maka perpecahan dapat dihindari. Inilah yang diajarkan Gereja Katolik sehingga tetap Satu, Kudus, Katolik dan Apostolik. Empat tanda inilah yang membuktikan Gereja Katolik didirikan oleh Kristus sendiri.
  2. Ayat dari Matius 24:45-47: saya tidak terlalu mengerti mengapa oknum Protestan mengutip ayat ini. Kalau maksudnya bahwa yang berpegang pada Firman Tuhan adalah hamba yang setia, maka semua pengajaran Gereja Katolik adalah berdasarkan Firman Tuhan.
  3. Kisah Para Rasul 20:29-30Oleh karena itulah Gereja Katolik melalui Magisterium Gereja memberikan interpretasi terhadap Kitab Suci dan Tradisi Suci sehingga Gereja dapat mewariskan pengajaran Kristus secara murni. Ini dapat dibuktikan dengan pengajaran yang senantiasa sama dari awal sampai saat ini, maupun sampai pada akhir zaman. Sebagai contoh, Kristus mengajarkan bahwa Dia sendiri hadir dalam rupa roti dan anggur, para Bapa Gereja mengajarkan hal tersebut dalam Ekaristi Kudus, dan Gereja Katolik saat ini juga mengajarkan hal yang sama. Kebenaran akan terus bertahan dan tidak tergantung kepada zaman dan opini publik.[1]

Buah Beracun dari Reformasi

Reformasi Protestan tidak hanya menyebabkan perpecahan dari Gereja Katolik tetapi juga merusak cara orang berpikir tentang wahyu dan otoritas ilahi. Pendapat pribadi menjadi otoritas kebenaran tertinggi, dan setelah 500 tahun dampak menghancurkan dari kesalahan itu terlihat.

Tentu saja Martin Luther dan John Calvin tidak bermaksud menghancurkan agama Kristen, mereka berasumsi bahwa budaya Kristen yang mereka nikmati akan selalu ada sebagai fondasi masyarakat tetapi dengan menghancurkan diri mereka sendiri, fondasi tersebut menjadi rusak.

Butuh waktu 500 tahun tetapi kita hidup dari hasil logis etos Protestantisme yang mendefiniskan dirinya sendiri sebagai masyarakat narsis dan hedonistik. Hedonisme adalah gaya hidup yang berfokus pada pencarian kesenangan dan kepuasan tanpa batas, yang menghancurkan dirinya sendiri dengan kecepatan yang terus meningkat.

Reformasi Mulai Terjadi

Di awal 1500 M, Martin Luther, seorang iman yang sangat teliti, melihat penyalahgunaan tertentu di Gereja terkait dengan pengampunan dosa dan kekuasaan klerus, dan ia memprotesnya. Pertikaian lokal yang awalnya tidak berbahaya berubah menjadi serangkaian peristiwa yang jauh lebih besar, dan protesnya menjadi lebih keras dan dramatis.

Meskipun sebagai imam Agustinian, Luther mulai menentang imamat, tidak mempercayai dan akhirnya menolak wewenang khusus yang menurut Gereja diberikan Kristus kepada para imam. Sebagai lambang pemberontakan totalnya, Luther kemudian meninggalkan imamat, melanggar sumpahnya dan lahirlah Protestantisme.

Strateginya seperti ini: hancurkan imamat dan monopoli Gereja atas otoritas, gunakan sola scriptura sebagai cara membebaskan wahyu Tuhan dari kendali Gereja, dan mengklaim diri sebagai penafsir Alkitab yang autentik. Hal ini ditiru orang lainnya dan ingin juga menjadi “para reformis.”

Dengan pola seperti ini, setiap kepercayaan suci seperti sakramen, imamat, suksesi apostolik, kitab-kitab dalam Alkitab sendiri, seni sakral dihapus dan dihancurkan, dimulai dari pembajakan dan bahkan buah-buah pertama reformasi pun terbukti busuk.

Meningkatnya Opini

Martin Luther dengan terkenal menyatakan bahwa Paus dan Konsili telah melakukan kesalahan, tetapi hal yang sama tidak dapat diterapkan ke dirinya. Jika mereka salah, seharusnya Luther juga ikut salah. Rekan-rekan pemberontaknya seperti Zwingli dan Calvin menyadari hal ini dan kemudian menempuh jalan mereka sendiri dengan doktrin-doktrin yang tak terhitung jumlahnya (3 sola menjadi 5 sola). Dan gerakan-gerakan Protestantisme yang pertama kali menyimpangpun diluncurkan.

Sementara Luther memakai sola scriptura untuk merebut kendali kebenaran ilahi dari Katolikisme, realitas berbeda mulai terjadi. Meskipun dalam sola scriptura, Alkitab adalah satu-satunya aturan iman yang tidak dapat salah, ia bukanlah satu-satunya otoritas. Pemimpin Kristen juga memiliki otoritas dan harus didengarkan. Sola scriptura kemudian berubah menjadi solo scriptura, dimana otoritas penafsiran tertinggi adalah individu. Hal ini kemudian dibuktikan oleh sekelompok umat Katolik secara silogisme.

Seorang sarjana Protestan, Alister McGarth, mengklaim kemampuan Protestantisme yang mirip dengan amuba untuk beradaptasi dengan norma-norma budaya yang terus berubah ini adalah suatu ciri, bukan suatu gangguan. McGarth adalah seorang Anglikan dan meskipun Protestan, ia tetap memiliki obyektivitas mengakui ketidakmampuan Protestantisme menyatukan semuanya. Tidak ada penengah antara dua orang yang saling bertentangan mengenai makna Kitab Suci, dan keberadaannya akan bertentangan dengan Protestantisme itu sendiri.

Meskipun mikroorganisme adaptif memang menarik, keberagaman tersebut hanya dapat dianggap sah jika disatukan dengan kebenaran yang tidak dapat berubah. Tuhan tidak mengubah apa yang pernah diungkapkan kepada kita, kebenaran tidak pernah berubah dan kesatuan di dalamnya yang telah diberikan Tuhan kepada kita bukan sekedar ide bagus, tetapi doa Kristus dalam Yohanes 17 (Doa Yesus untuk murid-murid-Nya).

Panoply Protestan yang Memusingkan

Mengingat sejarah ini dan DNA Protestantisme, saya telah menerima email dari umat Katolik yang bingung dengan Protestantisme dan kaum Protestan yang mereka temui. Bagi merekalah saya menulis Navigating the Tiber, panduan untuk menuntun teman-teman Protestan anda ke Gereja Katolik.

Presentasi Quovadis Tim DKC

Ayat yang Umumnya Digunakan untuk Mendukung Doktrin Sola Scriptura

Ayat-ayat yang sering digunakan sebagai dasar sola scriptura (disarikan dari Fr. Frank Chacon dan Jim Burnham, Beginning Apologetics 7, (Farmington: San Juan Catholic Seminars, 2003) hal. 17-19)

  1. 2 Timotius 3:16-17 – “Seluruh Kitab Suci diilhamkan Allah dan bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik.”

Ada banyak orang menginterpretasikan bahwa karena ayat ini maka mereka hanya membutuhkan Kitab Suci untuk menjadi umat Kristen yang baik. Padahal pada saat surat kepada Timotius ini ditulis, Kanon Kitab Suci belum ada. Jadi di kalangan jemaat masih beredar berbagai tulisan, dan jemaat tidak dapat tahu dengan pasti mana tulisan “yang dilihami oleh Allah” dan mana yang tidak.

Lihatlah juga bahwa “sesuatu yang bermanfaat” itu bukan berarti hanya satu-satunya yang kita perlukan atau segalanya yang kita butuhkan. Sesuatu dapat bermanfaat tetapi tidak menjadi satu-satunya yang kita butuhkan. Misalnya cahaya matahari diperlukan untuk tanaman agar tumbuh tetapi tanaman memerlukan air dan tanah agar dapat bertumbuh dengan baik.

Juga perkataan “diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik” juga tidak dapat dijadikan dasar bahwa Kitab Suci secara total mencukupi semuanya. Rasul Paulus pada 2 Timotius 2:19-21 juga menggunakan frasa yang sama pada waktu ia mengatakan “Jika seorang menyucikan dirinya dari hal-hal yang jahat, ia akan menjadi perabot rumah untuk maksud yang mulia, ia dikuduskan, dipandang layak untuk dipakai tuannya dan disediakan untuk setiap pekerjaan yang mulia.” (Yunani – pan ergon agathon). Jika logika yang sama dipakai untuk mengartikan ayat ini maka pandangan tersebut mengatakan bahwa perbuatan menyucikan diri adalah “cukup”, tanpa kasih karunia, iman dan pertobatan, dan ini adalah kesimpulan yang keliru.

  1. Ulangan 4:2 – “Janganlah kamu menambahi apa yang kuperintahkan kepadamu dan janganlah kamu menguranginya, dengan demikian kamu berpegang pada perintah TUHAN, Allahmu, yang kusampaikan kepadamu.”

Ada orang yang berpendapat dengan adanya ayat ini maka Kitab Suci sudah cukup, dan segala “tambahan” di luar Kitab Suci berarti tidak diilhami Tuhan. Namun jika logika ini yang dipakai maka semua kitab dalam kitab Suci selain kitab Ulangan dianggap sebagai “tambahan” Wahyu Allah yang hanya sampai pada Kitab Ulangan. Dan tentu ini tidak benar karena inkarnasi Kristus yaitu penggenapan Wahyu Allah tersebut malah ada berabad-abad setelah kitab Ulangan ditulis.

  1. Matius 4:1-11 – “Tiga kali Yesus menanggapi pencobaan iblis dengan Kitab Suci, “Ada tertulis…..”

Ada yang berpendapat bahwa dari ayat ini Kristus mengacu hanya kepada Kitab Suci dan tidak kepada Tradisi Suci atau Gereja. Namun sebenarnya Yesus mengatakan “Ada tertulis manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah” (ayat 4). Namun Kitab Suci juga mengatakan bahwa tidak semua perkataan Tuhan tercantum dalam Kitab Suci sebab banyak diantaranya juga sampai kepada kita lewat pengajaran lisan (lih. Yohanes 21:25; Kisah Para Rasul 20:27; 2 Tesalonika 2:14-15, 3-6; 2 Timotius 2:2). Dan jangan lupa bahwa Kristus sendiri adalah Sabda Allah (lih. Yohanes 1:1, 14) yang tidak dapat dibatasi oleh tulisan dan lembaran-lembaran Kitab Suci.

Maka disini Yesus tidak sedang mengajarkan sola scriptura tetapi sedang mengajarkan kita untuk berpegang pada semua pengajaran yang dikatakan-Nya, tidak hanya yang tertulis di Kitab Suci. Lagipula jangan lupa, iblispun mengutip Kitab Suci untuk maksud yang tentu saja keliru dan jahat. Jadi kita harus memahami Kitab Suci dan menginterpretasikannya dengan benar. Ingatlah pesan Rasul Petrus saat mengomentari surat Rasul Paulus “Dalam surat-suratnya itu ada hal-hal yang sukar diipahami sehingga orang-orang yang tidak memahaminya dan yang tidak teguh imannya, memutarbalikkannya menjadi kebinasaan mereka sendiri, sama seperti yang juga mereka buat dengan tulisan-tulisan yang lain.” (lih. 2 Petrus 3:16).

  1. Matius 15:3 – “Mengapa kamupun melanggar perintah Allah demi adat istiadat nenek moyangmu?” (lih. Markus 7:7-9; Kolose 2:8)

Disini kita melihat tradisi/ paradosis yang dikecam oleh Yesus dan Rasul Paulus adalah tradisi manusia yang bertentangan dengan hukum-hukum dan perintah-perintah Tuhan. Mereka tidak sedang mengecam semua tradisi/ paradosis, sebab Rasul Paulus mengatakan juga demikian: “Aku harus memuji kamu, sebab dalam segala sesuatu kamu tetap mengingat akan aku, dan teguh berpegang pada ajaran (tradisi/ paradosis) yang kuteruskan kepadamu.” (lih. 1 Korintus 11:2).

“Sebab itu, berdirilah teguh dan berpeganglah pada ajaran-ajaran yang kamu terima dari kami, baik secara lisan, maupun secara tertulis.” (lih. 1 Tesalonika 2:15).

  1. Wahyu 22:18-19 – “Aku bersaksi kepada setiap orang yang mendengar perkataan-perkataan nubuat kitab ini, “Jika seseorang menambahkan sesuatu kepada perkataan-perkataan ini, maka Allah akan menambahkan kepadanya malapetaka-malapetaka yang tertulis di dalam kitab ini. Jikalau seseorang mengurangkan sesuatu dari perkataan-perkataan kitab nubuat ini, maka Allah akan mengambil bagiannya dari pohon kehidupan dan dari kota kudus, seperti yang tertulis di dalam kitab ini.”

Ada pula yang mengartikan ayat ini dengan mengatakan bahwa Gereja Katolik menambahkan Tradisi Suci kepada Kitab Suci, sehingga itu tidak benar. Namun pada ayat ini yang dimaksud dengan “kitab ini” adalah kitab Wahyu itu sendiri, dan bukan Kitab Suci secara keseluruhan. “Kitab” ini juga mengacu kepada “scroll”/ gulungan naskah dimana kitab dituliskan. Maka perintah mengacu kepada larangan agar jangan mengadakan perubahan pada salinan teks kitab Wahyu ini, dan berlaku juga pada kitab-kitab lainnya.

Tradisi Suci dalam KGK 75-83

KGK 75

“Maka Kristus Tuhan, yang menjadi kepenuhan seluruh wahyu Allah yang Maha tinggi, memerintahkan kepada para Rasul, supaya Injil, yang dahulu telah dijanjikan melalui para nabi dan dipenuhi oleh-Nya serta dimaklumkan-Nya sendiri, mereka wartakan kepada semua orang, sebagai sumber segala kebenaran yang menyelamatkan serta sumber ajaran kesusilaan, dan dengan demikian dibagi-bagikan karunia-karunia ilahi kepada mereka” (DV 7).”

KGK 76

Sesuai dengan kehendak Allah terjadilah pengalihan Injil atas dua cara: “secara lisan” oleh para Rasul, yang dalam pewartaan lisan, dengan teladan serta penetapan-penetapan meneruskan entah apa yang mereka terima dari mulut, pergaulan, dan karya Kristus sendiri, entah apa yang atas dorongan Roh Kudus telah mereka pelajari “secara tertulis “oleh para Rasul dan tokoh-tokoh rasuli, yang atas ilham Roh Kudus itu juga membukukan amanat keselamatan” (DV 7).

KGK 78

Penerusan yang hidup ini yang berlangsung dengan bantuan Roh Kudus, dinamakan “tradisi”, yang walaupun berbeda dengan Kitab Suci, namun sangat erat berhubungan dengannya. “Demikianlah Gereja dalam ajaran, hidup serta ibadatnya nielestarikan serta meneruskan kepada semua keturunan dirinya seluruhnya, imannya seutuhnya” (DV 8). “Ungkapan-ungkapan para Bapa Suci memberi kesaksian akan kehadiran tradisi itu yang menghidupkan, dan yang kekayaannya meresapi praktik serta kehidupan Gereja yang beriman dan berdoa” (DV 8). 174, 1124, 2651.

  1. https://katolisitas.org/alkitab-tradisi-suci-magisterium-penafsiran/
Share: X (Twitter) Facebook LinkedIn Whatsapp Telegram

Artikel Lainnya