LIVE DKC RABU, 5 MARET 2025 PUKUL 19:00 WIB: KATOLIK MEMBERHALAKAN BUNDA MARIA…!!!

Tidak ada larangan dalam Alkitab berdoa kepada orang kudus, maka diperbolehkan? Teologi doa dalam Alkitab tidak mengizinkan kita berdoa kepada Maria/ orang-orang kudus, karena:Doa merupakan tindakan pemujaan/ penyembahan, berarti doa kepada Maria/ orang kudus sama dengan menyembah makhluk lain.Doa harus selalu ditujukan kepada Allah Tritunggal melalui Sang Putra dengan penyertaan Roh Kudus (Trinitarian), tidak ada satumakhluk apapun boleh masuk dalam kerangka trinitarian ini, termasuk Maria dan orang-orang kudus.Perintah-perintah berdoa tidak membuka ruang bagi mediator mendoakan kita kepada Yesus, melainkan langsung kepada Yesus (lih.Matius11:28; Yohanes 14:13-16; Yoel 2:32, dan ayat-ayat lain dalam Perjanjian Baru).Pada praktiknya doa kepada Maria/ orang-orang kudus adalah penyembahan kepada berhala.Bagaimana caranya Maria bisa mengetahui doa-doa sekian banyak orang di dunia? Maria harus punya atribut omni-science,pengartribusiankeilahian ini adalah praktik penyembahan berhala.Doa Salam Maria ”Penuh Rahmat” juga praktik penyembahan berhala karena Maria tidak penuh rahmat.

By Manuel (Tim DKC)

18 menit bacaan

Share: X (Twitter) Facebook LinkedIn Whatsapp Telegram

LIVE DKC RABU, 5 MARET 2025 PUKUL 19:00 WIB: KATOLIK MEMBERHALAKAN BUNDA MARIA…!!! @VerbumVeritatisApologetics

Tayangan Video Live Decky Ngadas tentang ”Berdoa kepada Maria: Kesalehan Apostolik & Gereja Purba?”

Dalam live kali ini Decky mengatakan doa-doa kepada Maria merupakan penghujatan terhadap Tuhan Yesus/ bukan suatu kesalehan.

Decky juga menanggapi ”Klaim Elia Myron dan Konsili Trent (Sesi 25, tanggal 3-4 Desember 1563): Deklarasi Anathema” tentang praktik berdoa kepada Maria dan bagi yang menolaknya telah di-anathema. Menurut Decky berdoa kepada Maria dan orang-orang kudus adalah sesuatu yang misleading/ menyesatkan. Ada 4 poin Elia Myron dalam debatnya dengan seorang pendeta Karismatik:

  1. Berdoa kepada Maria dimaknai dengan semacam ajakan kepada orang percaya untuk berdoa kepada orang-orang kudus, khususnya Maria.
  2. Berdoa kepada orang-orang kudus adalah kebiasaan Gereja Purba, se-purba apa? Bukti sejarah apa karena praktik berdoa kepada orang kudus baru muncul beberapa ratus tahun setelah Kekristenan lahir.
  3. Yesus tidak mendoakan kita dari surga
  4. Alkitab tidak melarang berdoa kepada orang-orang kudus, apakah karena tidak dilarang menjadi diperbolehkan?

Menurut Konsili Trent berdoa kepada orang-orang kudus a) sesuai dengan kebiasaan Gereja purba dan b) sesuai dengan kesepakatan Bapa-bapa Gereja. Bagi mereka yang menolak ajaran ini telah dikutuk/ di-anathema.

Dalam video ini Decky juga mengutip kata-kata Tim DKC bahwa yang berkomentar negatif akan dilemparkan ke purgatorium.

Lima poin tanggapan Decky Ngadas:

  1. Apakah Yesus benar tidak mendoakan kita dari surga?

Roma 8:32-35 – intinya mengatakan tidak ada yang bisa memisahkan kita dari kasih Kristus. Ayat ini jelas mengatakan bahwa Yesus sebagai Imam Besar berdoa untuk kita.
Ibrani 7:25 – karena itu Kristus sanggup menyelamatkan semua orang yang datang kepada-Nya. Tidak ada jasa orang-orang kudus dalam ayat ini, semua adalah karena doa Yesus.
Roma 8:15-16, 26-27 – oleh roh itu kita dijadikan anak-anak Allah. Di dalam ayat ini Roh Kudus juga berdoa bagi kita, tidak ada jasa doa-doa Maria/ orang-orang kudus.

Tanggapan Tim DKC: Decky tidak menyiapkan materi dalam live-streaming ini dan dia telah men ”downgrade” dirinya sendiri dengan menanggapi Elia Myron, apakah parameter Protestan adalah Elia Myron?

  1. Tidak ada larangan dalam Alkitab berdoa kepada orang kudus, maka diperbolehkan?

Teologi doa dalam Alkitab tidak mengizinkan kita berdoa kepada Maria/ orang-orang kudus, karena:

  • Doa merupakan tindakan pemujaan/ penyembahan, berarti doa kepada Maria/ orang kudus sama dengan menyembah makhluk lain.
    • Doa harus selalu ditujukan kepada Allah Tritunggal melalui Sang Putra dengan penyertaan Roh Kudus (Trinitarian), tidak ada satu makhluk apapun boleh masuk dalam kerangka trinitarian ini, termasuk Maria dan orang-orang kudus.
    • Perintah-perintah berdoa tidak membuka ruang bagi mediator mendoakan kita kepada Yesus, melainkan langsung kepada Yesus (lih. Matius 11:28; Yohanes 14:13-16; Yoel 2:32, dan ayat-ayat lain dalam Perjanjian Baru).
    • Pada praktiknya doa kepada Maria/ orang-orang kudus adalah penyembahan kepada berhala.

    Bagaimana caranya Maria bisa mengetahui doa-doa sekian banyak orang di dunia? Maria harus punya atribut omni-science, pengartribusian keilahian ini adalah praktik penyembahan berhala.

    Doa Salam Maria ”Penuh Rahmat” juga praktik penyembahan berhala karena Maria tidak penuh rahmat.

Doa & Teologi

Teologi adalah refleksi imanDoa adalah (salah satu bentuk) pengungkapan iman. Maka, amat wajar kalau teologi juga merefleksikan doa sebagai penghayatan iman. Ciri khas teologi adalah sifat ilrniahmya. Bukan sembarang refleksi irnan bisa disebut teologi. Teologi itu harus dijalankan secara metodis dan sistematis. Tetapi, dalam ulasan ini, justru aspek itu tidak mau diberi terlalu banyak perhatian. Tujuannya lain. Tekanan ada pada refleksi, tetapi dalam kerangka teologi umum Dalam ulasan yang terakhir ini, doa mau di tempatkan dalam keseluruhan hidup iman sejauh direfleksikan dan disistematisasikan oleh teologi. Sesungguhnya segala sesuatu yang telah dikatakan dalam bab-bab yang mendahului sudah merupakan refleksi teologis. Bab terakhir ini mempunyai maksud khusus, mau bertanya mengenai sumbangan yang dapat diberikan oleh teologi pada doa. Pertanyaan ini sebetulnya agak aneh. Sebab, banyak orang yang berdoa, dan berdoa dengan baik sekali, namun sama sekali tidak tahu-menahu mengenai teologi. Bagaimana mau berbicara mengenai sumbangan teologi pada doa mereka? ltulah pertanyaan pokok. Tetapi, sebelum dapat menjawab pertanyaan itu, perlu dipikirkan dulu apa yang dimaksud dengan refleksi iman dan apa yang membedakan teologi (sebagai refleksi iman) dari doa.

Teologi adalah refleksi iman, atau lebih lengkap dikatakan: teologi adalah refleksi atas wahyu Tuhan sejauh diterima oleh manusia beriman. Tujuan teologi adalah pemahaman, mau mengerti apa yang diimani dan apa sebetulnya arti iman itu sendiri. Doa lain. Dalam doa, pasti juga ada unsur refleksi, sebab orang berdoa dengan sadar dan penuh pengertian. Tetapi, tujuan doa bukanlah pemahaman. Doa mau menanggapi sapaan Allah. Biasanya doa dipahami sebagai suatu dialog dengan Allah. Kata “dialog” itu sebetulnya suatu metafora, bahkan semacam antropomorfisme, yang berbicara mengenai Allah seolah-olah Dia seorang manusia. Tetapi, metafora itu dapat dimanfaatkan. Dalam percakapan manusia dengan orang lain, dapat dibedakan empat aspek: pemyataan, ekspresi diri, sapaan, dan tawaran hubungan pribadi. Keempat aspek itu menjadi satu dalam percakapan. Tetapi, dalam percakapan konkret, biasanya tekanan ada pada satu aspek saja, di mana yang lain tinggal implisit. Misalnya dalam suatu percakapan mengenai dagang, tekanan jelas ada pada “pemyataan” mengenai harga, kondisi, jaminan, dan seterusnya, dan soal hubungan pribadi terbatas pada relasi bisnis sebagai penjual dan pembeli. Bisa juga bahwa seluruh percakapan terbatas pada sapaan saja, misalnya kalau memanggil seseorang. Tetapi, dalam hal itu, percakapan juga belum selesai dengan panggilan itu saja. Dalam wahyu Tuhan, juga dapat dibedakan empat aspek itu, tetapi harus ditempatkan dalam kerangka seluruh relasi Allah dengan manusia, khususnya dalam kerangka sejarah keselamatan.

Jelas sekali bahwa dalam doa, tekanan ada pada ekspresi diri, sapaan, dan hubungan pribadi. Pernyataan juga ada, sebab tidak ada doa tanpa isi. Tetapi, jelas sekali bahwa yang paling pokok bukan isi itu, melainkan relasi, hubungan pribadi. Berhubungan dengan itu, juga sapaan dan ekspresi diri perlu. Manusia menyadari (itu unsur refleksi) bahwa ia dipanggil (“disapa”) oleh Allah, dan doanya adalah pertama-tama jawaban atas panggilan Allah itu. Itu bisa berupa puji-syukur, bisa permohonan; bisa didoakan bersama, bisa sendirian; bisa dirumuskan dengan kata-kata, bisa merupakan sikap batin saja. Semua itu tidak mengubah yang pokok ini, bahwa doa adalah hubungan pribadi, tanggapan atas panggilan Allah. Karena itu, doa tidak tertuju kepada pemahaman,tetapi kepada hubungan. Sejauh mana doa itu “menyentuh” Allah yang disapa, itu merupakan pertanyaan teologis lain yang juga harus dibicarakan di bawah ini. Tetapi doa, dalam bentuk mana pun, selalu menyapa Allah, “berseru kepada nama Tuhan” (lih. Kisah Para Rasul 2:21; 22:16; Roma 10:13). Maka, yang penting dalam doa adalah nama Allah, bukan paham Allah. Nama memang tidak sama dengan pengertian atau pemahaman. Nama adalah sebutan, bahkan sebutan khusus, yang khas untuk pribadi tertentu. Dalam Alkitab, nama Allah sering sama dengan Allah sendiri (lih. 2 Samuel 7:13; Mazmur 86:11; Matius 6:9). Dengan narna-Nya itu, Tuhan menjadi konkret, dan bukan suatu daya-kekuatan yang gaib saja. Pabarn dapat dijelaskan dan dibatasi, nama hanya dapat dimengerti dari cerita pengalaman. Untuk paham ada contoh banyak, nama selalu unik dan khusus. Nama berkaitan dengan sejarah seseorang.

Nama dan Paham
Sesungguhnya pewahyuan nama Allah adalah dasar dan suri-teladan segala wahyu. Dengan memberikan nama-Nya Allah memberikan diri kepada manusia. Ini bukan bahasa antropomorf: ini bahasa manusia, karena berbicara mengenai sejarah Allah dengan manusia. DaIam nama-Nya, Allah yang tetap “tersembunyi dan rahasia” (lih. 1 Korintus 2:7; bdk. Efesus 3:9) hadir dalam sejarah man usia. Karena itu, nama Allah memang inti-pokok pewahyuan. Maka, dari pihak manusia, nama itu juga pusat imannya (bdk. 1 Timotius 4:6). Nama itu adalah semacam simbol yang menunjuk ke atas manusia sendiri kepada Allah yang agung dan mulia. Nama itu memang diberikan kepada manusia, tetapi tidak pernah dimiliki atau dikuasai oleh manusia. Dengan nama itu, manusia berhadapan dengan Allah, yang tetap tinggal misteri baginya. Nama itu berarti Allah yang memberikan diri kepada manusia. Dalam doa, manusia berani menanggapi pemberian diri Allah itu, dan menyapa Allah dengan nama yang disingkapkan-Nya kepada manusia. Justru karena nama itu, doa menjadi dialog, paling sedikit dari pihak manusia. Manusia berbicara dengan Allah yang dapat disapa olehnya.

Namun, kalaupun nama dengan tegas harus dibedakan dari paham, itu tidak berarti bahwa nama tidak ada hubungan dengan pemahaman. Tidak tanpa dasar larangan dalam Ulangan 4:19 – “Jangan engkau mengarahkan matamu ke langit, sehingga apabila engkau melihat matahari, bulan dan bintang, segenap tentara langit, engkau disesatkan untuk sujud menyembah dan beribadah kepada sekaliannya itu.” Bulan dan bintang ada pada “segala bangsa di seluruh kolong langit sebagai bagian mereka”. Tetapi “Tuhan telah mengambil kamu dan membawa kamu keluar dari dapur peleburan besi, dari Mesir, untuk menjadi umat milik-Nya sendiri” (ayat 20). Nama Tuhan tidak hanya berhubungan dengan doa dan kebaktian, tetapi khususnya dengan anamnesis, pengenangan akan karya agung Tuhan di dunia. Yang paling pokok dalam doa memang relasi pribadi dengan Allah, yang disapa dengan nama Tuhan. Tetapi, nama Tuhan itu berkaitan dengan peristiwa-peristiwa tertentu dalam sejarah Allah dengan manusia. Dan ternyata dalam perkembangan sejarah, nama clan paham Allah makin saling mempengaruhi dan menentukan. Khususnya karena paham monoteis, Tuhan makin berarti Allah yang Mahakuasa. Perkembangan itu dapat dilihat dalam Kitab Suci, khususnya dalam Perjanjian Lama. Kentara sekali bahwa Tulran yang disapa sebagai Allah bangsa terpilih makin dipahami sebagai Allah semesta alamo Dalam doa, tekanan memang ada pada hubungan pribadi yang khusus. Tetapi, janganlah doa dibatasi pada urusan pribadi saja. Juga dalam doa pribadi, yang disapa adalah “Tuhan langit dan bumi” (lih. Matius 11:25), yang adalah “Bapa Tuhan kita, Yesus Kristus” (lih. Roma 15:6; 2 Korintus 1:3; Efesus 1:3; Kolose 1:3; 1 Petrus 1:3). Yang dihadapi dan disapa adalah Sang Pencipta yang telah menyatakan diri dalam Yesus Kristus, Anak-Nya. Biarpun Tuhan disapa dalam relasi pribadi yang sangat khusus, sapaan itu hanya mempunyai arti kalau dilihat dan ditempatkan dalam seluruh sejarah Allah dengan manusia.

Mengenal Allah
Jelas, paham Allah harus dibedakan dari nama Allah. Itu berarti bahwa pengetahuan harus dibedakan dari pengalaman. Dengan segala pengetahuan teoretis, manusia tak pernah dapat mengenal Allah secara pribadi. Hanya dalam pertemuan,dalam pengalaman hidup, manusia dapat mengenal Allah. Dengan pengalaman akan Allah, di sini tentu dimaksudkan pengalaman iman. Allah dimengerti sebagaimana Ia menyatakan diri. Itu berarti pertama-tama sebagai Pencipta, dan kedua sebagai Penyelamat; atau dengan kata lain: sebagai dasar dan tujuan hidup. Adalah tugas teologi untuk memperlihatkan bagaimana karya Allah, sebagai Pencipta dan Penyelamat, dalam pewahyuan triniter benar-benar memperlihatkan siapa Allah sesungguhnya. Maka, teologi mulai dengan mengakui adanya Allah. Sebab, orang tidak dapat percaya pada Allah yang tidak ada. Tetapi, ini bukan semacam pengandaian pikiran, melainkan suatu pengandaian yang berdasarkan pengalaman iman dalam perjumpaan dengan Allah (melalui Sabda-Nya dan dalam Roh-Nya). Secara konkret, ini berarti bahwa Allah dimengerti sekaligus sebagai Yang transenden dan imanen, dan pengertian itu pun adalah pengalaman. Sebab, Allah dialami sebagai Nan Mahaagung yang mengatasi segala-galanya, namun yang sekaligus hadir dan menghidupkan. Oleh karena itu, sikap iman tidak hanya berarti pengakuan, tetapi juga ketaatan, sembah-sujud, dan pengabdian. Adalah tugas teologi untuk menjelaskan semua itu secara rasional.

Jadi, teologi harus menerangkan:

  • Apa dasar (historis) iman;
  • Bagaimana iman itu diungkapkan, baik dahulu maupun sekarang:
  • Apa inti-pokok iman itu dan apa hubungan antara aneka aspeknya; dan
  • Bagaimana iman itu dapat diwartakan dan disosialisasikan pada zaman sekarang.

Teologi tidak berpangkal pada pahamAllah, tetapi berusaha memperlihatkan bagaimana Allah telah mendekati manusia dan ingin bertemu dengannya. Tugas pokok teologi ialah mempertemukan manusia modern dengan wahyu Allah, yang diberikan dalam sejarah sejak zaman dahulu. Itu hanya mungkin kalau teologi secara serius dan pribadi bertanya mengenai arti Allah bagi manusia sekarang. Jawaban atas pertanyaan itu adalah paham Allah. Paham Allah tidak berasal dari refleksi manusia atas dirinya sendiri, melainkan dari refleksi atas sejarah pewahyuan Allah. Namun, perlu diperhatikan juga bagaimana manusia mampu menerima wahyu Allah itu. Sebab, Firman Allah ditujukan kepada manusia, dan hanya mempunyai arti kalau dapat diterima dan dimengerti oleh manusia. Juga dalam doa, manusia tidak menyapa Allah sebagai pribadi yang tidak dikenal atau yang hanya dibayangkan saja menurut khayalan sendiri. Sebaliknya, dalam doa, manusia menyapa Allah yang dengan nyata-nyata telah memperkenalkan diri secara konkret dan historis, khususnya dalam Yesus dari Nazaret.1

Misteri Api Penyucian

Bunda Maria dan Api Penyucian

Umat Katolik Harus Berdoa melalui Bunda Maria?

Umat Katolik tidak diharuskan untuk berdoa melalui Bunda Maria. Kita dapat berdoa langsung kepada Yesus, atau kepada Allah Bapa, dengan Pengantaraan Yesus. Hal ini jelas terlihat dalam doa penyembahan yang tertinggi bagi umat Katolik, yaitu di dalam perayaan Ekaristi Kudus, atau di dalam doa yang diajarkan oleh Tuhan Yesus sendiri, yaitu doa Bapa Kami, yang langsung ditujukan kepada Allah Bapa. Namun demikian, Kitab Suci juga mengajarkan secara implisit akan peran permohonan Bunda Maria kepada Yesus, dalam kisah mukjizat Yesus yang pertama di pesta perkawinan di Kana (lih. Yohanes 2:1-11) dan dalam doanya bersama para Rasul menantikan Roh Kudus menjelang hari Pentakosta (lih. Kisah Para Rasul 1:14).

Walaupun kita dapat berdoa langsung kepada Tuhan, Magisterium Gereja Katolik menganjurkan umatnya untuk memohon dukungan doa dari Bunda Maria, dan belajar dari teladan Bunda Maria, untuk dapat bertumbuh secara rohani. Hal ini diajarkan oleh para Bapa Gereja, para orang kudus (Santo/ Santa), Bapa Paus, dan dalam dokumen Konsili Vatikan II. Bunda Maria, Bunda Allah dan Bunda Gereja, yang mendampingi Gereja awal dengan doa-doanya juga akan terus mendampingi Gereja sampai akhir zaman. Doa-doa Bunda Maria dan para kudus di surga selalu menyertai kita yang masih berziarah di dunia ini, karena kita telah dipersatukan oleh Kristus menjadi anggota Tubuh-Nya; dan persatuan ini tidak terpisahkan oleh maut. Maka kita sebagai umat beriman dapat menyampaikan doa permohonan kepada Tuhan dengan memohon pertolongan Bunda Maria dan para kudus lainnya, agar mendoakan ujud doa-doa kita itu di hadapan Yesus.

Dasar Kitab Suci

  • Yakobus 5:16 – Doa orang benar besar kuasanya, terutama doa orang- orang yang sudah dibenarkan Tuhan di Surga.
  • Yohanes 2:1-11 – Peran perantaraan permohonan Maria kepada Yesus dalam mukjizat Yesus yang pertama.
  • Kisah Para Rasul 1:14 – Peran doa syafaat Bunda Maria saat menantikan Roh Kudus menjelang hari Pentakosta.

Dasar Tradisi Suci

  • St. Irenaeus (180 M)

“Sebab seperti Hawa telah terpedaya oleh perkataan malaikat yang berdosa [fallen angel] untuk melarikan diri dari Tuhan, maka Maria dengan perkataan malaikat menerima kabar gembira bahwa ia akan melahirkan Tuhan dengan menaati Sabda-Nya. Perempuan yang pertama terpedaya untuk tidak menaati Tuhan, tetapi perempuan yang kemudian terdorong untuk menaati Tuhan, sehingga Perawan Maria dapat menjadi pembela bagi perawan Hawa. Seperti umat manusia ditundukkan kepada kematian melalui [tindakan] seorang perawan, demikianlah umat manusia diselamatkan oleh seorang perawan.” (St. Irenaeus, Against Heresies, V:19,1)

  • Sub Tuum Praesidium, dari Ryland Papyrus, Mesir (Abad ke-3)

“Di bawah belas kasihanmu kami berlindung, O Bunda Allah. Jangan menolak permohonan kami dalam kesesakan, tetapi bebaskanlah kami dari bahaya, O engkau yang murni dan terberkati.”

  • St. Gregorius Nazianza (379 M)

“Mengingat ini dan kejadian- kejadian lainnya dan memohon Perawan Maria untuk membawa pertolongan, sebab ia, juga, adalah seorang perawan dan telah pernah berada dalam bahaya….” (St. Gregory of Nazianzus, Oration 24:11)

  • St. Sirilus dari Alexandria (444 M)

“Salam kepadamu Maria, Bunda Tuhan, yang kepadamu di kota- kota dan di desa-desa dan di pulau- pulau dibangun gereja- gereja bagi umat beriman yang sejati.” (St. Cyril of Alexandria, Homily 11)

  • Proklus dari Konstantinopel (446 M)

“Festival Perawan Maria (parthenike panegyris) menggerakkan lidah kita untuk memberikan pujian kepadanya… hamba Tuhan dan Bunda, Perawan… jembatan antara Tuhan dan manusia…. (Proclus of Constantinople, Homily 1)

  • St. Basil dari Seleucia (459 M)

“O Perawan yang suci… Pandanglah kami dari atas dan sayangilah kami. Pimpinlah kami di dalam damai dan bawalah kami tanpa cela ke hadapan tahta penghakiman, dan berikanlah kepada kami tempat di sisi kanan Puteramu, sehingga kami dapat masuk ke surga dan menyanyi bersama dengan para malaikat bagi Allah Trinitas… ” (St. Basil of Seleucia, PG 85:452).

  • Theoteknos dari Livias (560 M)

“Diangkat ke surga, ia [Maria], tetap menjadi tempat perlindungan bagi umat manusia, menjadi pendoa syafaat bagi kita di hadapan Putera-nya dan Allah Bapa.” (Theoteknos of Livias, Assumption 29)

  • Germanus dari Konstantinopel (733 M)

“Maria yang tetap perawan –yang bersinar dengan cahaya ilahi dan penuh rahmat, mediatrix pertama-tama dengan melahirkan Kristus secara adikodrati, dan sekarang karena doa- doa syafaatnya– telah dimahkotai dengan berkat yang tiada berakhir …  (Germanus of Constantinople, Homily on the Liberation of Constantinople, 23)

  • Andreas dari Kreta (740 M)

“Ia [Maria] bertindak sebagai mediatrix (pengantara) antara kebesaran Tuhan dan kerendahan manusia …. (Andrew of Crete, Homily 1 on Mary’s Nativity).

  • Ambrosius Autpert (778 M)

“Mari memasrahkan diri kita dengan seluruh kasih dalam jiwa kita kepada perantaraan Perawan yang terberkati biarlah kita semua, dengan seluruh kekuatan, memohon perlindungannya sehingga pada saat di dunia kita mengelilinginya dengan penghormatan kita, supaya kelak di surga ia berkenan memberikan doa- doanya yang khusuk… (Ambrose Autpert, Assumption of the Virgin)

  • St. Anselmus (sebelum 1109 M)

“Ibu Tuhan adalah ibu kita. Semoga bunda yang baik memohon bagi kita, semoga ia memohon dan memperoleh apa yang baik bagi kita.” (St. Anselm, Oration 7).2

Share: X (Twitter) Facebook LinkedIn Whatsapp Telegram

Artikel Lainnya