LIVE DKC KAMIS, 22 MEI 2025 PUKUL 19:00 WIB: KESESATAN ADVEN YANG MENDALAM!!! @rammediaministry4024‬

Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh (GMAHK), atau dikenal sebagai Seventh-day Adventist Church (SDA), adalah denominasi Kristen Protestan yang muncul dari Gerakan Miller pada abad ke-19 di Amerika Serikat. Gereja ini memiliki sejumlah ajaran khas yang membedakannya dari denominasi Kristen protestan lainnya, dan dari Gereja Katolik. Dalam perspektif Gereja Katolik, beberapa ajaran GMAHK dianggap menyimpang dari Ajaran Kristen ortodoks, sehingga dapat dikategorikan sebagai "kesesatan" (heresy) dalam konteks teologi Katolik. Tulisan ini akan menguraikan secara mendalam ajaran-ajaran GMAHK yang dianggap bermasalah oleh Gereja Katolik, disertai dengan analisis berdasarkan Ajaran Katolik, Kitab Suci, Tradisi Suci, dan Magisterium Gereja. Penjelasan akan mencakup konteks sejarah, Ajaran spesifik, dan alasan teologis mengapa ajaran tersebut dianggap sesat, serta implikasinya dalam dialog ekumenis.

By Manuel (Tim DKC)

17 menit bacaan

Share: X (Twitter) Facebook LinkedIn Whatsapp Telegram

LIVE DKC [65-2025] KAMIS, 22 MEI 2025 PUKUL 19:00 WIB: KESESATAN ADVEN YANG MENDALAM!!! @rammediaministry4024‬

Merespon Video Pdt. Ram Keni tentang Gereja Roma Katolik Kepausan adalah Kekuatan Antikris

Dengan mengutip Daniel 7:25, Ram Keni mengatakan bahwa Gereja Roma Katolik Kepausan memenuhi semua ciri-ciri/ karakteristik kekuatan tanduk kecil (Antikris) dalam ayat tersebut, yaitu 1) muncul dari binatang ke-4 yaitu Roma, 2) menyamai/ mengaku Allah di bumi, 3) menganiaya umat-umat Tuhan, 4) berkuasa selama 3 ½ masa, dan 5) mencoba mengubah waktu dan hukum Allah.

Tayangan Video Pdt. Ram Keni lainnya tentang Paus Asal Amerika, Nubuatan Wahyu sedang/ akan segera Digenapi

Mengutip Wahyu 13:11-18, dengan terpilihnya Paus Leo XIV dari Amerika, pendeta ini mengatakan nubuatan Yesus Kristus akan segera datang semakin make sense.

Kesesatan Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh (Seventh-day Adventist) Menurut Ajaran Gereja Katolik

Pendahuluan

Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh (GMAHK), atau dikenal sebagai Seventh-day Adventist Church (SDA), adalah denominasi Kristen Protestan yang muncul dari Gerakan Miller pada abad ke-19 di Amerika Serikat. Gereja ini memiliki sejumlah ajaran khas yang membedakannya dari denominasi Kristen protestan lainnya, dan dari Gereja Katolik. Dalam perspektif Gereja Katolik, beberapa ajaran GMAHK dianggap menyimpang dari Ajaran Kristen ortodoks, sehingga dapat dikategorikan sebagai “kesesatan” (heresy) dalam konteks teologi Katolik. Tulisan ini akan menguraikan secara mendalam ajaran-ajaran GMAHK yang dianggap bermasalah oleh Gereja Katolik, disertai dengan analisis berdasarkan Ajaran Katolik, Kitab Suci, Tradisi Suci, dan Magisterium Gereja. Penjelasan akan mencakup konteks sejarah, Ajaran spesifik, dan alasan teologis mengapa ajaran tersebut dianggap sesat, serta implikasinya dalam dialog ekumenis.

Latar Belakang Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh

GMAHK berasal dari Gerakan Miller, yang dipimpin oleh William Miller, seorang pengkhotbah Baptis yang meramalkan Kedatangan Kedua Yesus Kristus akan terjadi antara tahun 1843 dan 1844, berdasarkan penafsiran Kitab Daniel 8:14. Ketika ramalan ini gagal (dikenal sebagai “Kekecewaan Besar” pada 22 Oktober 1844), gerakan ini terpecah. Salah satu kelompok yang muncul adalah GMAHK, yang didirikan secara resmi pada tahun 1863 oleh tokoh-tokoh seperti Ellen G. White, James White, dan Joseph Bates. GMAHK memiliki lebih dari 21 juta anggota di seluruh dunia pada tahun 2020 dan dikenal karena penekanannya pada hari Sabat (Sabtu), ajaran eskatologi, dan gaya hidup tertentu seperti vegetarianisme dan larangan konsumsi makanan tertentu.

Gereja Katolik, sebagai institusi yang mengklaim kesinambungan apostolik sejak didirikan oleh Yesus Kristus melalui Santo Petrus (lih. Matius 16:18-19), menilai ajaran GMAHK dari perspektif Ajaran yang telah dikodifikasi dalam Kitab Suci, Tradisi Suci, dan Magisterium Gereja. Beberapa ajaran GMAHK dianggap bertentangan dengan kebenaran iman Katolik, sehingga memunculkan tuduhan “kesesatan” dalam pengertian teologis, yaitu penyimpangan dari ajaran ortodoks yang dapat membahayakan keselamatan jiwa.

Ajaran GMAHK yang Dianggap Sesat oleh Gereja Katolik

Berikut adalah analisis mendalam terhadap ajaran-ajaran GMAHK yang dianggap bermasalah oleh Gereja Katolik, beserta perbandingan dengan Ajaran Katolik:

1. Ajaran Pengadilan Pemeriksaan (Investigative Judgment)

Ajaran GMAHK:
Salah satu Ajaran khas GMAHK adalah “Pengadilan Pemeriksaan” yang dimulai pada 22 Oktober 1844. Menurut ajaran ini, setelah Kekecewaan Besar, Yesus memasuki “bilik maha suci” di Bait Suci surgawi untuk memulai proses penghakiman atas semua orang, baik yang hidup maupun yang mati, untuk menentukan siapa yang layak menerima keselamatan. Ajaran ini berasal dari reinterpretasi Kitab Daniel 8:14 oleh Hiram Edson, yang menyatakan bahwa ramalan Miller benar dalam hal waktu, tetapi keliru dalam memahami “Bait Suci” sebagai bumi (seharusnya di surga).

Pandangan Katolik: Gereja Katolik menolak Ajaran Pengadilan Pemeriksaan karena beberapa alasan:

  • Tidak Didukung Kitab Suci: Tidak ada ayat dalam Kitab Suci yang secara eksplisit menyebutkan bahwa

Yesus memulai penghakiman khusus pada tahun 1844. Kitab Ibrani 9:12 menyatakan bahwa Yesus telah memasuki Tempat Maha Kudus sekali untuk selamanya dengan darah-Nya sendiri, bukan pada tahun 1844. Penghakiman dalam ajaran Katolik terjadi dalam dua tahap: penghakiman pribadi setelah kematian (lih. Ibrani 9:27) dan penghakiman umum pada akhir zaman (lih. Matius 25:31-46).
- Meragukan Karya Penyelamatan Kristus: Ajaran ini mengimplikasikan bahwa karya penebusan Kristus di salib belum lengkap, karena memerlukan proses tambahan di surga. Dalam ajaran Katolik, karya penyelamatan Kristus di salib adalah sempurna dan final (lih. Yohanes 19:30; Katekismus Gereja Katolik [KGK] 615-617).
- Tanggal Spesifik: Penetapan tanggal 1844 berdasarkan penafsiran Daniel 8:14 dianggap spekulatif dan bertentangan dengan Matius 24:36, yang menyatakan bahwa tidak ada yang tahu waktu kedatangan Kristus, bahkan malaikat di surga.

Implikasi:
Ajaran ini dianggap sesat karena melemahkan keutuhan karya penebusan Kristus dan menambahkan unsur spekulatif yang tidak didukung oleh Kitab Suci atau Tradisi Suci. Gereja Katolik menegaskan bahwa keselamatan diperoleh melalui iman, rahmat, dan karya baik, bukan melalui proses penghakiman surgawi yang
dimulai pada tanggal tertentu (lih. KGK 1987-2029).

2. Pemeliharaan Hari Sabat sebagai Syarat Keselamatan

Ajaran GMAHK:
GMAHK menekankan kekudusan hari Sabat (Sabtu) sebagai hari ibadah wajib, berdasarkan Sepuluh Perintah Allah (lih. Keluaran 20:8-11). Mereka menganggap ibadah pada hari Minggu, yang dipraktikkan oleh Gereja Katolik dan sebagian besar denominasi Protestan, sebagai tanda kemurtadan besar, yang dikaitkan dengan “tanda binatang” dalam Wahyu 13:16-18. GMAHK menyatakan bahwa pemeliharaan Sabat adalah tanda kesetiaan kepada Allah dan bagian integral dari keselamatan.

Pandangan Katolik: Gereja Katolik menolak pandangan ini karena:
- Kebebasan dalam Hukum Baru: Dalam ajaran Katolik, hukum Sabat dalam Perjanjian Lama telah digenapi oleh Kristus, yang adalah “Tuhan atas hari Sabat” (lih. Matius 12:8). Kolose 2:16-17 menyatakan bahwa umat Kristen tidak boleh dihakimi berdasarkan pemeliharaan hari-hari tertentu, karena ini adalah bayangan dari realitas dalam Kristus. Gereja Katolik memilih hari Minggu sebagai hari ibadah untuk memperingati kebangkitan Kristus, yang merupakan puncak karya penyelamatan (lih. KGK 2174-2176).
- Perubahan oleh Otoritas Apostolik: Tradisi Suci
mencatat bahwa Gereja awal, di bawah otoritas apostolik, beralih dari Sabat ke hari Minggu (lih. Kisah Para Rasul 20:7; 1 Korintus 16:2). St. Ignatius dari Antiokia (abad ke-2) menegaskan bahwa umat Kristen tidak lagi memelihara Sabat, tetapi “Hari Tuhan” (Minggu) sebagai peringatan kebangkitan Kristus.
- Tuduhan Kemurtadan: GMAHK mengklaim bahwa Gereja Katolik, melalui Kaisar Konstantin dan Konsili Laodikia (abad ke-4), mengubah hari Sabat menjadi Minggu sebagai bagian dari “kemurtadan besar.” Gereja Katolik menolak tuduhan ini, karena perubahan ke hari Minggu sudah terjadi sejak abad pertama, jauh sebelum Konstantin, dan didukung oleh otoritas apostolik (lih. KGK 2175). Tuduhan ini juga dianggap menghina kesinambungan apostolik Gereja Katolik.

Implikasi:
Ajaran GMAHK tentang Sabat dianggap sesat karena menempatkan hukum Perjanjian Lama di atas kebebasan dalam Kristus dan menolak otoritas Gereja yang ditetapkan oleh Kristus (lih. Matius 16:18-19). Selain itu, tuduhan bahwa ibadah hari Minggu adalah tanda kemurtadan dianggap sebagai serangan terhadap iman Katolik dan Protestan, yang menghambat dialog ekumenis.

3. Karunia Nubuat Ellen G. White

Ajaran GMAHK:
GMAHK menganggap Ellen G. White, salah satu pendiri gereja, memiliki karunia nubuat dari Roh Kudus. Tulisan-tulisannya, seperti The Great Controversy, dianggap sebagai “sumber kebenaran yang berwewenang” yang memberikan bimbingan, hiburan, dan perbaikan bagi gereja, meskipun Alkitab tetap menjadi standar utama. GMAHK menyatakan bahwa tulisan White adalah “terang kecil” yang menuntun kepada “terang besar” (Alkitab).

Pandangan Katolik: Gereja Katolik menolak otoritas profetik Ellen G. White karena:
- Kanonisasi Kitab Suci: Gereja Katolik percaya bahwa wahyu publik telah selesai dengan kematian rasul terakhir (sekitar tahun 100 M). Tidak ada wahyu baru yang dapat ditambahkan setelah kanon Kitab Suci ditetapkan pada Konsili Hippo (393) dan Carthago (397) (lih. KGK 66-67). Tulisan White, yang dianggap sebagai wahyu tambahan, bertentangan dengan prinsip ini.
- Otoritas Apostolik: Dalam ajaran Katolik, otoritas untuk mengajar dan menafsirkan iman diberikan kepada Magisterium Gereja (paus dan para uskup dalam kesatuan dengan Petrus), bukan kepada individu yang mengklaim memiliki karunia nubuat (lih. KGK 85-88). Klaim White sebagai nabi dianggap tidak memiliki dasar apostolik dan berpotensi menyesatkan.
- Konten Tulisan White: Banyak pernyataan White, seperti tuduhan bahwa Gereja Katolik adalah “kemurtadan besar” atau bahwa ibadah hari Minggu adalah tanda binatang, bertentangan dengan ajaran Katolik dan dianggap memecah belah tubuh Kristus. Buku The Great Controversy secara eksplisit menyerang Gereja Katolik sebagai institusi yang dipengaruhi Setan, yang dianggap sebagai fitnah teologis.

Implikasi:
Pengakuan terhadap Ellen G. White sebagai nabi dianggap sesat karena menambahkan sumber otoritas di luar Kitab Suci dan Tradisi Suci, serta melemahkan otoritas Magisterium Gereja. Tuduhan White terhadap Gereja Katolik juga dianggap sebagai penghinaan terhadap iman yang telah dijaga selama dua milenium.

4. Ajaran tentang Keadaan Orang Mati (Soul Sleep)

Ajaran GMAHK:
GMAHK mengajarkan bahwa manusia tidak sadar setelah kematian (Ajaran “ketidaksadaran dalam kematian” atau soul sleep). Menurut mereka, jiwa tidak memiliki kesadaran sampai kebangkitan pada Kedatangan Kedua Kristus. Ajaran ini didukung oleh penafsiran Kitab Pengkhotbah 9:5 (“Orang mati tidak tahu apa-apa”) dan bertentangan dengan gagasan tentang surga, neraka, atau purgatorium segera setelah kematian.

Pandangan Katolik: Gereja Katolik menolak Ajaran ini karena:
- Kitab Suci: Ajaran Katolik menegaskan bahwa jiwa tetap sadar setelah kematian dan menghadapi penghakiman pribadi (lih. Ibrani 9:27). Lukas 16:19-31 (kisah Lazarus dan orang kaya) dan Lukas 23:43 (Yesus kepada penyamun di salib: “Hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus”) menunjukkan bahwa jiwa memiliki kesadaran setelah kematian. Filipi 1:23 juga menyatakan bahwa Paulus merindukan kepergian dari dunia untuk “bersama dengan Kristus.”
- Tradisi Suci: Para Bapa Gereja, seperti St. Irenaeus dan St. Yustinus Martir, mengajarkan bahwa jiwa orang benar masuk ke hadirat Allah setelah kematian, sementara orang berdosa menghadapi penghukuman (lih. KGK 1021-1022). Ajaran purgatorium, yang juga ditolak oleh GMAHK, didukung oleh 2 Makabe 12:46 dan praktik doa untuk orang mati sejak Gereja awal.
- Implikasi Eskatologis: Penolakan terhadap kesadaran jiwa setelah kematian menghilangkan gagasan tentang persekutuan para kudus (lih. KGK 946-962) dan doa syafaat kepada para santo, yang merupakan bagian integral dari iman Katolik.

Implikasi:
Ajaran soul sleep dianggap sesat karena bertentangan dengan pengajaran Kitab Suci dan Tradisi Suci tentang keadaan jiwa setelah kematian, serta melemahkan ajaran tentang penghakiman pribadi dan persekutuan dengan para kudus.

5. Identifikasi Yesus sebagai Mikhael Sang Penghulu Malaikat

Ajaran GMAHK:
GMAHK mengajarkan bahwa Yesus Kristus adalah Mikhael Sang Penghulu Malaikat, berdasarkan penafsiran Yudas 1:9 dan Wahyu 12:7. Mereka menegaskan bahwa ini tidak mengurangi keilahian Kristus, tetapi mengidentifikasi-Nya sebagai pemimpin malaikat dalam perang melawan Setan.

Pandangan Katolik: Gereja Katolik menolak identifikasi ini karena:
- Keilahian Kristus: Dalam ajaran Katolik, Yesus adalah Pribadi Kedua dalam Trinitas, Allah sejati dan manusia sejati (lih. KGK 464-469). Mikhael, sebagai malaikat, adalah makhluk ciptaan, sehingga mengidentifikasi Yesus sebagai Mikhael berisiko menyangkal keilahian-Nya atau mencampurkan natur ilahi dan ciptaan. Kolose 1:16 menyatakan bahwa semua makhluk, termasuk malaikat, diciptakan melalui Kristus, menegaskan perbedaan antara Kristus dan malaikat.
- Tradisi Suci: Tidak ada Bapa Gereja atau konsili ekumenis yang mengajarkan bahwa Yesus adalah Mikhael. Sebaliknya, ajaran tentang Trinitas dan Inkarnasi menegaskan keunikan Kristus sebagai Anak Allah (Konsili Nicea, 325 M).
- Bahaya Teologis: Identifikasi ini mirip dengan ajaran beberapa kelompok non-ortodoks, seperti Saksi Yehova, yang menyangkal keilahian Kristus. Meskipun GMAHK tidak menyangkal Trinitas, Ajaran ini dianggap membingungkan dan berpotensi menyesatkan.

Implikasi: Identifikasi Yesus sebagai Mikhael dianggap sesat karena berisiko melemahkan Ajaran Inkarnasi dan Trinitas, yang merupakan inti iman Kristen menurut Gereja Katolik.

6. Ajaran bahwa Setan sebagai “Kambing Hitam”

Ajaran GMAHK:
Dalam buku The Great Controversy karya Ellen G. White, dinyatakan bahwa Setan akan menjadi “kambing hitam” yang menanggung dosa umat percaya pada akhir zaman, berdasarkan penafsiran Imamat 16:8-10. Ajaran ini mengimplikasikan bahwa Setan memiliki peran dalam proses penebusan dosa.

Pandangan Katolik:
Gereja Katolik menolak ajaran ini karena:
- Kristus sebagai Penebus Tunggal: Kitab Suci dengan jelas menyatakan bahwa Yesus Kristus adalah satu-satunya yang menanggung dosa umat manusia (lih. 1 Petrus 2:24; Ibrani 9:28; KGK 613-614). Imamat 16:8-10, dalam konteks Perjanjian Lama, adalah bayangan dari karya penebusan Kristus, bukan Setan. Mengaitkan Setan dengan penebusan dosa adalah penyimpangan serius dari ajaran Kristen.
- Peran Setan: Dalam ajaran Katolik, Setan adalah musuh Allah dan umat manusia, yang berusaha menyesatkan (lih. Yohanes 8:44; KGK 391-395). Memberikan Setan peran dalam penebusan bertentangan dengan natur jahatnya dan melemahkan karya Kristus di salib.
- Implikasi Soteriologis: Ajaran ini dianggap berbahaya karena dapat membingungkan umat tentang sumber keselamatan sejati, yaitu Kristus, dan memberikan kredit kepada Setan dalam proses ilahi.

Implikasi:
Ajaran ini dianggap sesat karena bertentangan dengan Ajaran penebusan Kristus dan memberikan peran yang tidak alkitabiah kepada Setan, yang dapat menyesatkan umat dari kebenaran soteriologi Kristen.

Pandangan Gereja Katolik tentang “Kesesatan” GMAHK

Dalam teologi Katolik, “kesesatan” didefinisikan sebagai penolakan keras kepala terhadap kebenaran iman yang telah diwahyukan setelah menerima baptisan (lih. Kanon 751, Kitab Hukum Kanonik). Meskipun GMAHK adalah denominasi Kristen yang mengakui Trinitas dan keilahian Kristus, beberapa ajarannya dianggap sesat karena:
- Penyimpangan dari Kitab Suci dan Tradisi Suci: Ajaran seperti Pengadilan Pemeriksaan, soul sleep, dan peran Setan sebagai kambing hitam tidak memiliki dasar dalam Kitab Suci atau Tradisi Suci, serta bertentangan dengan ajaran apostolik.
- Penolakan Otoritas Gereja: GMAHK menolak otoritas Magisterium Gereja Katolik dan menganggapnya sebagai bagian dari “kemurtadan besar.” Hal ini bertentangan dengan keyakinan Katolik bahwa Gereja adalah pilar dan dasar kebenaran (lih. 1 Timotius 3:15; KGK 85-88).
- Penambahan Wahyu: Pengakuan terhadap tulisan Ellen G. White sebagai sumber otoritas menyerupai penambahan wahyu di luar kanon Kitab Suci, yang ditolak oleh Gereja Katolik (lih. KGK 66-67).
- Implikasi Eskatologis dan Soteriologis: Ajaran-ajaran GMAHK tentang Sabat, penghakiman, dan keadaan orang mati dapat membingungkan umat tentang natur keselamatan dan hubungan dengan Allah.

Namun, Gereja Katolik juga mengakui bahwa GMAHK memiliki banyak kesamaan dengan Kekristenan ortodoks, seperti iman kepada Trinitas, keilahian Kristus, dan otoritas Alkitab. Dalam semangat ekumenisme pasca-Konsili Vatikan II, Gereja Katolik mendorong dialog dengan GMAHK untuk mencari kebenaran bersama, sambil tetap menegaskan bahwa ajaran-ajaran yang sesat harus diperbaiki demi kesatuan tubuh Kristus (lih. KGK 817-822).

Implikasi dalam Dialog Ekumenis

Gereja Katolik, melalui dokumen seperti Unitatis Redintegratio (Konsili Vatikan II), menyerukan dialog ekumenis dengan komunitas Kristen lainnya, termasuk GMAHK. Namun, beberapa tantangan dalam dialog dengan GMAHK meliputi:
- Tuduhan Kemurtadan: Pandangan GMAHK bahwa Gereja Katolik adalah bagian dari “kemurtadan besar” menciptakan hambatan emosional dan teologis dalam dialog.
- Perbedaan Otoritas: GMAHK menolak otoritas Magisterium dan Tradisi Suci, sementara Gereja Katolik menganggap keduanya sebagai sumber otoritas bersama Kitab Suci.
- Ajaran Khas: Ajaran seperti Pengadilan Pemeriksaan dan peran Ellen G. White sulit direkonsiliasi dengan Ajaran Katolik tanpa perubahan signifikan dari pihak GMAHK.

Meskipun demikian, Gereja Katolik tetap terbuka untuk dialog, dengan fokus pada kesamaan iman (misalnya, iman kepada Kristus sebagai Juruselamat) dan upaya untuk mengklarifikasi perbedaan demi kesatuan yang lebih besar.

Kesimpulan

Menurut ajaran Gereja Katolik, Gereja Maseih Advent Hari Ketujuh memiliki sejumlah Ajaran yang dianggap sesat, termasuk Pengadilan Pemeriksaan, pemeliharaan Sabat sebagai syarat keselamatan, otoritas profetik Ellen G. White, Ajaran soul sleep, identifikasi Yesus sebagai Mikhael, dan ajaran bahwa Setan sebagai kambing hitam. Ajaran-Ajaran ini dianggap bertentangan dengan Kitab Suci, Tradisi Suci, dan Magisterium Gereja, serta berpotensi menyesatkan umat dari kebenaran iman Kristen. Meskipun demikian, Gereja Katolik mengakui bahwa GMAHK memiliki banyak elemen ortodoks dalam imannya dan mendorong dialog ekumenis untuk mencari kesatuan dalam kebenaran.

Penting untuk dicatat bahwa istilah “kesesatan” dalam konteks ini adalah penilaian teologis, bukan penghakiman atas individu anggota GMAHK. Gereja Katolik mengajarkan bahwa keselamatan tetap mungkin bagi mereka yang, melalui
ketidaktahuan yang tidak disengaja, tidak menerima seluruh kebenaran Katolik, asalkan mereka hidup sesuai dengan hati nurani yang dibentuk oleh rahmat Allah (lih. KGK 846-848).1

Share: X (Twitter) Facebook LinkedIn Whatsapp Telegram

Artikel Lainnya