LIVE DKC SELASA, 11 MARET 2025 PUKUL 19:00 WIB: HASIL NOVEL DIBUAT FILM KAU PERCAYA...!!!

(Kata “conclave” berasal dari bahasa Latin “dengan kunci”). Namun demikian, mereka masih tetap belum dapat menentukan seorang paus. Orang banyak menjadi begitu frustasi hingga mereka membongkar atap, membiarkan para kardinal yang terkurung itu rentan terhadap cuaca. Para kardinal hanya diberi makan roti dan air saja. Akhirnya, pada tanggal 1 September 1271, mereka memutuskan seorang penerus, Paus Gregorius X. Sejak saat itu, pertemuan para kardinal guna memilih seorang paus dikenal dengan istilah “conclave”.

By Manuel (Tim DKC)

11 menit bacaan

Share: X (Twitter) Facebook LinkedIn Whatsapp Telegram

LIVE DKC SELASA, 11 MARET 2025 PUKUL 19:00 WIB: HASIL NOVEL DIBUAT FILM KAU PERCAYA…!!! @AndreyThunggal‬ @HelloGodYT

Tayangan Podcast Andrey Thunggal di @HelloGod tentang Pesan Penting Film “Conclave

Andrey menyatakan bahwa film “Conclave” merupakan respon budaya yang menggambarkan suatu institusi rohani dan memberikan disclaimer bahwa Andrey tidak mendukung siapapun, hanya memberikan suatu insight.
Tanggapan: Pada kenyataannya Andrey tidak mengerti tentang sejarah Conclave.

Andrey mengatakan film ini dirasakan oleh orang Katolik menghina Kekatolikan karena kesakralan Dewan Kardinal berpolitik, terlibat dalam skandal, dan lain lain di dalam Conclave.
Tanggapan: Film ini sebenarnya hanya fiksi dan dibuat sebagai suatu pijakan oleh Andrey.

Conclave menurut Andrey baru dilaksanakan pada saat pergantian Paus Yohanes Paulus II digantikan Benedictus XVI.
Tanggapan: Dalam hal ini Julius dan Andrey tidak memahami sejarah pelaksanaan Conclave.

Hierarki Katolik menurut Andrey yang paling atas adalah Paus, di bawahnya Dewan Kardinal dan kemudian membawahi Uskup. Dewan Kardinal adalah kelompok elite yang memiliki otoritas memilih Paus berikutnya.
Tanggapan: Hierarki sebenarnya sudah ada dalam Alkitab, diketuai St. Petrus, kemudian Dewan Episkope/ Uskup, selanjutnya Diakonos/ Pembantu Uskup. Kardinal tidak membawahi Uskup, tetapi Kardinal = Uskup. Andrey sama sekali tidak memahami hierarki dalam Gereja Katolik.

Film ini menceritakan bahwa ada beberapa Kardinal mengatakan bahwa Gereja Katolik sudah 40 tahun tidak memiliki Paus dari Italia, Gereja harus kembali ke root konservatif, tidak seharusnya merangkul kaum LGBT.
Tanggapan: Andrey tidak menyadari bahwa Gereja Protestan yang sudah mengesahkan pernikahan kaum LGBT.

Julius menanyakan kenapa film ini dibuat berdasarkan novelnya Robert Harris, Andrey menjawab tidak tahu, hanya sebuah narasi kebencian terhadap Katolik.
Tanggapan: Kalau Andrey tidak tahu kenapa membahas film ini dalam podcast-nya dengan Julius? Twist sebenarnya dalam film ini ”tidak ada Roh Kudus di dalam Conclave”, ini jelas merupakan suatu fiksi karena Gereja Katolik adalah Tubuh Kristus dan memiliki Roh Kudus.

Kardinal, Conclave dan Paus Baru

Prosedur pemilihan paus mengalami perkembangan sepanjang sejarah Gereja. Pada abad-abad pertama, kaum klerus dan rakyat Roma yang memilih penerus paus, biasanya dipilih seorang yang telah bekerjasama erat dengan paus terdahulu. Pada tahun 1059, Paus Nikolaus II lebih lanjut menetapkan proses pemilihan paus dengan menunjuk para kardinal sebagai mereka yang memilih pewaris tahta suci. Di abad-abad belakangan ini, semua paus sejak Paus St Pius X (terkecuali Paus Yohanes Paulus I) telah menyempurnakan prosedur pemilihan paus, teristimewa Paus Paulus VI dalam konstitusi apostolik “Romano Pontifici Eligendo” (1975) dan Paus Yohanes Paulus II dalam konstitusi apostolik “Romano Dominici Gregis” (“RDG”) (1996). Tetapi, seperti dimaklumkan Paus Yohanes Paulus II, “Saya sangat berhati-hati dalam merumuskan ketentuan yang baru agar tidak menyimpang substansinya dari tradisi yang bijaksana dan terhormat, yang telah ditetapkan sebelumnya.”

Para kardinal diserahi kepercayaan dan tanggung jawab untuk memilih penerus St. Petrus (Kitab Hukum Kanonik, No. 349). Para kardinal, pertama-tama, mewakili Gereja universal, sebab mereka berasal dari berbagai macam benua. Kedua, setiap kardinal dipertalikan dengan Keuskupan Roma, baik sebagai pemimpin tituler (= hanya gelar saja) sebuah Gereja di Roma dengan gelar Kardinal Diakon atau Kardinal Imam; atau sebagai salah satu dari keenam uskup tituler dari keuskupan-keuskupan di pinggiran Roma, atau sebagai salah satu dari patriark (disebut juga batrik) Gereja-gereja Timur, masing-masing dengan gelar Kardinal Uskup.

Saat ini, kardinal pemilih berjumlah 120 orang. Seperti dinyatakan Paus Yohanes Paulus II, “Dalam keadaan sekarang ini, Gereja yang universal secara memadai diwakili oleh suatu dewan dengan 120 pemilih, terdiri dari para kardinal yang berasal dari berbagai belahan dunia dan dari berbagai macam kultur budaya.” Namun demikian, para kardinal yang telah merayakan ulang tahun mereka yang kedelapanpuluh pada hari sebelum Tahta Suci lowong (karena wafat atau pengunduran diri paus yang berkuasa) tidak ikut ambil bagian dalam pemilihan paus yang baru (“RDG,” No. 33).

Apabila seorang paus meninggal dunia, ada sembilan hari masa berkabung, dalam masa ini upacara pemakaman dilaksanakan. Kecuali karena alasan-alasan khusus, paus yang wafat dimakamkan antara hari ke-4 hingga hari ke-6 setelah wafatnya. Setidak-tidaknya 15 hari setelah wafat paus, dan tak lebih dari 20 hari, para kardinal berkumpul di Vatikan (No. 37, 41). Mereka akan tinggal di Rumah St Marta, yaitu rumah tamu yang terletak dalam Kota Vatikan, dekat Basilika St. Petrus. (Di masa-masa belakangan ini, para kardinal tinggal di tempat tinggal sementara yang sangat sederhana dekat Kapel Sistine).

Perundingan seksama di antara para kardinal dan pemungutan suara dilaksanakan di Kapel Sistine. Paus Yohanes Paulus II menetapkan, “… pemilihan akan terus dilangsungkan di Kapel Sistine, di mana segala sesuatu menghantar pada kesadaran akan kehadiran Tuhan, yang dalam pandangan-Nya, setiap orang suatu hari kelak akan dihakimi” (Ingat lukisan Michelangelo menggambarkan jiwa memasuki “Pengadilan Terakhir” yang menghiasi dinding belakang Kapel Sistine).

Conclave harus dilangsungkan tanpa adanya campur tangan pihak luar sama sekali. Hanya mereka yang berwenang saja yang diperkenankan memasuki Rumah St. Marta dan Kapel Sistine. Tak seorang pun diperkenankan mendekati para kardinal pemilih sementara mereka melintasi Rumah St. Marta dan Kapel Sistine (No. 43). Segenap mereka yang tidak berkepentingan tidak diperkenankan berkomunikasi dengan cara apa pun dengan para kardinal (No. 45).

Juga tingkat kerahasiaan yang tinggi harus dijaga selama conclave berlangsung. Paus Yohanes Paulus II menegaskan, “Lebih lanjut saya menegaskan melalui wewenang apostolik saya mengenai kewajiban menjaga kerahasiaan secermat mungkin berkenaan dengan segala sesuatu yang berhubungan baik secara langsung maupun tidak langsung dengan proses pemilihan itu sendiri” (Intro). Karena itu, para kardinal pemilih melakukan sumpah khidmat secara pribadi untuk mentaati ketentuan-ketentuan seperti yang ditetapkan dalam “Universi Dominici Gregis” dan untuk menjaga kerahasiaan selama maupun sesudah pemilihan “menyangkut segala sesuatu yang dengan cara apapun berhubungan dengan pemilihan Uskup Roma dan menyangkut segala sesuatu yang terjadi di tempat pemilihan” (“RDG” No. 53). Para kardinal tidak diperkenankan “berkomunikasi – entah melalui tulisan, telepon, ataupun sarana-sarana komunikasi lainnya - dengan orang-orang di luar wilayah di mana pemilihan dilangsungkan” (No. 44, 53). Di samping itu, selama masa conclave, para kardinal tidak diperkenankan membaca koran atau majalah, mendengarkan radio, ataupun menonton televisi (No. 57). Segala bentuk pelanggaran terhadap kerahasiaan akan berakibat “hukuman yang berat”, termasuk ekskomunikasi, seperti diputuskan oleh paus yang bertahta (No. 55).

Di samping itu, sebelum pemilihan, “pemeriksaan yang cermat serta seksama harus dilakukan dengan bantuan orang-orang yang terpercaya dan kompeten dalam bidang teknik guna memastikan bahwa tak ada peralatan audiovisual yang dipasang secara tersembunyi di wilayah tersebut untuk merekam dan mengirimkannya kepada pihak luar” (No. 51). “Segala bentuk peralatan teknik untuk merekam, menggandakan, ataupun menyampaikan suara, gambar² visual, ataupun tulisan” dilarang (No. 61).

Ada alasan-alasan tepat di balik segala peraturan ini, teristimewa di abad kita yang sarat campur-tangan media dan paparazzi. Suatu peristiwa sejarah besar yang mengilhami banyak dari peraturan-peraturan ini berkenaan dengan conclave pada tahun 1268. Ketika Paus Klemens IV wafat tahun itu, para kardinal berkumpul di istana kepausan di Viterbo, Italia. Karena berbagai tekanan politik, para kardinal tidak dapat memutuskan seorang paus hingga hampir tiga tahun lamanya. Akhirnya, mereka “dikunci” dengan “pengawas-pengawas conclave” yang ditunjuk guna mencegah mereka mangkir. (Kata “conclave” berasal dari bahasa Latin “dengan kunci”). Namun demikian, mereka masih tetap belum dapat menentukan seorang paus. Orang banyak menjadi begitu frustasi hingga mereka membongkar atap, membiarkan para kardinal yang terkurung itu rentan terhadap cuaca. Para kardinal hanya diberi makan roti dan air saja. Akhirnya, pada tanggal 1 September 1271, mereka memutuskan seorang penerus, Paus Gregorius X. Sejak saat itu, pertemuan para kardinal guna memilih seorang paus dikenal dengan istilah “conclave”.

Oleh sebab conclave yang begitu lama ini, Konsili Lyon II (thn 1274) menetapkan bahwa untuk conclave di masa mendatang, para kardinal pemilih akan “dikurung” guna menghindari segala bentuk kekuatan pihak luar dalam mempengaruhi pemilihan. Walau kemudian dibatalkan, Konsili juga menetapkan bahwa jika seorang paus belum terpilih setelah tiga hari, maka para kardinal hanya akan diberi makan satu kali pada siang hari dan satu kali pada malam hari; dan jika seorang paus masih juga belum terpilih setelah lima hari, mereka hanya akan diberi makan roti, air, dan anggur. Cara hidup yang demikian dimaksudkan memotivasi para kardinal untuk memilih seorang paus tepat pada waktu yang telah ditentukan.1

Tayangan Video Dokumenter Conclave Pemilihan Paus Yohanes XXIII pada Oktober 1958

##

Tayangan Video Tanggapan RP. Marcell, SMM. tentang Film ”Conclave

Film “Conclave” yang dibuat berdasarkan novel Robert Harris merupakan:

  1. Distorsi besar terhadap realitas sesungguhnya dari Gereja Katolik,
  2. Upaya memisahkan Gereja dari dimensi supranatural,
  3. Kaitan dengan trend sinema anti-Katolik di dunia Barat, seperti “The Da Vinci Code” (2006), ”The Two Popes” (2019), dan ”Spotlight” (2015)
  4. Kemungkinan adanya aktor intelektual di balik film ”Conclave”,
  5. Bagaimana umat Katolik harus menyikapi film ini, yaitu dengan sikap kritis tetapi tidak reaktif secara emosional. Beberapa langkah yang dapat diambil:
    • Memahami konteks sejarah conclave yang sebenarnya agar tidak terpengaruh oleh penyimpangan yang ada dalam film,
    • Mengembangkan literasi media agar bisa membedakan antara fiksi yang didramatisasi dan realitas Gereja yang sejati,
    • Tidak terjebak dalam narasi yang dirancang untuk memicu skandal/ kontroversi tetapi menggunakan kesempatan ini untuk menjelaskan kepada publik tentang bagaimana Gereja sebenarnya beroperasi.

Kesimpulan:
Film ”Conclave” menunjukkan pola yang umum dalam industri film Barat yaitu menyoroti sisi politik dalam Gereja sambil mengabaikan dimensi spiritualnya. Ketika film ini secara konsisten menggambarkan Kardinal sebagai tokoh yang korup dan tidak beriman serta menyiratkan bahwa pemilihan Paus hanyalah hasil dari kompromi politik yang kotor, maka jelas film ini memiliki tendensi anti-Katolik dan bertujuan untuk mendiskreditkan otoritas Gereja.

Apakah ada aktor Protestan anti-Katolik di balik film ini? Tidak ada bukti langsung, tetapi film ini tetap sejalan dengan pola sekularisasi yang telah lama berusaha mengikis pengaruh Gereja dalam masyarakat.

Oleh karena itu umat Katolik harus waspada dan tidak serta merta menerima narasi yang dibangun dalam film ini sebagai cerminan dari realitas Gereja yang sesungguhnya.

  1. Fr. William P Saunders is pastor of Our Lady of Hope Parish in Potomac Falls and a professor of catechetics and theology at Notre Dame Graduate School in Alexandria. 

Share: X (Twitter) Facebook LinkedIn Whatsapp Telegram

Artikel Lainnya