LIVE DKC JUMAT, 14 MARET 2025 PUKUL 19:00 WIB: DARI KELUARGA PROTESTAN MEMILIH MENJADI IMAM KATOLIK
Live Kesaksian Frater Sam
Nama lengkap saya Robert Samuel, lahir di Kabupaten Maluku Tenggara Barat, Provinsi Maluku, bungsu dari 4 bersaudara, satu-satunya anak laki-laki dengan 3 kakak perempuan. Saya lahir di keluarga yang taat beribadah dengan keimanan yang sangat kuat dalam Gereja Protestan Maluku (GPM). Seluruh keluarga saya sangat aktif dalam kegiatan Gereja. Dalam pertumbuhan benih iman, saya akhirnya memilih menjadi Imam Katolik Ordo OFM, dan saya sekarang bertugas di Papua.
Sejak kecil saya terbiasa mengikuti ibadah Minggu dan menikmatinya bersama teman-teman sebaya, tergabung dalam Angkatan Muda (Katolik: OMK) dan banyak kegiatan yang saya lakukan. Benih panggilan saya muncul di saat saya SD, waktu itu saya mendapatkan guru baru dari Program Indonesia Mengajar selama 1 tahun, dia membawa buku-buku bacaan rohani Katolik tentang Kisah Para Kudus dan Para Martir. Saya sangat terkesan dengan kisah-kisah orang kudus dan martir tersebut yang memilih hidup sendiri dan memperjuangkan imannya dengan siap mati bagi Kristus. Kisah-kisah ini mulai menggugah hati saya dan benih iman saya akan Katolik samakin kuat.
Memasuki SMP, benih panggilan tersebut masih tertanam di hati namun semakin banyak tantangan dari keluarga saya, ada pro dan kontra dalam keluarga besar Protestan saya. Ketika saya menjawab cita-cita saya ingin menjadi Imam/ Romo, saya akan segera dimarahi dan ditegur dengan keras karena saya berasal dari keluarga Protestan dan tidak mungkin menjadi Imam Katolik. Karena tekanan ini, panggilan ini saya simpan dalam diam meskipun saya masih merasakan dorongan kuat setiap kali mendengar sesuatu tentang Gereja Katolik.
Sampai naik ke kelas 1 dan 2 SMA, saya sangat aktif mengikuti aktivitas Gereja sehingga panggilan saya semakin menghilang. Ketika naik kelas 3 SMA, saya mulai merancang masa depan saya dan banyak beasiswa yang masuk (pertambangan, kesehatan dan sekretariat), dan yang akan saya pilih adalah beasiswa pertambangan. Menjelang akan berangkat, saya mendapatkan beasiswa KPA (Kelas Persiapan Atas). Saya memberanikan diri mendatangi Pastur Paroki akan tetapi beliau tampak kurang percaya karena saya berasal dari keluarga Protestan, dan hanya main-main saja. Saya merasa kecewa dengan respon Pastur tersebut tetapi tidak menyerah dan pulang ke kampung berbicara dengan keluarga besar saya. Beberapa keluarga saya yang setuju ikut mendukung keputusan saya menjadi Imam Katolik dan salah satunya adalah kakak tengah saya yang menikah dengan pria Katolik dan telah pindah ke Katolik.
Kemudian saya meminta Tomas, Ketua Stasi di wilayah saya untuk membantu saya berbicara dengan Pastur Paroki di Kota. Akhirnya saya diterima dan diberikan syarat-syarat yang sangat banyak, dan sebelum berangkat saya harus diterimakan terlebih dulu dalam Gereja Katolik. Kemudian saya pulang ke kampung dan meminta persetujuan kepada keluarga besar saya yang pada awalnya menentang, termasuk Bapak saya, akhirnya menerima keputusan saya. Pendeta Protestan Gereja saya tidak senang dengan keputusan saya sehingga berita saya pindah ke Gereja Katolik menjadi viral. Pendeta tersebut memanggil saya dan kemudian berusaha membujuk saya bahkan mempersulit administrasi saya, hal ini membuat saya mulai goyah akan tetapi dalam perdebatan dengan pendeta tersebut dengan didampingi seorang Pastur, Pastur tersebut kemudian menyarankan saya untuk langsung terbang ke Ambon dan langsung menjalani KPA.
Sejak saat itu saya mulai menjalani panggilan saya dan menjadi Frater Katolik sampai sekarang.
Diskusi dan Tanya Jawab
- RP. Ferry, SSCC – Apa yang membuat Frater Sam ingin menjadi Imam Katolik? Apakah ada panutan seorang Romo/ Pastur yang memicu keputusan tersebut? Saat ini sedang menjalani studi di tahun ke berapa?
Karena keinginan saya melayani dan mewartakan tentang Kristus tanpa terbebani apapun, seperti yang diketahui, seorang Imam Katolik tidak menikah.
Orang yang membuat saya ingin menjadi Imam adalah guru dari Program Indonesia Mengajar yang memberi saya buku Kisah Para Kudus dan Martir.
Saat ini saya di tahun ke-4, dan baru selesai skripsi tetapi belum menjalani orientasi pastoral (akan dimulai di bulan Agustus tahun ini)
- Quovadis – Apakah waktu kecil (SD) tertarik dengan kisah hidup St. Fransiskus Asisi (Pendiri Ordo OFM)? Apakah pemicu yang membuat panggilan, yang sempat redup di SMP, muncul lagi di SMA?
Di awal 3 bulan pertama di KPA, saya diminta mendalami dulu tentang iman Katolik dengan dibantu oleh seorang Diakon dan belum diterimakan dalam Gereja Katolik, serta belum boleh menerima komuni. Di bulan Rosario tanggal 1 Oktober saya mulai diterimakan di Gereja Katolik dan langsung menerima hosti. Hal ini membuat saya terharu dan membuat panggilan saya samakin kuat. Keesokan harinya saya langsung menerima sakramen Krisma dan memulai proses pendidikan di KPA. Di bulan Mei tahun depannya saya diminta memilih tarekat/ ordo/ keuskupan apa yang akan saya jalani. Karena kuota tarekat MSC yang saya pilih pertama sudah habis, saya menjadi kecewa dan mengurung diri di kamar, sementara untuk pulang ke kampung saya malu dengan keluarga besar saya. Di sore harinya saya bertemu dengan seorang suster yang kemudian membantu saya masuk di Ordo OFM di Papua. Ini adalah jalan Tuhan bagi saya.
Pemicu panggilan Katolik saya muncul kembali sebelum lulus di kelas 3 SMA adalah karena saya mendapatkan beasiswa KPA dan menyadari inilah panggilan Tuhan, meskipun sebelumnya di kelas 1 dan 2 SMA saya sangat aktif dalam kegiatan Gereja Protestan bahkan sudah ikut katekisasi/ sidi.
- Tega Back – Menurut Frater Sam, hal apa yang paling menantang dalam pelayanan? Setelah masuk Gereja Katolik, apa tanggapan sebenarnya tentang ajaran Katolik, karena dulu Frater pernah membenci ajaran Katolik bahwa Katolik menyembah patung/ Maria, dll?
Tantangan terbesar dalam panggilan membiara adalah perempuan karena saya adalah laki-laki normal, selain itu adalah media sosial yang dapat mempengaruhi panggilan imamat saya. Tantangan-tantangan tersebut tidak membuat saya mundur tetapi semakin kuat dalam panggilan saya. Saat ini tantangan terbesar saya adalah karena saya satu-satunya anak laki-laki dalam keluarga saya yang seharusnya meneruskan garis keturunan keluarga saya.
Perlunya memiliki banyak literasi, kosongkan pikiran dan carilah kebenaran untuk dapat mengetahui ajaran Katolik yang sebenarnya.
- Sayang Sofiie – Apakah menjadi Katolik itu sulit, terlihat pada saat Frater Sam ingin ketemu Pastur saja sulit samentara menjadi Protestan begitu mudahnya? Setelah bergabung dengan Gereja Katolik, bagaimana refleksi Frater untuk semakin mempertebal iman agar jalan ke depan semakin lurus?
Memang sangat sulit menjadi Katolik, khususnya menjadi seorang Imam karena harus mempelajari ajaran, teologi dan filsafat yang sangat sulit dengan begitu banyak hafalan dan kedisiplinan serta ketaatan terhadap iman.
Refleksi saya setelah hidup membiara, pertama kali masuk biara harus beradaptasi dan hidup saling mengerti satu sama lain karena beragamnya suku dan budaya sesama biarawan. Dulu sangat sulit akan tetapi sekarang saya sudah mulai terbiasa.
- Robertus Exel – Apa yang menjadi harapannya Frater kok dari Protestan menjadi Katolik? Selama Frater masuk tarekat, apa yang menyenangkan bagi Frater?
Menjadi seorang imam adalah suatu anugerah panggilan, harapan saya ke depan menjadi Imam adalah taat dengan ikrar saya: ketaatan, kemiskinan dan kemurnian. Di samping itu hidup sesuai dengan ajaran Kristus, rendah hati dan menjadi gembala yang baik, membawa pelita dan terang bagi umat. Saya juga ingin keluarga saya memiliki iman Katolik yang sama dengan saya, beberapa hari yang lalu Bapak saya mengabari saya akan pindah ke Katolik.
Hal yang membuat saya gembira adalah saya memiliki keluarga baru, diperlakukan umat sebagai anak/ saudara/ keluarga, serta hidup dalam komunitas meskipun terkadang bentrok akan tetapi juga merasa bahagia.
- Turun Gunung – Yang pertama, setelah membaca begitu banyak Kisah Orang Kudus, kenapa bisa memilih Ordo Fransiskan? Yang kedua ditunggu kedatangannya di tempat saya.
Awalnya memilih tarekat MSC dan ditolak kemudian menjadi down. Kemudian bertemu seorang suster dan dibantu masuk ke OFM.
- Selsita5g – Saya sempat penasaran saja ketika dipanggil Pendeta Protestan, apakah menerima interogasi dan dalam hal pemahamannya bagaimana? Yang kedua, saya mohon kepada Romo dan paman-paman dalam room ini supaya diberikan kekuatan dan hikmat di dalam menjalani kehidupan saya terkait dengan pencarian kebenaran sejati yang sudah saya temukan titik terangnya dalam Gereja Katolik.
Ketika saya memutuskan pindah ke Katolik, berita saya menjadi viral sehingga saya dipanggil Pendeta Gereja saya di hari Minggu pagi sebelum ibadat bersama keluarga saya diwakili kakak Bapak saya. Pada waktu itu Pendeta tersebut memberikan banyak persyaratan yang mempersulit saya dan menanyakan saya kenapa ingin mnejadi Imam, dan saya jawab ini adalah panggilan hati saya. Kemudian Pendeta tersebut mengatakan keluar dari Gereja Protestan tidak mudah dan memberikan banyak persyaratan dengan membuat surat pernyataan yang harus saya bacakan di mimbar Gereja di depan jemaat dan setelah dibunyikan 3x lonceng saya harus keluar dari Gereja (dianggap telah meninggal dunia). Menurut saya pengusiran ini sangat kejam tetapi saya ikuti samua persyaratan tersebut dan saya membawa surat tersebut ke Pendeta tersebut di malam harinya tetapi Pendeta tersebut marah dan menolak surat saya. Selanjutnya Pastur yang membantu saya menyarankan untuk segera berangkat menjalani KPA di Ambon dan tidak mempedulikan Pendeta Protestan tersebut.
-
RP. Ferry, SSCC – Yang pertama, ini adalah sebuah kesaksian hidup yang betul-betul hidup, proses iman yang memang tidak selalu lurus, kadang berliku-liku, tetapi kita dapat melihat apa kehendak Tuhan dengan hidup kita. Tidak semua harapan kita selalu terpenuhi, putus asa, kebingungan dalam hidup sangat manusiawi. Di saat kita menemui jalan buntu kita harus melakukan refleksi iman apa yang Tuhan kehendaki, bukan kita yang mencari Tuhan tetapi Tuhan yang mencari dan memilih kita. Tidak ada yang lebih berharga daripada jalan panggilan Tuhan. Kenapa menjadi Imam itu jalannya panjang karena memang inilah waktu yang dibutuhkan karena perlu proses permenungan mendalam. Ada waktunya semua menjadi indah ketika kita bersama dalam rahmat Allah. Sama dengan para murid yang baru paham ketika Yesus bangkit dari wafatnya dan turunnya Roh Kudus setelah kenaikan-Nya ke surga. Untuk bisa memahami ini, kita harus melewati Jalan Salib yang tidak mudah, setelah melalui ini samua, barulah kita akan mendapatkan kemuliaan bersama Allah Bapa. Inti dari panggilan adalah menggapai cinta Tuhan, membangun tubuh Kristus yaitu Gereja-Nya dan menjadi bagian yang satu dalam Tubuh Kristus, serta mewartakan cinta Tuhan. Panggilan juga membutuhkan bimbingan Roh Kudus, terus menerus meminta kita menyelam ke tempat yang lebih dalam. Dalam situasi panggilan, siapapun kita dan dalam posisi apapun, kita harus selalu ingat untuk mengikuti Kristus yang memanggil kita, Sang Pelayan, dengan memikul salib-Nya dan luka-luka-Nya menahan penderitaan sampai ke Golgota dan tetap memiliki cinta yang menyala. Dalam kondisi apapun selalu ada pengampunan, ini yang tidak mudah, ketika kita susah mengampuni kita membutuhkan rahmat Tuhan karena pengampunan adalah tindakan Ilahi dan dipanggil dalam Keilahian itu sendiri. Cinta Tuhan selalu memberi, tak harap kembali. Kita semua tetap dipanggil untuk tetap menampilkan kegembiraan cinta Tuhan. Kristus hadir dalam Gereja-Nya, dalam sakramen-sakramen-Nya, yang bukan hanyalah formalitas. Kita manusia lemah tetapi bersama dalam doa kepada Tuhan akan meneguhkan kita dalam iman.
-
Susilo Bukan Yudhoyono – Bahagiakah Frater di masa kecilnya, bagaimana dengan pilihan Frater saat ini? Apa yang bisa Frater bagikan tentang perbedaan bahagia di masa kecil dan saat ini?
Masa kecil saya bahagia karena saya satu-satunya putra dan bungsu sehingga ke-3 kakak perempuan selalu memperhatikan dan mengasihi saya. Saat ini saya juga bahagia meskipun tidak setiap saat karena hidup dalam komunitas biara selalu ada pergumulan dalam hidup bersama.
Masa kecil saya memang bahagia tetapi karena mama saya meninggal di usia saya 8 bulan, dan Bapak sibuk bekerja, saya mendapatkan kasih sayang seorang Ibu dari kakak-kakak perempuan saya, walaupun kasih sayang ini hanya sebagai keluarga. Ketika memilih hidup sebagai Imam dalam biara, kasih sayang yang saya terima dari menjadi begitu banyak orang, yang telah menganggap saya sebagai keluarga mereka sendiri.
Peneguhan untuk Frater Sam
- Sayang Soffie – Saya berharap Frater tidak banyak halangan, tetap lurus ke depan dan suatu saat akan ditahbiskan menjadi seorang Imam.
- Quovadis – Proficiat kepada Frater Sam karena sudah dipilih Tuhan menjadi Imam. Harapan dan doa saya agar benar-benar setia dan taat pada panggilan Tuhan ini, dan kelak menerima tahbisan suci dan melayani umat di ladang Tuhan.
- Turun Gunung – Lanjut terus Frater, OFM yang saya kagumi adalah logo dari Kitab Suci TB2, bertahan terus sampai menjadi Imam.
- Selsita5g – Sukses selalu, Tuhan memberkati.
- Susilo Bukan Yudhoyono – Apapun tantangan di depan, Frater selalu didampingi Roh Kudus dan menemukan jalan keluar untuk itu, tetap setia dalam panggilan, tetap sederhana membimbing kami umatmu, samoga apa yang diharapkan, doakan, cita-citakan bisa tercapai.
- Erick DKC – Bunda Maria melindungimu, mendoakanmu, tetap setia dan jangan surut, sukses selalu.
Penutup dari RP. Ferry, SSCC
Kita dipanggil untuk selalu menguatkan, karena itu mari kita berdoa untuk kita semua, Gereja dan masyarakat dan untuk ketahanan proses panggilan Frater Sam. Perjalanan masih panjang, tetap bertekun, serahkan semuanya kepada Tuhan, ”Jalan-ku bukan Jalan-Mu”, ketika kita mau mengikuti jalan-Nya disana kita akan bertemu dengan Dia yang punya jalan itu, yang adalah jalan itu sendiri, Yesus Tuhan kita.