LIVE DKC SENIN, 3 MARET 2025 PUKUL 19:00 WIB: BANYAK ORANG PROTESTAN PINDAH KE KATOLIK KARENA APA…???
Tayangan Video tentang Tuduhan Protestan bahwa Katolik Menyembah Patung
Keluaran 20:4 – Perbedaan utama dalam teks Masoretik dan Septuaginta:
- Istilah yang digunakan dalam teks Masoretik ”pesel” yang berarti ”patung berhala” dan ”temunah” yang berarti ”gambar/ rupa”; teks Septuaginta menggunakan ”eidolon” yang lebih spesifik berarti ”berhala/ patung yang disembah” dan ”homoioma” yang berati ”citra/ bentuk”
- Makna yang tersirat dalam teks Masoretik bersifat lebih luas yaitu larangan membuat patung/ gambar dalam konteks penyembahan berhala karena terjemahan LAI (Lembaga Alkitab Indonesia) hanya menulis patung tanpa kata patung berhala (’pesel”), karena itu banyak Protestan mengira bahwa semua pembuatan patung adalah berhala; dalam teks Septuaginta penggunaan kata ”eidolon” secara spesifik merujuk kepada berhala sehingga penekanannya lebih jelas bahwa yang dilarang adalah patung yang disembah sebagai ”allah lain”, bukan semua bentuk patung/ gambar.
Kesimpulan:
- Septuaginta lebih menekankan larangan pada berhala, ”eidolon” bukan sekedar gambar/ patung,
- Teks Masoretik lebih luas dalam cakupan larangannya tetapi konteknya tetap terkait dengan penyembahan berhala
Allah memerintahkan pembuatan dua patung dalam Kitab Suci:
- Keluaran 25:18-22 – Allah memerintahkan pembuatan dua patung kerub dari emas di atas Tabut Perjanjian,
- 1 Raja-raja 6:23-28 – Salomo membuat dua kerub besar dari kayu zaitun di Bait Suci,
- 1 Raja-raja 7:25-29 – Bait Suci dihiasi dengan patung lembu, singa dan kerub sebagai bagian dari rancangan Allah
Kesimpulan:
Allah sendiri memerintahkan pembuatan patung dalam konteks ibadah sejati, bukan sebagai berhala.
Protestan sering beragumen dulu Allah sendiri yang menyurh, sekarang patung dalam Gereja Katolik dibuat atas arahan siapa? Jawaban:
- Otoritas Gereja berasal dari Kristus – Yesus memberi kuasa kepada para rasul untuk mengajar dan menafsirkan ajaran-Nya (lih. Matius 16:18-19; 1 Timotius 3:15),
- Tradisi Suci membimbing praktik Gereja, penghormatkan kepada gambar suci, ikon, patung telah menjadi bagian dari tradisi sejak zaman para rasul. Konsili Nicea II (787 M) menegaskan bahwa penghormatan terhadap ikon adalah sah selama tidak disembah,
- Patung dalam Gereja Katolik bukan berhala melainkan digunakan sebagai sarana untuk mengarahkan hati kepada Tuhan. Sebagaimana kerub di atas Tabut Perjanjian, yang dilarang adalah menyembahnya sebagai ”allah lain” (lih. Keluaran 20:4-5)
Kesimpulan:
Jika Protestan menerima bahwa Allah dulu memerintahkan pembuatan patung dalam ibadah maka mereka seharusnya memahami bahwa Gereja dengan otoritas dari Kristus memiliki hak untuk mengarahkan penggunaan patung dalam ibadah Katolik, bukan sebagai berhala, tetapi sebagai pengingat akan kekudusan.
Apakah Musik dalam Ibadah Bisa Menjadi Berhala?
Ada pola nada, kunci musik dan progesi akor tertentu yang diektahui memiliki efek emosional kuat pada manusia, beberap diantaranya sering digunakan dalam musik rohani ibadah Protestan untuk menciptakan suasana yang dianggap ”mengahdirkan Roh Kudus” Berikut beberapa contohnya:
- Kunci mayor versus kunci minor. Kunci mayor C G D A dan lain-lain memberikan perasaan Bahagia, optimis dan penuh kemenangan, yang banyak digunakan dalam lagu pujian dan penyembahan untuk membangkitkan semangat. Kunci minor A minor, E minor dan lain-lain memberikan nuansa melankolis, haru dan reflektif, sering digunakan dalam lagu-lagu penyembahan yang bertujuan unutk membuat jemaat lebih emosional
- Progesi akor yang paling berpengaruh (C G Am F dan lain-lain), salah satu progesi akor paling umum dalam musik pop dan penyembahan memberikan efek yang familiar dan nyaman bagi pendengar, bisa menciptakan perasaan euforia atau haru karena sering digunakan dalam lagu-lagu yang menggugah emosi. Am F C G dan lain-lain digunakan untuk membangun ketegangan emosional yang kemudian dilepaskan dalam bagian klimaks lagu, banyak dipakai dalam lagu-lagu penyembahan yang bertujuan untuk membuat jemaat merasa tersentuh atau menangis. Dan masih banyak lainnya yang mempengaruhi alunan nada.
Musik dapat mempengaruhi perasaan seseorang secara mendalam melalui kombinasi nada, akor, tempo dan dinamika. Dalam ibadah Protestan elemen-elemen ini sering digunakan untuk menciptakan suasana teretntu agar jemaat merasa tersentuh atau mengalami ”kehadiran Tuhan” namun perasaan ini seringkali lebih merupakan efek pdikologis daripada tanda kehadiran Ilahi yang sejati.
Dalam era modern ini musik dapat menjadi bentuk penyembahan berhala yang lebih berbahaya dibandingkan patung karena sifatnya yang lebih luas, halus dan mempengaruhi pikiran tanpa disadari. Berikut beberapa alasannya:
- Musik menembus batin tanpa disadari, memiliki kekuatan menggerakkan emosi dan menciptakan suasana tertentu, orang sering tidak sadar bahwa mereka terepngaruh oleh perasaan yang dihasilkan musik daripada kebenaran iman itu sendiri, contoh dalam Gereja Kristen Karismatik.
- Musik bisa menggantikan Tuhan sebagai fokus utama, banyak Protestan menghadiri ibadah bukan karena ajaran yang benar tetapi karena musik yang menyentuh, di beberapa Gereja bila musik ditiadakan ibadah terasa kosong dan kehilangan daya tariknya. Beberapa Gereja bahkan sengaja menggunakan efek musik tertentu, pengulangan lirik, pencahayaan redup, tempo yang melambat untuk menciptakan pengalaman transedental yang tidak jauh berbeda dari ritual mistik non-Kristen.
- Patung itdak memiliki kekuatan manipulatif seperti musik. Dalam Gereja Katolik patung tidak memiliki kekuatan untuk mengubah emosi atau kesadaran seseorang seperti musik. Patung hanya berfungsi sebagai pengingat akan kekudusan dan sejarah iman, tidak ada efek psikologis yang membuat seseorang terhanyut secara emosional seperti yang terjadi dengan musik dalam ibadah Protestan. Tanpa patung, Katolik tetap memiliki misa sebagai pusat ibadah yang tidak bergantung pada suasana emosional semata.
Kesimpulan:
Musik lebih mudah menjadi berhala di era modern. Jika Protestan menuduh Katolik menyembah patung, mereka seharusnya lebih khawatir dengan bagaimana musik telah menjadi berhala modern dalam banyak Gereja mereka. Jemaat yang mengejar perasaan daripada kebenaran telah terjerumus dalam penyembahan berhala emosional yang dikendalikan oleh musik, jika seseorang lebih mencari ibadah yang menyentuh hati daripada kebenaran Tuhan yang nyata dalam sakramen maka tanpa disadari mereka telah menjadikan musik sebagai berhala yang menggantikan Tuhan.
Berikut 3 contoh konkrit diluar Kekristenan dimana musik digunakan dalam konteks yang dapat dikategorikan sebagai penyembahan berhala atau pemanggilan roh:
- Musik dalam ritual Voodo, Haiti dan Afrika Barat,
- Musik dalam ritual Shinto (Jepang),
- Musik shamanisme di Amerika Latin dan Siberia.
Jadi baik musik maupun patung dapat digunakan untuk memuliakan Tuhan atau penyembahan berhala, tergantung pada sikap hati dan bagaimana seseorang menggunakannya. Music dlama ibadah benar dan diperintahkan dalam Alkitab namun jika musik hanya digunakan untuk membangkitkan emosi tanpa membawa hati kepada Tuhan, maka musik itu bisa menjadi berhala, sama seperti Ketika seseorang menggunakan patung secara keliru, patung dalam ibadah juga memilik dasar Alkitabiah seperti yang telah dijelaskan dalam Tabut Perjanjian dan Bait Suci tetapi jika sesorang menyembah patung sebagai allah, itu menjadi berhala.
Baik musik maupun patung TIDAK SALAH PADA DIRINYA SENDIRI, yang menentukan adalah SIKAP HATI dan TUJUAN PENGGUNAANNYA, apakah untuk memuliakan Tuhan atau justru menggantikan Tuhan dengan sesuatu yang bersifat duniawi.
Tayangan Video Logika Katolik
Sebutan Gereja Katolik dan agama Kristen seringkali menjadi perbincangan hangat bahkan cenderung mengarah pada perdebatan, beberapa orang secara sengaja atau karena tidak tahu membenturkan keduanya yang pada akhirnya mengarah pada pertanyaan-pertanyaan seperti ini:
Apakah Benar Yesus Mendirikan Gereja Katolik?
Lalu bagaimana dengan agama Kristen, apakah Yesus juga mendirikan agama Kristen? Sejatinya sebutan Gereja Katolik dan agama Kristen tidak untuk dipertentangkan sebab keduanya sama-sama tua dan sama-sama mengarah pada jati diri atau identitas sebagai murid-murid Kristus.
Pertanyaan-pertanyaannya adalah:
- Benarkah Yesus mendirikan Gereja Katolik, dimana dasar Alkitabiah-nya? Jawabannya: BENAR.
Lihat Matius 16:18-19 – ”Dan Aku pun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya. Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Surga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di surga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di surga.”
Gereja dalam bahasa Ibrani: Qahal, Yunani: Ekklesia, Latin: Ecclesia, berarti ”Kumpulan orang-orang ynag percaya kepada Tuhan Yesus atau singkatnya umat Allah atau umat beriman yang percaya kepada Kristus.” Arti Gereja sesungguhnya bukan bagian gedung apalagi tanpa umat.
- Lalu dimana kata Katolik tertulis dalam Alkitab?
Lihat Kisah Para Rasul 9:31 – ”Selama beberapa waktu jemaat di seluruh Yudea, Galilea dan Samaria berada dalam keadaan damai. Jemaat itu dibangun dan hidup dalam takut akan Tuhan dan jumlahnya bertambah besar oleh pertolongan Roh Kudus.” Dalam bahasa asli Yunani kata Katolik jelas terlihat dalam ayat ini:

Perhatikan ekklhsiai kaq olhV pada Kitab Suci berbahasa Yunani. Nah, kata tersebut kira-kira berbunyi ”Ekklesia Katha Holos” yang diterjemahkan di Inggris menjadi ”The Church throughout all”, dan diterjemahkan ke Indonesia menjadi ”Gereja di seluruh”
”Ekklesia” adalah ”Gereja”
”Katha Holos” adalah asal dari kata ”Katolik”
”ekklesia Katha Holos” = ”Gereja Katolik”

Bapa Gereja Pertama yang menggunakan kata ”Katolik” adalah Uskup Ignatius dari Antiokia, ketika menulis surat kepada Jemaat di Smirna (±107 M). Ia menggunakan kata Katolik untuk mendeskripsikan Gereja Kristus yang bersifat universal.
Kata ”Katolik” adalah kata sifat sehingga hanya cocok dipasangkan dengan kata ”Gereja” dan diletakkan sessudah kata Gereja mejadi GEREJA KATOLIK.
Gereja yang didirikan Kristus bukan Gereja kosong melompong tapi Gereja yang punya tanda-tanda, sifat-sifat padanya untuk membedakannya dengan Gereja yang bukan didirikan oleh Kristus. Ada 4 sifat Gereja dalam Pengakuan Iman Nicea:
- Gereja itu ”SATU” (lih. 1 Korintus 12:12) – Satu dalam ajaran iman dan moral, dan dalam kepemimpinan,
Contoh: bacaan harian dalam Gereja Katolik di belahan dunia manapun adalah SAMA,
- Gereja itu ”KUDUS” – Karena didirikan oleh Tuhan Yesus sendiri. Tuhan itu Kudus (lih. Yesaya 6:3; 1 Petrus 1:15-16; Imamat 20:26; Mazmur 99:9; Ibrani 12:14),
- Gereja itu “KATOLIK” – Diperuntukkan semua suku bangsa dan berlaku sepanjang masa (lih. Kisah Para Rasul 9:31),
- Gereja itu ”APOSTOLIK” – Gereja dibangun diatas Pengakuan Iman, Darah dan Kemartiran Para Rasul. Gereja menjaga dan meneruskan Ajaran Para Rasul yang mereka terima sendiri dari Tuhan Yesus agar semua jaran tetap utuh terpelihara.
- Apakah sebutan ”Gereja” asli dari bahasa Indonesia?
TIDAK, sebutan atau kata ”Gereja” berasal dari bahasa Portugis ”Igreja” kemudian menjadi Gereja mengikuti lidah orang Indonesia.
- Mengapa ada penambahan kata ”ROMA” di belakang Gereja Katolik sehingga menjadi ”Gereja Katolik Roma”?
Ada perbedaan nama Gereja Roma dan Gereja Katolik Roma. Ini adalah dua istilah yang berbeda dan dipakai pada dua waktu yang berbeda:
- Sebutan Gereja Roma – istilah/ sebutan kuno dipakai pada saat Gereja masih bersatu dimana semua Gereja berada di bawah kepemimpinan sebagai pimpinan para rasul yang berkedudukan di Roma. Karena semua orang Kristen adalah Katolik maka tidak dipakai istilah Gereja Katolik Roma tapi hanya Gereja Roma atau lebih populer di zaman sekarang dengan sebutan Keuskupan Roma/ Konstantinopel/ Alexandria/ Yerusalem. Ingat dalam periode itu Gereja masih bersatu dan adalah Katolik, semua mengakui kedudukan Pertus dan para penggantinya sebagai Primus Inter Pares (yang pertama diantara yang sederajat).
- Sebutan Gereja Katolik Roma – istilah ini digunakan saat Gereja tidak lagi bersatu dan tercerai berai. Semua Gereja yang berpisah mulai menggunakan nama yang baru dan berbeda dari Gereja Katolik. Istilah Gereja Katolik Roma pertama kali dikenal sebagai sinonim dari Gereja Katolik dalam komunikasi dengan Gereja Armenia pada tahun 1208 M setelah skisma Timur Barat tapi semakin populer pada abad ke-17. Istilah Gereja ”Katolik Roma” atau ”Gereja Katolik Roma” mulai digunkan dalma bahasa Inggris terutama oleh penganut Gereja Inggris pada pemerintahan Ratu Elizabeth I, digunakan dalam beberapa dokumen resmi seperti Spanish Match pada tahun 1620-an.
- Apa tujuan Kristus mendirikan Gereja Yang Katolik?
- Gereja didirikan untuk REKONSILIASI. Allah berdamai dengan manusia melalui pengorbanan Yesus di salib (lih. 2 Korintus 5:20). Dan Yesus memberikan diri-Nya sebagai Santapan Hidup Kekal dalam Sakramen Ekaristi (lih. Yohanes 6:54),
- Gereja didirikan untuk mempertobatkan bangsa Israel sehingga Israel menjadi Israel yang baru (lih. 1 Petrus 2:4-10; Roma 9:25-26; 1 Korintus 11:25),
- Gereja sebagai sakramen keselamatan karena merupakan tanda akan sarana persatuan dengan Allah dan seluruh umat manusia (lih. Yohanes 3:5; Roma 8:16; 1 Yohanes 1:5-10; Galatia 5:22; Lukas 19:1-10; Yohanes 6:53-57).
Lihat juga dalam Dogma Extra Ecclesia Nulam Salus (EENS) – Tidak Ada Keselamatan Di Luar Gereja Katolik.
Apakah Yesus Juga Mendirikan Agama Kristen?
Jawabannya: TIDAK BENAR.
- Menurut sebagian Tradisi Kecil, sebutan Kristen semula dipakai sebagai kata sindiran/ hinaan/ ejekan kepada para pengikut Kristus di sekitar tahun 40-44 M di Antiokia. Lihat Kisah Para Rasul 11:26 – ”Mereka tinggal bersama-sama dengan jemaat itu selama satu tahun penuh, sambil mengajar banyak orang. Di Antiokhialah murid-murid itu untuk pertama kalinya disebut Kristen.”
Nasiri (orang Nazaret) adalah istilah yang disandangkan kepada Yesus (lih. Matius 2:23) sementara stilah ”sekte orang Nasrani” pertama kali digunakan Tertulus (lih. Kisah Para Rasul 24:5). Sesudah dicetuskan Tertulus, istilah tersebut tidak lagi mengemuka, selain dari rujukan orang yang tidak begitu jelas di dalam Onomastikan karangan Eseblus. Pada abad ke-4 muncul suatu istilah yang mirip dengannya ”orang Nasorani” di dalam Panarion karangan Epifanus (2).
Kata Kristen pertama kali digunakan Bapa Gereja Apostolik, Uskup Ignatius dari Antiokia, di tahun 100 M dan kata Katolik di tahun 107 M. Kata ”Kristus” berasal dari bahasa Yunani ”Christos” yang berarti ”Yang Diurapi.”
Kesimpulannya Yesus TIDAK MENDIRIKAN AGAMA KRISTEN.
- Meskipun semula kata Kristen sebagai ejekan/ hinaan dalama perkembangannya kata Kristen menjadi identitas/ nama kebanggaan kita sebagai pengikut Kristus.
Sebagaimana Kristus yang disalib, bagi orang-orang Yahudi, salib akan menjadi batu sandungan. Salib akan menjadi batu sandungan dan kebodohan karena pemberitaan Injil (lih. 1 Korintus 1:21-22).
Catatan Penutup:
Jangan mengartikan kata Kristen sebagai Protestan karena dalam periode ini Protestan belum dikenal, artinya Protestan belum ada di muka bumi ini. Ini adalah periode dimana semua orang Kristen adalah anggota Gereja yang Satu, Kudus, Katolik dan Apostolik.
Seorang Protestan Kembali Masuk Katolik – Mengapa?
Pada awal Maret, tersiar kabar bahwa pemimpin Kristen yang terkenal dan sangat berpengaruh, Ulf Ekman, telah berpindah agama menjadi Katolik Roma (selanjutnya disebut RC). Ekman telah melayani selama bertahun-tahun sebagai pendeta di gereja karismatik, Word of Life, di Uppsala, Swedia. Ketertarikan saya tergugah bukan hanya karena dampak “pertobatan” Ekman terhadap orang lain, tetapi juga karena ia mengatakan bahwa “pertobatan” anaknya menjadi Katolik telah memberikan pengaruh terhadap pemikirannya sendiri. Benjamin Ekman adalah seorang mahasiswa saya ketika saya mengajar di Wheaton College, seorang mahasiswa yang sangat cerdas.
Namun semua ini kembali menimbulkan pertanyaan mengapa beberapa orang Protestan berpaling ke Roma. Ekman sendiri mengutip kerinduannya yang mendalam akan kesatuan di dalam tubuh Kristus sebagai salah satu faktor utama. Beberapa waktu yang lalu saya telah memposting sebuah artikel blog yang membahas masalah ini, dan saya ingin membahasnya kembali hari ini.
Sangatlah penting untuk memahami mengapa sebagian besar orang Protestan tetap curiga terhadap Katolik Roma. Berikut ini hanyalah sebuah pengamatan. Saya tidak berusaha untuk menentukan apakah ketakutan kaum injili ini dibenarkan atau tidak dibenarkan atau sesat.
- Banyak kaum injili Protestan yang diberi semangat oleh para martir Protestan pada masa reformasi dan pasca reformasi: Hus, Cranmer, Tyndale, Hugh Latimer, Ridley, dll. Mereka takut bahwa dialog dengan DGD merupakan sebuah penghinaan dan pelecehan terhadap mereka yang telah mengorbankan nyawa mereka demi keyakinan mereka. Mereka disiksa dan mati karena penolakan mereka untuk menerima Misa RC atau tunduk pada otoritas kepausan. Upaya-upaya seperti Evangelicals and Catholics Together (ECT) bagi banyak orang Injili merupakan sebuah penolakan secara diam-diam terhadap para pahlawan iman tersebut: “Apakah kita menjual mereka yang telah berkorban begitu banyak? Mengapa kita bersedia berkompromi dengan begitu mudahnya pada hal-hal yang bagi mereka adalah persoalan hidup dan mati?”
- Kaum Injili juga takut akan hilangnya integritas teologis. Mereka percaya bahwa satu-satunya cara untuk berdialog dengan Roma adalah dengan berkompromi dalam beberapa isu teologis yang penting. Sebagian besar kaum Injili percaya bahwa kesatuan itu didasarkan pada teologis. Upaya-upaya kerja sama harus didasarkan pada konsensus teologis. Apakah ini alkitabiah? Apakah ini layak?
- Banyak kaum injili yang takut akan liturgi dan ritual. Mereka merasa terganggu oleh hiasan-hiasan eksternal dari RCC dan menganggapnya sebagai ancaman bagi kesederhanaan, keaslian, kebebasan, dan spontanitas iman kepada Yesus. Mungkin mereka dibesarkan sebagai seorang Katolik atau mengenal seseorang yang beragama Katolik dan secara pribadi menyadari potensi untuk mengandalkan ritual keagamaan tanpa substansi rohani. Sebuah teologi yang didasarkan pada Alkitab tentang simbol dan sakramen akan sangat membantu dalam mengurangi ketakutan-ketakutan seperti itu.
- Kaum Injili sering kali khawatir bahwa teologi dan praktik RC akan mengurangi fokus yang hanya tertuju kepada Yesus. Devosi kepada Maria, berdoa rosario, silih, pengakuan dosa, dan lain-lain, bagi mereka dianggap sebagai pengalih perhatian dari dan mungkin menggantikan penyembahan kepada Anak Allah saja. Terkait dengan hal ini adalah keyakinan mereka bahwa umat Katolik terobsesi dengan paus, seorang manusia biasa (sebagaimana dibuktikan dengan penghormatan yg ditunjukkan kepadanya, gelar-gelar kehormatan yang diberikan kepadanya, dan kebiasaan untuk membungkuk di hadapannya atau mencium tangan, kaki, cincin, dan sebagainya).
- Kaum Injili khawatir bahwa konsep RC tentang pembenaran, melakukan penebusan dosa, dan Misa, dan lain-lain, mengurangi, dan bahkan mungkin menyangkal, sentralitas dan kecukupan dari anugerah ilahi. Hal ini menimbulkan pertanyaan apakah Sola Fide (“hanya karena iman”) itu sendiri adalah Injil atau bukan.
- Orang-orang Injili cenderung individualis dalam iman mereka. Oleh karena itu, mereka tidak suka diberitahu apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan. Mereka takut bahwa otoritas kepausan dan magisterium gereja akan merampas kebebasan mereka sebagai orang Kristen. Dengan kata lain, kaum injili cukup serius dengan doktrin imamat orang percaya dan konsep “kompetensi jiwa” (istilah favorit di antara kaum Baptis).
- Satu-satunya alasan yang paling mendasar dari keengganan kaum Injili terhadap ECT dan bentuk-bentuk dialog atau aktivitas ekumenis lainnya adalah kecurigaan mereka bahwa orang Katolik tidak diselamatkan. Pertanyaan yang mereka ajukan kepada diri mereka sendiri adalah: “Bagaimana mungkin seseorang dapat dilahirkan kembali yg menyangkal Sola Scriptura, yang menaruh kepercayaan mereka pada pengorbanan misa, yang memberikan hak istimewa dan kuasa yang begitu besar kepada Paus di bumi dan Maria di surga, yang percaya bahwa keselamatan, setidaknya, merupakan upaya kerja sama antara Allah dan manusia?” Kecurigaan ini membayangi semua upaya dialog antara kaum Injili dan Katolik. (Tetapi apakah orang Katolik, pada kenyataannya, mempercayai apa yang dipikirkan oleh kaum injili? Tampaknya dialog yang terbuka, jujur, dan berkepanjangan pada titik ini sangatlah penting).
Ada Banyak Alasan yang Dikemukakan Orang untuk Menjelaskan Mengapa Mereka “Berpindah” ke Katolik Roma
- Estetika – Banyak yang tertarik pada pengalaman tergerak oleh arsitektur struktur gereja RC, dupa, keindahan liturgi, misteri, kesungguhan, drama, jubah para pendeta, kalender gereja, rasa transendensi, simbolisme religius, dan lain-lain.
- Historis – Beberapa orang percaya bahwa reformasi adalah sebuah pemberontakan dan bahwa Protestanisme adalah sebuah penyimpangan dari aliran historis gereja yang benar. Mereka juga menunjukkan keinginan untuk bersatu dengan masa lalu dan daya tarik tradisi.
- Teologis – Beberapa orang berpindah agama karena alasan-alasan teologis. Mereka bersikeras bahwa sola scriptura, sola fide, dan lain-lain adalah salah. Banyak yang telah diyakinkan oleh pendekatan sakramental/sakramental terhadap mekanisme Allah dalam menyalurkan kasih karunia, bersamaan dengan keyakinan bahwa Protestantisme adalah Gnostik dan gagal untuk merangkul prinsip inkarnasi kitab suci.
- Sosial – Sekularisasi masyarakat yang semakin meningkat, bersama dengan berkurangnya pengaruh gereja injili, telah membawa banyak orang ke Roma. Mereka sering kali menemukan di dalam DGD sebuah jangkar yang menstabilkan dan sebuah front yang bersatu untuk berperang melawan penyembahan berhala.
- Pribadi – Banyak orang Protestan menunjukkan pengalaman buruk mereka di dalam gereja, sering kali mengutip fundamentalisme yang menindas dan legalistik.
- Otoritas – Daya tarik infalibilitas kepausan, sebagai lawan dari perpecahan teologis dalam Protestantisme, menawarkan stabilitas di mana jiwa/pikiran mereka dapat menemukan ketenangan di zaman yang tidak menentu dan tidak rasional. Ekman sendiri mengutip himbauan dari magisterium, kantor pengajaran resmi Gereja Katolik Roma. Dia, di antara orang-orang lain yang juga telah berpindah agama, percaya bahwa ada kebutuhan yang besar akan satu suara yang berotoritas, yang di bawah bimbingan Roh Kudus dan sesuai dengan tradisi gereja, dapat menafsirkan dan menerapkan Firman Tuhan secara seragam.
-
Denominasi – Dalam hal ini (dan sesuai dengan poin sebelumnya), saya memikirkan penghinaan yang dirasakan oleh banyak orang terhadap perpecahan dan denominasi dalam Protestantisme yang mereka yakini sebagai akibat langsung dari pandangan teologis yang berbeda yang merajalela di dunia non-Katolik. Mereka tersinggung dengan perpecahan yang nyata yang ada dan apa yang mereka anggap sebagai kegagalan untuk menganggap serius doa Yesus dalam Yohanes 17 agar kita semua menjadi satu.[1]
- https://credohouse.org/blog/another-protestant-converts-to-catholicism-why ↑