LIVE DKC [91-2025] SELASA, 29 JULI 2025 PUKUL 19:00 WIB: PATUNG/ ICONKU LEBIH KRISTEN DARIPADA SEKTE SESATMU!!! @VerbumVeritatisApologetics
Ringkasan Video YouTube Verbum Veritatis VV-261): Mengapa Protestan Menolak Venerasi Ikon?
(https://www.youtube.com/live/Hoswsnrjhhg?si=1PwoGB0KamZPTka1)
Berikut adalah poin-poin terperinci dari video:
1. Pengantar dan Tujuan Presentasi
- Pembicara akan mempresentasikan alasan mengapa Protestan menolak venerasi ikon [00:36].
- Presentasi akan menjelaskan istilah-istilah kunci seperti ikon dan venerasi ikon, serta membahas Konsili Nicea II (787) [00:49].
- Pembicara mengkritik Patris Alegro yang dianggap pengecut karena menghindari debat formal [01:38].
- Debat dianggap sebagai sarana edukasi dan pertanggungjawaban iman [02:29].
- Pembicara akan menunjukkan bahwa praktik venerasi ikon tidak memiliki dasar dan dianggap sebagai bagian dari penyembahan berhala [04:12].
- Materi presentasi bertujuan untuk membekali orang Kristen Protestan dengan alasan penolakan venerasi ikon [05:17].
2. Konsili Nicea II dan Konteks Historis
- Konsili Nicea II (787) akan dibahas untuk mengetahui kapan praktik venerasi ikon muncul dan apakah didukung oleh sejarah gereja [07:38].
- Kesimpulan awal adalah bahwa Bapa Gereja, baik pra-Nicea maupun pasca-Nicea (sebelum Konsili Nicea II), secara konsensus menolak penggunaan gambar atau ikon dalam ibadah [08:34].
- Konsili Nicea II dianggap aneh karena mengutuk praktik penolakan ikon yang sebenarnya merupakan konsensus [09:08].
- Protestanisme hanya menerima empat konsili oikumenis (Nicea I, Konstantinopel I, Efesus, dan Kalsedon), menolak tiga konsili terakhir karena intrik politik [11:20].
- Konsili Nicea II terutama membahas ikonoklasme [14:59].
3. Istilah-Istilah Kunci
- Ikonoklas (Iconoclast) / Ikonoklasme (Iconoclasm) / Ikonomaki (Iconomachy): Istilah untuk posisi atau pandangan yang menolak venerasi terhadap gambar-gambar religius (ikon) [15:37].
- Ikonofil (Iconophile) / Ikonodul (Iconodule): Istilah untuk orang-orang yang mendukung venerasi ikon [19:16].
- Anikonik (Aniconic): Kondisi di mana gereja tidak menggunakan gambar atau patung dalam sistem ibadah [20:03].
4. Definisi dan Praktik Venerasi Ikon
- Venerasi ikon harus dibedakan dari penggunaan gambar religius untuk tujuan lain [21:46].
- Tujuan Dekoratif/Ornamen: Gambar atau patung digunakan untuk memperindah ruang ibadah [22:51].
- Tujuan Didaktik/Edukasi: Gambar digunakan untuk mengajar, terutama bagi mereka yang buta huruf [25:43].
- Tujuan Komemoratif/Peringatan: Gambar digunakan untuk mengenang atau memperingati seseorang [27:28].
- Venerasi Ikon: Tindakan religius yang melibatkan membungkuk, mencium, menyalakan lilin, dan berdoa di hadapan ikon [32:04].
- Doa di hadapan ikon dianggap “melalui” (through) ikon, karena ikon dianggap sebagai “jendela menuju surga” [33:03].
- Teologi di balik venerasi ikon adalah inkarnasi, namun Alkitab tidak pernah mendukung venerasi ikon berdasarkan inkarnasi [34:15].
5. Deklarasi Nicea II dan Katekismus Gereja Katolik Roma
- Nicea II menyatakan bahwa venerasi ikon adalah “iman para rasul,” “iman para bapa gereja,” dan “iman Ortodoks” [40:43].
- Konsili mengutuk mereka yang tidak mempraktikkan venerasi ikon [42:36].
- Klaim Nicea II dianggap tidak berdasar [42:14].
- Katekismus Gereja Katolik Roma mengafirmasi kembali Nicea II, merujuk pada inkarnasi sebagai dasar venerasi ikon [44:51].
- Katekismus mengutip Basilius Agung, namun banyak ahli membuktikan bahwa Basilius Agung tidak bermaksud membela venerasi ikon [46:53].
- Nicea II juga mengutip ayat-ayat Alkitab secara out of context untuk mendukung venerasi ikon [49:08].
6. Pandangan Sejarawan dan Bapa Gereja
- Richard Price, seorang sarjana Katolik, menyatakan bahwa klaim ikonoklas bahwa venerasi gambar tidak berasal dari masa Bapa Gereja atau para rasul adalah “benar adanya” [01:00:51].
- Price menyebut posisi ikonofil sebagai “penyangkalan terhadap sejarah” karena tidak ada dukungan historis [01:00:51].
- Para sarjana sepakat bahwa venerasi ikon baru muncul pada abad ke-6 atau akhir abad ke-7 [01:00:51].
- Kekristenan Mula-mula: Tidak menggunakan gambar atau patung dalam liturgi karena teologi Allah yang tak terlihat [01:00:51].
- Origenes: Menolak semua gambar dan patung [01:01:56].
- Klemens dari Aleksandria: Mengatakan “karya seni tidak bisa suci dan ilahi” [01:03:55].
- Irenaeus dari Lyons: Menolak penggunaan gambar [01:04:40].
- Laktantius: “Tidak ada agama di mana di situ ada sebuah gambar” [01:07:06].
- Arnobius dari Sicca: Mengkritik praktik berdoa melalui gambar [01:07:39].
- Konsili Elvira (awal abad ke-4): Melarang gambar di gereja [01:08:44].
- Epifanius (Bapa Gereja Pasca-Nicea): Merobek tirai bergambar Kristus atau orang kudus di gereja [01:12:29].
- Eusebius: Menolak permintaan gambar Kristus dari saudari Kaisar Konstantinus Agung [01:15:50].
- Richard Price menyimpulkan bahwa tidak ada satu pun kutipan eksplisit dari Bapa Gereja yang mendukung venerasi ikon [01:19:48].
7. Konsili Hieria (754)
- Sebelum Nicea II, ada Konsili Hieria yang menolak venerasi ikon dan gambar Kristus, menyatakan bahwa “gambar Kristus” yang sah adalah roti dan anggur Ekaristi [01:23:02].
8. Kesimpulan
- Venerasi ikon adalah inovasi baru dalam kekristenan yang tidak memiliki dasar sejarah atau biblikal [01:25:48].
- Bapa Gereja menolak venerasi ikon dan menganggapnya sebagai bagian dari penyembahan berhala atau paganisme [01:27:10].
- Gereja-gereja Reformasi (Protestan) tetap menggunakan seni religius untuk tujuan dekoratif, edukatif, dan komemoratif, tetapi menolak tujuan veneratif [01:27:50].
- Pembicara menekankan pentingnya belajar secara mendalam dan kritis [01:30:29].
Tanggapan Terhadap Video Verbum Veritatis VV-261: Mengapa Protestan Menolak Venerasi Ikon?
Pendahuluan
Video Verbum Veritatis (VV-261) berupaya memaparkan alasan penolakan Protestan terhadap venerasi ikon dengan argumen yang diklaim berbasis Alkitab, sejarah, dan teologi. Namun, presentasi ini mengandung kelemahan metodologis, seperti kutipan selektif, misinterpretasi sumber, dan pengabaian konteks historis serta teologis. Tanggapan ini akan membahas poin-poin utama video secara mendalam, memberikan pembelaan terhadap venerasi ikon sesuai ajaran Gereja Katolik, dengan merujuk pada Alkitab, dokumen resmi Gereja Katolik, ajaran Bapa-Bapa Gereja Kekristenan Mula-Mula, dan jurnal teologi Katolik kredibel. Tanggapan ini juga akan mengoreksi kekeliruan video dengan pendekatan akademis dari sumber yang terverifikasi global.
1. Kekeliruan tentang Konsili Nicea II dan Konteks Historis
Video mengklaim bahwa Konsili Nicea II (787 M) adalah “inovasi” yang bertentangan dengan konsensus Bapa Gereja dan tidak memiliki dasar historis. Klaim ini menyesatkan karena mengabaikan perkembangan organik Tradisi Apostolik dan konteks teologis-politik saat itu.
Konteks Historis Konsili Nicea II
Konsili Nicea II, konsili oikumenis ketujuh, diadakan untuk menanggapi kontroversi ikonoklasme, yaitu gerakan yang menolak penggunaan gambar religius, yang dipicu oleh Kaisar Bizantium Leo III pada awal abad ke-8. Ikonoklasme tidak hanya bersifat teologis, tetapi juga politis, dipengaruhi oleh tekanan dari Islam yang menolak gambar religius dan keinginan kaisar untuk menyatukan kekaisaran di bawah kendali sekuler (The Cambridge History of Christianity, Vol. 3, ed. Thomas F.X. Noble, 2008, hlm. 291). Konsili Nicea II mengkodifikasi praktik venerasi ikon yang sudah ada sejak abad-abad awal, bukan menciptakan tradisi baru. Dokumen konsili menyatakan:
“Kami menegaskan dengan segala ketepatan dan ketelitian bahwa gambar-gambar suci, baik yang dibuat dari warna, mosaik, atau bahan lain, harus diberikan penghormatan yang layak, bukan penyembahan yang hanya pantas bagi Allah, tetapi penghormatan melalui venerasi, seperti yang diberikan kepada salib yang mulia, Kitab Suci, dan relik suci” (Decrees of the Ecumenical Councils, ed. Norman P. Tanner, 1990, hlm. 135).
Bukti arkeologi mendukung penggunaan gambar religius sejak Kekristenan mula-mula. Fresko Kristus sebagai Gembala Baik di Katakombe Priscilla (abad ke-2) dan ikon Maria di Basilika Santa Maria Maggiore (abad ke-5) menunjukkan bahwa gambar religius sudah diterima dalam ibadah Kristen awal (Early Christian Art and Architecture, Robert Milburn, 1988, hlm. 45–47). Video gagal menyebutkan bahwa ikonoklasme adalah penyimpangan dari praktik umum gereja, bukan konsensus historis.
Penolakan Protestan terhadap Konsili Nicea II
Video menyatakan bahwa Protestan hanya menerima empat konsili oikumenis (Nicea I, Konstantinopel I, Efesus, Kalsedon) karena konsili berikutnya, termasuk Nicea II, dipengaruhi “intrik politik.” Namun, ini adalah oversimplifikasi. Gereja Katolik dan Ortodoks Timur secara konsisten mengakui tujuh konsili oikumenis sebagai otoritatif (Katekismus Gereja Katolik [KGK], no. 11). Penolakan Protestan terhadap Nicea II lebih merupakan konsekuensi dari prinsip sola scriptura Reformasi, yang memprioritaskan Alkitab di atas Tradisi Apostolik, daripada bukti historis bahwa konsili tersebut tidak sah. Nicea II dihadiri oleh lebih dari 300 uskup dari Timur dan Barat, termasuk utusan dari Roma, menunjukkan konsensus gerejawi yang luas (The Acts of the Second Council of Nicaea, Richard Price, 2018, hlm. 12–15). Klaim video bahwa Nicea II bertentangan dengan konsensus Bapa Gereja tidak didukung oleh sumber historis.
2. Miskonsepsi tentang Definisi dan Teologi Venerasi Ikon
Video membedakan penggunaan gambar religius untuk dekorasi, edukasi, dan komemorasi dari venerasi, lalu menyimpulkan bahwa venerasi ikon identik dengan penyembahan berhala. Ini adalah distorsi mendasar terhadap teologi Katolik.
Teologi Katolik tentang Venerasi Ikon
Katekismus Gereja Katolik menjelaskan perbedaan antara venerasi (dulia) dan penyembahan (latria):
“Penghormatan kepada gambar-gambar suci adalah ‘venerasi,’ bukan penyembahan, juga bukan penyembahan berhala. Gambar-gambar suci itu sendiri bukanlah ilahi, tetapi menunjuk kepada Kristus, Bunda Maria, dan para kudus” (KGK, no. 2132).
Venerasi ikon berakar pada teologi inkarnasi, sebagaimana ditegaskan dalam Yohanes 1:14 (TB): “Firman itu telah menjadi manusia dan diam di antara kita, dan kami telah melihat kemuliaan-Nya.” Karena Kristus memiliki rupa manusia, Ia dapat digambarkan, dan gambar-Nya menjadi sarana untuk menghormati realitas ilahi (KGK, no. 1159). Yohanes dari Damaskus, dalam On the Divine Images (abad ke-8), menulis:
“Saya tidak menyembah materi, tetapi Pencipta materi, yang menjadi materi demi keselamatan saya, dan melalui materi, Ia bekerja untuk keselamatan saya” (diterjemahkan oleh Andrew Louth, 2003, hlm. 29).
Video keliru menyamakan venerasi dengan idolatri, mengabaikan bahwa ikon bukanlah objek penyembahan, melainkan “jendela menuju surga” yang mengarahkan umat kepada Allah. Tuduhan ini mencerminkan ketidakpahaman terhadap perbedaan teologis antara latria (penyembahan kepada Allah) dan dulia (penghormatan kepada yang kudus), serta hyperdulia (penghormatan khusus kepada Bunda Maria) (KGK, no. 971).
Tujuan Gambar Religius
Video mengakui bahwa gambar religius dapat digunakan untuk dekorasi, edukasi, dan komemorasi, tetapi menolak venerasi. Namun, logika ini inkonsisten. Jika Protestan menerima salib sebagai simbol dekoratif atau edukatif tanpa menyembahnya, mengapa ikon Kristus atau Maria dianggap berhala? Dalam praktik Katolik, keempat tujuan ini (dekoratif, didaktik, komemoratif, veneratif) saling melengkapi, sebagaimana dijelaskan dalam Theology of the Icon karya Leonid Ouspensky (1992, hlm. 67):
“Ikon bukan sekadar seni, tetapi teologi dalam warna, yang menyampaikan misteri inkarnasi dan keselamatan.”
3. Manipulasi Kutipan Bapa Gereja
Video mengutip Bapa Gereja seperti Origenes, Klemens dari Aleksandria, Irenaeus, Laktantius, Arnobius, dan Eusebius untuk mendukung klaim bahwa Kekristenan mula-mula menolak gambar religius. Namun, kutipan ini sering diambil di luar konteks dan tidak mencerminkan pandangan menyeluruh mereka.
Analisis Mendalam Bapa Gereja
- Origenes: Video mengutip penolakan Origenes terhadap gambar, tetapi ini diambil dari Contra Celsum (Buku 7, Bab 64), di mana ia menentang patung-patung pagan dalam konteks polemik melawan filsuf Celsus. Origenes tidak membahas ikon Kristen, yang belum menjadi isu pada masanya (Origen: Contra Celsum, diterjemahkan oleh Henry Chadwick, 1953, hlm. 435–436).
- Klemens dari Aleksandria: Pernyataan bahwa “karya seni tidak bisa suci” berasal dari Stromata (Buku 7, Bab 5), yang mengkritik patung dewa-dewa pagan, bukan ikon Kristen. Klemens sendiri mendukung simbolisme Kristen, seperti ikan dan burung merpati, sebagai alat pengajaran (Paedagogus, Buku 3, Bab 11, diterjemahkan dalam Ante-Nicene Fathers, Vol. 2, hlm. 293).
- Irenaeus dari Lyons: Video mengklaim Irenaeus menolak gambar, tetapi tidak memberikan kutipan spesifik. Dalam Against Heresies (Buku 1, Bab 25), Irenaeus mengecam praktik gnostik yang menggunakan gambar untuk tujuan sesat, bukan menolak ikon ortodoks (Nicene and Post-Nicene Fathers, Vol. 1, hlm. 350).
- Laktantius: Pernyataan “tidak ada agama di mana di situ ada sebuah gambar” diambil dari Divine Institutes (Buku 2, Bab 19), yang menargetkan praktik pagan, bukan ikon Kristen (Ante-Nicene Fathers, Vol. 7, hlm. 65).
- Arnobius dari Sicca: Kritik Arnobius terhadap gambar dalam Against the Pagans (Buku 6) juga diarahkan pada patung-patung pagan, bukan gambar religius Kristen (Ante-Nicene Fathers, Vol. 6, hlm. 465).
- Eusebius: Penolakan Eusebius terhadap permintaan gambar Kristus dari saudari Kaisar Konstantinus (Letter to Constantia) mencerminkan kehati-hatian teologis terhadap representasi Kristus sebelum inkarnasi didefinisikan secara dogmatis di Kalsedon (451 M). Namun, Eusebius mendokumentasikan penggunaan simbol Kristen seperti salib dalam Historia Ecclesiastica (Buku 1, Bab 3, diterjemahkan dalam Nicene and Post-Nicene Fathers, Vol. 1, hlm. 86).
- Epifanius: Tindakan merobek tirai bergambar Kristus (Letter to Emperor Theodosius) adalah kasus spesifik untuk mencegah penyalahgunaan gambar, bukan larangan umum terhadap ikon (Nicene and Post-Nicene Fathers, Vol. 1, hlm. 567).
Sebaliknya, Bapa Gereja seperti Basilius Agung mendukung penggunaan gambar religius. Dalam On the Holy Spirit (Bab 18, Paragraf 45), Basilius menulis:
“Penghormatan yang diberikan kepada gambar diteruskan kepada aslinya” (Nicene and Post-Nicene Fathers, Vol. 8, hlm. 28).
Yohanes dari Damaskus, dalam On the Divine Images, memberikan pembelaan sistematis:
“Melalui gambar yang kelihatan, kita dibawa kepada kontemplasi yang ilahi” (diterjemahkan oleh Andrew Louth, 2003, hlm. 35).
Video juga salah menafsirkan Konsili Elvira (awal abad ke-4), yang melarang gambar di dinding gereja untuk mencegah penyalahgunaan oleh umat yang baru bertobat dari paganisme, bukan menolak ikon secara keseluruhan (The Canons of the Early Church Councils, ed. Henry R. Percival, 1899, hlm. 134).
Bukti Arkeologi
Penggunaan gambar religius dalam Kekristenan mula-mula dibuktikan oleh fresko di katakombe Roma (abad ke-2–3), seperti Kristus sebagai Gembala Baik dan Maria sebagai Orans, serta mosaik di Basilika Santa Pudenziana (abad ke-4). Ini menunjukkan bahwa gambar religius diterima dalam ibadah sejak awal (Understanding Early Christian Art, Robin M. Jensen, 2000, hlm. 89–92).
4. Konsili Hieria (754): Konteks yang Diselewengkan
Video menyebut Konsili Hieria (754) sebagai bukti penolakan venerasi ikon, tetapi gagal menyebutkan bahwa konsili ini tidak diakui sebagai oikumenis oleh Gereja Katolik dan Ortodoks Timur. Hieria dipimpin oleh Kaisar Konstantin V, seorang ikonoklas, dan dipengaruhi oleh agenda politik untuk melemahkan otoritas monastik yang mendukung ikon (The Cambridge History of Christianity, Vol. 3, hlm. 287–289). Dokumen Hieria menyatakan bahwa “gambar Kristus” yang sah adalah roti dan anggur Ekaristi, tetapi pandangan ini ditolak oleh Nicea II, yang menegaskan venerasi ikon sebagai bagian dari Tradisi Apostolik (Decrees of the Ecumenical Councils, hlm. 131). Video mengabaikan fakta bahwa Hieria tidak memiliki legitimasi gerejawi yang luas dan dianggap sesat oleh gereja Timur dan Barat.
5. Tuduhan Penyembahan Berhala: Salah Tafsir Alkitab
Video menyamakan venerasi ikon dengan penyembahan berhala, merujuk Keluaran 20:4-5 (TB):
“Jangan membuat bagimu patung yang menyerupai apa pun… jangan sujud menyembah kepadanya.”
Namun, ayat ini harus dipahami dalam konteksnya, yaitu larangan menyembah dewa-dewa asing. Alkitab sendiri mencatat penggunaan gambar religius dalam ibadah Israel yang diperintahkan
Allah:
- Kerubim di Tabut Perjanjian (Keluaran 25:18-20, TB): “Buatlah dua kerubim dari emas… di kedua ujung tutup pendamaian.”
- Ular Tembaga (Bilangan 21:8-9, TB): “Buatlah ular tedung dan taruhlah itu pada sebuah tiang… setiap orang yang dipagut, kalau memandangnya, akan hidup.”
- Hiasan Bait Suci (1 Raja-raja 6:23-28, TB): Salomo membuat kerubim besar dari kayu zaitun untuk Bait Suci.
Jika gambar religius secara inheren adalah berhala, maka perintah Allah ini akan kontradiktif. Dalam Katolisisme, venerasi ikon tidak melibatkan penyembahan, melainkan penghormatan yang mengarahkan kepada Allah atau para kudus (KGK, no. 2132). Video gagal menjelaskan nuansa ini dan secara selektif mengutip Alkitab untuk mendukung narasinya.
6. Kredibilitas Sumber Video: Manipulasi Akademis
Video mengutip Richard Price untuk mendukung klaim bahwa venerasi ikon tidak memiliki dasar historis. Namun, dalam The Acts of the Second Council of Nicaea (2018), Price sebenarnya mengakui bahwa venerasi ikon berkembang secara organik dalam tradisi Kristen, meskipun praktiknya baru terkodifikasi pada abad ke-7 (hlm. 45–47). Price juga mencatat bahwa ikonoklasme adalah reaksi terhadap perkembangan ini, bukan konsensus awal gereja. Mengutip Price secara selektif adalah manipulasi akademis.
Video juga mengabaikan literatur teologi Katolik modern, seperti:
- Theology of the Icon karya Leonid Ouspensky (1992), yang menjelaskan ikon sebagai teologi visual yang menyampaikan misteri inkarnasi.
- Icons and Saints of the Eastern Orthodox Church karya Alfredo Tradigo (2006), yang mendokumentasikan perkembangan ikon sejak abad ke-3.
- The Meaning of Icons karya Vladimir Lossky (1982), yang menegaskan bahwa ikon adalah sarana sakramental, bukan berhala.
7. Inkonsistensi Logika Protestan
Video menuduh venerasi ikon sebagai “penyembahan berhala,” tetapi mengakui bahwa Protestan menggunakan seni religius untuk dekorasi dan edukasi. Ini inkonsisten. Jika salib atau gambar Alkitabiah dalam gereja Protestan tidak dianggap berhala, mengapa ikon Katolik dianggap demikian? Dalam The Spirit of the Liturgy (2000), Joseph Ratzinger (kemudian Paus Benediktus XVI) menulis:
“Ikon bukanlah berhala, tetapi cerminan kehadiran ilahi yang mengundang kita untuk kontemplasi” (hlm. 122).
Tuduhan video mencerminkan bias Reformasi yang menolak Tradisi Apostolik, sementara secara ironis tetap menggunakan simbol-simbol Kristen dengan fungsi serupa.
8. Sarkasme terhadap Narasi Video
Video dengan angkuh menuduh pendukung venerasi ikon sebagai “penyangkal sejarah,” padahal narasinya sendiri penuh dengan distorsi dan kutipan di luar konteks. Klaim bahwa venerasi ikon adalah “inovasi pagan” adalah tuduhan usang yang sudah dibantah sejak abad ke-8 oleh Nicea II. Ironisnya, video mengabaikan bahwa gereja-gereja Reformasi menggunakan salib, Alkitab bergambar, dan seni religius, yang secara prinsip tidak berbeda dari ikon Katolik. Jika Protestan dapat menghormati salib tanpa menyembahnya, mengapa mereka menuduh Katolik menyembah ikon? Logika ini tidak hanya cacat, tetapi juga mengundang tawa akademis atas inkonsistensinya.
Kesimpulan
Video Verbum Veritatis VV-261 gagal menyajikan argumen yang koheren terhadap venerasi ikon. Dengan mengabaikan konteks historis Konsili Nicea II, memanipulasi kutipan Bapa Gereja, salah menafsirkan Alkitab, dan mendistorsi teologi Katolik, video ini lebih merupakan polemik daripada analisis akademis. Venerasi ikon, sebagaimana diajarkan dalam Katekismus Gereja Katolik dan dibela oleh Nicea II, adalah praktik yang berakar pada inkarnasi Kristus, Tradisi Apostolik, dan sejarah gereja sejak abad-abad awal. Bukti arkeologi, teologi Bapa Gereja, dan literatur Katolik modern secara konsisten mendukung ikon sebagai sarana penghormatan, bukan penyembahan.
Umat Protestan yang ingin memahami venerasi ikon disarankan membaca sumber asli seperti dokumen Nicea II, Katekismus Gereja Katolik, karya Yohanes dari Damaskus, dan jurnal teologi kredibel, daripada mengandalkan presentasi yang bias dan tidak mendalam seperti video ini.1
Bapa Gereja Awal tentang Patung, Gambar dan Relikui
Para Bapa Gereja Awal tentang berbagai topik terdapat pada Buku The Complete Ante-Nicene & Nicene And Post-Nicene Church Fathers Collection yang terdiri atas 3 Seri, 37 Volume, 65 Penulis, 500 Buku, 18.000 BAB. Dari koleksi ini dicoba untuk dikumpulkan tentang kutipan-kutipan Bapa Gereja Awal tentang patung dan gambar yang menunjukkan bahwa Gereja Awal selalu dan sepenuhnya Katolik.
Bapa Gereja Awal tentang Patung dan Gambar
Tertullian (meninggal sekitar tahun 240),
Kemudian Tertullian dikutip selanjutnya untuk menunjukkan bahwa orang Kristen awal menyembah salib:
“Menurut Tertullian orang Kristen dikenal sebagai ‘penyembah salib’ (Apol., xv).”
Tertullian sebenarnya menanggapi tuduhan palsu bahwa orang Kristen menyembah salib:
“Lalu, jika ada di antara kalian yang berpikir kami memberikan penghormatan takhayul kepada salib, dalam penghormatan itu ia berbagi dengan kami. Jika kalian memberikan penghormatan kepada sepotong kayu, tidak masalah seperti apa bentuknya jika substansinya sama: bentuknya tidak penting, jika kalian memiliki tubuh dewa itu sendiri” (Tertullian, Apology, Bab 16).
Tertullian menyebut penyembahan yang ditujukan kepada salib kayu sebagai “penyembahan takhayul”. Hal ini jelas tidak dianjurkan olehnya, dan mereka yang berpikir orang Kristen melakukan hal ini keliru.
Dia kemudian menyatakan apa objek penyembahan yang sebenarnya bagi orang Kristen:
“Objek pemujaan kita adalah Tuhan Yang Esa, Dia yang dengan firman-Nya yang memerintah, kebijaksanaan-Nya yg mengatur, kuasa-Nya yang dahsyat, telah menciptakan dari ketiadaan seluruh massa dunia kita ini, dengan segala susunan unsurnya, tubuh, roh, demi kemuliaan keagungan-Nya” (Tertullian, Apology, Bab 17).
Tertullian Melawan Marcion Buku 2 bab 22 (160-240 M)
Ular tembaga dan kerubim emas bukanlah pelanggaran terhadap Perintah Kedua. Maknanya, ketika melarang membuat keserupaan dengan apa yang ada di langit, di bumi, dan di dalam air, Dia menyatakan juga alasan-alasannya, yaitu larangan terhadap segala sesuatu yang secara materiil merupakan penyembahan berhala yang laten. Karena Dia menambahkan: “Janganlah engkau sujud menyembah kepadanya dan janganlah engkau beribadah kepadanya.” Akan tetapi, bentuk ular tembaga yang kemudian diperintahkan Tuhan kepada Musa untuk dibuat, tidak memberikan alasan untuk penyembahan berhala, tetapi dimaksudkan untuk menyembuhkan mereka yang diganggu oleh ular-ular berapi?. Demikian juga, Kerub dan Serafim emas adalah murni sebuah ornamen dalam bentuk gambar tabut; disesuaikan dengan ornamen untuk alasan-alasan yang sama sekali jauh dari semua kondisi penyembahan berhala, yg karenanya membuat kemiripan dengan mereka dilarang; dan mereka jelas tidak bertentangan dengan hukum larangan ini, karena mereka tidak ditemukan dalam bentuk kemiripan, yang menjadi dasar pelarangannya.
Eusebius dari Kaisarea Sejarah Gereja buku 7 (295-340 M)
Mereka mengatakan bahwa patung ini adalah gambaran dari Yesus. Lukisan itu masih ada hingga zaman kita, sehingga kita sendiri juga melihatnya ketika kita tinggal di kota itu. Tidaklah mengherankan bahwa orang-orang non-Yahudi yang, di masa lampau, telah diberkati oleh Juruselamat kita, melakukan hal-hal seperti itu, karena kita juga telah mengetahui bahwa gambar-gambar rasul-Nya, Paulus dan Petrus, dan Kristus sendiri, dilestarikan dalam lukisan-lukisan. Orang-orang zaman dahulu terbiasa, seperti yang mungkin, menurut kebiasaan orang-orang non-Yahudi, untuk memberikan penghormatan semacam ini tanpa pandang bulu kepada mereka yang mereka anggap sebagai penyelamat.
Basil dari Kaisarea (329-379 M)
Basil adalah tokoh penting dalam perdebatan mengenai pemujaan ikon dan dia disebutkan selanjutnya:
Santo Basil, berkhotbah tentang Santo Barlaam, dan meminta para pelukis untuk memberi penghormatan lebih kepada santo tersebut dengan membuat lukisannya daripada yang dapat ia lakukan sendiri melalui kata-kata (‘Or. in S. Barlaam’, dalam PG, XXXI, 488-489, dikutip dalam Hefele-Leclercq, ‘Histoire des Conciles’, III, hlm. 611).”
Basil mendorong para seniman untuk membuat representasi piktorial tentang Santo Barlaam dan kematiannya:
Bangkitlah sekarang, wahai para pelukis brilian dengan prestasi-prestasi heroik! Muliakanlah dengan seni kalian gambaran sang jenderal yang termutilasi! Terangilah dengan warna-warna keterampilan kalian sang pemenang yang telah kugambarkan dengan nada yang kurang cemerlang! Biarkan aku pergi dikalahkan oleh kalian dalam menggambarkan kemenangan sang martir! Aku senang dikalahkan oleh kemenangan perkasa kalian hari ini! Biarkan aku melihat perjuangan melawan api digambarkan oleh kalian dengan lebih tepat! Biarkan aku melihat sang pejuang digambarkan dengan lebih gembira dalam gambar kalian! Biarkan setan-setan menangis juga sekarang, tersiksa oleh prestasi sang martir dalam karya kalian! Biarkan sekali lagi tangan yang membara diperlihatkan mengalahkan mereka! Dan biarkan juga Kristus, sang master dari kontes pertempuran, digambarkan di panel!” (Homili 17).
Basil mendukung penggambaran artistik para martir Kristen karena ia tidak ingin penderitaan mereka bagi Kristus dilupakan oleh masyarakat umum. Maka, lukisan-lukisan wafatnya ini dimaksudkan sebagai kenangan akan dirinya.
Surat Basil 207 (kepada Bangsawan Caesaria)
Surat ini sering dikutip dalam perdebatan seputar gambar-gambar religius (ikon) di masa awal Kekristenan. Basil membela penghormatan terhadap orang-orang kudus dan martir, dan secara tidak langsung mendukung penggunaan gambar, meskipun ia tidak secara eksplisit menyebutkan patung.
Bagian kunci (Surat 207): “Kehormatan yang diberikan kepada gambar naik ke prototipe.” (Yunani: Τὸ εἰς τὸ εἴδωλον τιμῆς ἀναβαίνει εἰς τὸ παράδειγμα).
Frasa ini menjadi dasar dalam teologi ikon selama Kontroversi Ikonoklas (abad ke-8–9), khususnya dikutip oleh St. Yohanes dari Damaskus dan Konsili Ekumenis Ketujuh (Nicea II, 787 M).
Namun, para cendekiawan modern memperdebatkan apakah Basil benar-benar menulis kalimat ini. Kalimat ini tidak muncul dalam manuskrip paling awal Surat 207 dan tampaknya ditambahkan kemudian-kemungkinan pada abad ke-8 – untuk mendukung posisi ikonodula (pro-ikon).
Perhatiannya dalam Surat 207 bersifat pastoral: menghibur seorang perempuan yang berduka (Caesaria) dan meneguhkan kenangan serta kuasa syafaat para kudus – bukan teologi seni.
“Sesungguhnya, kita tidak menyembah para martir sebagai dewa, melainkan sebagai hamba Allah dan rekan seiman. Kita merayakan kenangan mereka, bukan dengan pengorbanan, melainkan dengan ucapan syukur, dan kita berusaha meneladani keberanian dan kebajikan mereka. Dengan menghormati mereka, kita memuliakan Allah, yang dari-Nya segala kekudusan berasal.”
St. Jerome (wafat tahun 420)
St. Jerome juga menulis tentang gambar-gambar para Rasul sebagai ornamen gereja yang terkenal (In Ionam, iv).
“Dan pada urat-urat labu ini, yang secara umum disebut saucomariae , sudah lazim untuk melukis gambar para Rasul, yang darinya orang ini meminjam namanya, yang bukan namanya sendiri” (Komentar tentang Yunus 4:6).
Beberapa orang melukis gambar para rasul di atas labu-labu ini. Namun, apakah mereka melakukannya untuk tujuan menciptakan objek pemujaan atau hanya untuk tujuan menciptakan karya seni?
Mengenai gambar-gambar di gereja, sahabat Jerome, Epifanius, sangat menentangnya, sebagaimana tercatat dalam Surat 51 Surat-Surat Jerome.
Setelah bertanya di mana tempat itu, dan mengetahui bahwa itu adalah sebuah gereja, saya masuk untuk berdoa, dan menemukan sebuah tirai tergantung di pintu gereja tersebut, diwarnai dan disulam. Tirai itu bergambar Kristus atau salah satu orang kudus; saya tidak ingat persis siapa gambar itu. Melihat hal ini, dan karena merasa jijik jika gambar manusia digantung di gereja Kristus, yang bertentangan dengan ajaran Kitab Suci, saya merobeknya dan menyarankan para pengurus tempat itu untuk menggunakannya sebagai kain kafan untuk orang miskin. Namun, mereka menggerutu, dan berkata bahwa jika saya memutuskan untuk merobeknya, adil rasanya jika saya memberi mereka tirai lain sebagai gantinya. Begitu mendengar hal ini, saya berjanji akan memberikannya, dan mengatakan akan segera mengirimkannya. Sejak itu, ada sedikit penundaan, karena saya telah mencari tirai dengan kualitas terbaik untuk diberikan kepada mereka, bukan yang sebelumnya, dan saya pikir tepat untuk mengirimkannya ke Siprus. Sekarang saya telah mengirimkan tirai terbaik yang bisa saya temukan, dan saya mohon agar Anda memerintahkan Imam di tempat ini untuk mengambil tirai yang telah saya kirim, dan setelah itu Ia memberikan arahan bahwa tirai jenis lain – yang bertentangan dengan agama kita – tidak boleh digantung di gereja Kristus mana pun” (Epiphanius, Surat-surat Jerome, Surat 51, Bagian 9, Dari Epiphanius, Uskup Salamis, di Siprus, kepada John, Uskup Yerusalem).
Santo Agustinus (wafat 430)
Santo Agustinus beberapa kali merujuk pada gambar-gambar Tuhan kita dan para santo di gereja-gereja (misalnya ‘De cons. Evang.’, x, dalam PL, XXXIV, 1049; ‘Contra Faust. Man.’, xxii, 73, dalam PL, XLII, 446); ia mengatakan bahwa beberapa orang bahkan memujanya (‘De mor. eccl. cath.’, xxxiv, PL, XXXII, 1342).
Augustinus menggambarkan lukisan-lukisan pemandangan ini dari Alkitab, bukan ikon untuk pemujaan keagamaan. Agustinus mengatakan “bahwa beberapa orang bahkan memuja lukisan” bukanlah argumen yang tepat untuk mendukungnya. Agustinus mengutuk orang-orang ini karena memuja lukisan:
Janganlah memanggil para penganut agama Kristen untuk melawan saya, yg tidak mengetahui maupun membuktikan kuasa pengakuan mereka. Janganlah memburu orang-orang bodoh, yang bahkan dalam agama yang benar pun percaya takhayul, atau begitu terjerumus dalam hawa nafsu jahat hingga melupakan apa yang telah mereka janjikan kepada Tuhan. Saya tahu bahwa ada banyak penyembah makam dan patung. Saya tahu bahwa ada banyak orang yang minum berlebihan atas orang mati, dan yang, dalam pesta-pesta yang mereka adakan untuk jenazah, mengubur diri mereka sendiri atas orang yang dikubur, dan menyebut kerakusan dan kemabukan mereka sebagai agama” (Augustinus, Of the Morals of the Catholic Church, Bab 34, Bagian 75).
Agustinus tentang Tritunggal Mahakudus Buku 1 bab 6.13 (354-430 M)
Tetapi bahwa Roh Kudus bukanlah suatu ciptaan dijelaskan dengan sangat jelas oleh bagian itu, di atas semua bagian lainnya, di mana kita diperintahkan untuk tidak melayani ciptaan, melainkan Sang Pencipta; bukan dalam arti di mana kita diperintahkan untuk “melayani” satu sama lain dengan kasih, yang dalam bahasa Yunani disebut douleuein, tetapi dalam arti di mana hanya Tuhan yang dilayani, yang dalam bahasa Yunani disebut latreuein. Dari sinilah mereka disebut penyembah berhala yang memberikan pelayanan kepada patung-patung yang seharusnya diberikan kepada Tuhan. Karena pelayanan inilah yang dimaksud, “Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada-Nya saja engkau berbakti.” Hal ini juga ditemukan lebih jelas dalam Kitab-Kitab Yunani, yang menggunakan latreuseis. Jika kita dilarang melayani makhluk ciptaan dengan pelayanan seperti itu, mengingat tertulis, “Makhluk ciptaan lebih penting daripada Sang Pencipta”, maka tentu saja Roh Kudus bukanlah makhluk ciptaan, yang kepadanya semua orang kudus menerima pelayanan seperti itu; seperti yang dikatakan rasul, “Karena kitalah orang-orang yang bersunat, yang melayani Roh Allah,” yang terdapat dalam kata Yunani latreuontes. Bahkan sebagian besar salinan Latin pun menuliskannya demikian,
Jawaban Agustinus untuk Faustus si Manichean Buku 20 par 21 (354-430 M)
Apa yang benar-benar merupakan penyembahan ilahi, yang oleh orang Yunani disebut latria, baik dalam doktrin maupun praktik, hanya kita persembahkan kepada Tuhan. Penyembahan ini mencakup persembahan kurban; seperti yang kita lihat dalam kata penyembahan berhala, yang berarti persembahan kurban kepada berhala. Oleh karena itu, kita tidak pernah mempersembahkan, atau mengharuskan siapa pun untuk mempersembahkan kurban kepada seorang martir atau kepada jiwa suci atau kepada malaikat mana pun. Siapa pun yang jatuh ke dalam kesalahan ini diajar oleh doktrin, baik dalam bentuk koreksi maupun kehati-hatian.
Santo Paulinus dari Nola (wafat tahun 431)
Santo Paulinus dari Nola membayar mosaik yang menggambarkan peristiwa² Alkitab dan orang-orang kudus di gereja-gereja di kotanya, dan kemudian menulis puisi yang menggambarkan mereka (PL, LXI, 884).
Deskripsi bangunan gereja yang dibangun Paulinus diberikan oleh Henry Wace dalam Dictionary of Christian Biography and Literature to the End of the Sixth Century:
Lantai, dinding, dan kolom apse ini terbuat dari marmer, dan atap berkubah tempat lampu-lampu digantung dengan rantai, dilapisi mosaik yang secara simbolis melambangkan Trinitas, dan juga kedua belas rasul, dengan tulisan dalam bentuk syair yang menggambarkan subjek-subjek yang digambarkan. Beberapa sisa mosaik ini masih terlihat pada tahun 1512. Semua bangunan, baik gereja maupun biara, dihiasi dengan gambar-gambar yang mewakili subjek-subjek Kitab Suci, baik di gereja yang lebih tua dari Perjanjian Baru maupun di gereja yang lebih baru dari Perjanjian Lama. Paulinus meminta maaf atas ketidakgunaannya dalam menarik perhatian orang-orang buta huruf yang berbondong-bondong ke makam Feliks setiap saat, dan terkadang bermalam-malam di sana pada musim dingin, berjaga dan berpuasa, sambil membawa obor. Dengan gambar-gambar ini, Paulinus berharap dapat memberdayakan pikiran mereka dan mencegah mereka makan atau minum secara berlebihan.
Paulinus tidak sependapat dengan Epifanius. Namun, mosaik-mosaik ini hanya dirancang sebagai alat bagi mereka yang buta huruf untuk mengajarkan kisah-kisah dari Alkitab dan mencegah mereka berbuat dosa.
Santo Cyril dari Alexandria (wafat 444)
Santo Sirilus dari Aleksandria adalah seorang pembela ikon yang begitu hebat sehingga para penentangnya menuduhnya sebagai penyembah berhala (untuk semua ini lihat Schwarzlose, “Der Bilderstreit”, 3-15).”
Cyril mendukung adanya gambar orang-orang kudus tetapi tidak menyembah mereka:
“Bahkan jika kita membuat patung orang-orang saleh, itu bukan supaya kita menyembah mereka sebagai dewa, melainkan supaya ketika kita melihat mereka, kita terdorong untuk meniru mereka; dan jika kita membuat patung Kristus, itu supaya pikiran kita melayang tinggi dalam kerinduan akan Dia” ( Komentar tentang Mazmur ).
Cyril menentang pemujaan terhadap gambar, tetapi itu tidak berarti ia akan mendukung pembedaan yang dibuat kemudian antara penghormatan dan pemujaan seolah-olah bersujud di hadapan gambar dapat menjadi bentuk penghormatan yang dapat diterima.
Gregorius dari Tours (wafat tahun 594)
Gregorius dari Tours mengatakan bahwa seorang wanita Frank, yang membangun gereja Santo Stefanus, menunjukkan kepada para seniman yang melukis dindingnya bagaimana mereka harus menggambarkan orang-orang kudus dari sebuah buku (Hist. Franc., II, 17, PL, LXXI, 215).”
Santo Gregorius Agung (wafat tahun 604)
“Santo Gregorius Agung sebagai salah satu uskup terbesar Roma dan selalu menjadi pembela besar lukisan-lukisan suci.
Gregorius mungkin membela keberadaan gambar-gambar suci, tetapi ia menentang pemujaan terhadap gambar-gambar suci. Ia menulis kata-kata ini kepada Serenus, yang persaudaraannya menghancurkan gambar-gambar orang kudus setelah melihat orang-orang menyembahnya:
Lebih lanjut, kami sampaikan kepada Anda bahwa kami telah mendengar kabar bahwa Persaudaraan Anda, melihat beberapa penyembah patung, telah merusak dan melempar patung-patung tersebut di Gereja. Dan kami sungguh memuji Anda atas semangat Anda yang menentang segala sesuatu yang dibuat dengan tangan sebagai objek pemujaan; tetapi kami tegaskan kepada Anda bahwa Anda seharusnya tidak merusak patung-patung ini. Karena itu, representasi bergambar digunakan di Gereja; agar mereka yang tidak mengerti huruf setidaknya dapat membaca dengan melihat dinding apa yang tidak dapat mereka baca di buku. Oleh karena itu, Persaudaraan Anda seharusnya melestarikan patung-patung tersebut dan melarang umat untuk memujanya, agar mereka yang tidak mengerti huruf dapat memperoleh pengetahuan tentang sejarah, dan agar umat sama sekali tidak berdosa dengan memuja representasi bergambar” (Paus Gregorius Agung, Surat 105 kepada Serenus, Uskup Massilia).
Dalam suratnya yang lain kepada Serenus, dia mengulangi peringatan aslinya:
“Sebab memang telah dilaporkan kepada kami bahwa, dengan semangat yang membara, kalian telah merusak patung-patung orang kudus, seolah-olah dengan dalih bahwa mereka tidak seharusnya disembah. Dan memang, karena kalian melarang mereka untuk disembah, kami sepenuhnya memuji kalian; tetapi kami menyalahkan kalian karena telah merusaknya. Katakan, saudara, imam mana yang pernah terdengar melakukan apa yang telah kalian lakukan? Jika tidak ada yang lain, bukankah seharusnya pikiran ini pun menahan kalian, agar tidak meremehkan saudara-saudara lain, yang menganggap diri kalian hanya suci dan bijaksana? Karena memuja sebuah gambar adalah satu hal, tetapi mempelajari melalui kisah sebuah gambar apa yang harus disembah adalah hal lain. Karena apa yang disajikan tulisan kepada pembaca, gambar ini disajikan kepada orang yang tidak terpelajar yang melihat, karena di dalamnya bahkan orang yang bodoh pun melihat apa yang seharusnya mereka ikuti; di dalamnya orang yang buta huruf membaca… Dan jelaskan kepada mereka bahwa bukan pemandangan kisah yang dipajang gambar itu yang membuat kalian tidak senang, tetapi… penghormatan yang telah diberikan secara tidak pantas kepada patung-patung itu. Dan dengan kata-kata seperti itu, tenangkanlah pikiran mereka; kembalikan mereka kepada persetujuanmu. Dan jika ada yang ingin membuat patung, janganlah sekali-kali melarangnya, tetapi dengan segala cara laranglah penyembahan terhadap patung-patung itu” (Paus Gregorius Agung, Registrum Epistolarum, Buku 11, Surat 13, kepada Serenus, Uskup Massilia).
Umat Katolik Roma mengatakan bahwa mereka setuju dengan perkataan Gregorius bahwa kita tidak boleh menyembah patung karena hanya Tuhan yang layak disembah. Namun, mereka juga mengatakan bahwa patung-patung suci layak untuk kita hormati.
Namun, bagaimana seseorang membedakan antara menghormati gambar dengan memujanya? Bagaimana mungkin membungkuk kepada gambar Maria bukan tindakan adorasi? Dan jika penghormatan yang diberikan kepada gambar tersebut diteruskan kepada orang yang diwakilinya, lalu apakah hanya gambar Kristus yang layak dihormati dan bukan disembah? Bukankah Yesus sebagai Tuhan layak disembah? Bahkan Thomas Aquinas percaya bahwa salib Kristus yang asli layak untuk disembah secara latria, yang hanya diberikan kepada Tuhan.
Posisi Gregorius mirip dengan posisi Martin Luther mengenai gambar karena Luther memperbolehkannya selama gambar tersebut tidak menjadi objek pemujaan:
Saya melakukan tugas menghancurkan gambar-gambar dengan terlebih dahulu mencabiknya dari hati melalui Firman Tuhan dan menjadikannya tak berharga dan hina. Ini memang terjadi sebelum Dr. Karlstadt pernah bermimpi menghancurkan gambar-gambar. Karena ketika gambar-gambar itu tak lagi berada di hati, gambar-gambar itu tak dapat membahayakan jika dilihat dengan mata. Namun Dr. Karlstadt, yang tidak memperhatikan masalah hati, telah membalikkan urutannya dengan menyingkirkannya dari pandangan dan membiarkannya di dalam hati. Karena ia tidak mengkhotbahkan iman, dan ia juga tidak dapat mengkhotbahkannya; sayangnya, baru sekarang saya melihatnya. Manakah dari kedua bentuk penghancuran gambar ini yang terbaik, biarlah masing-masing orang menilainya sendiri” (Luther’s Works, 40:85).
“Sekarang saya mengatakan ini untuk menjaga hati nurani saya bebas dari hukum-hukum yang menyesatkan dan dosa-dosa yang dibuat-buat, dan bukan karena saya ingin membela patung-patung. Saya juga tidak akan mengutuk mereka yang telah menghancurkannya, terutama mereka yang menghancurkan patung-patung ilahi dan berhala. Namun, patung-patung untuk mengenang dan bersaksi, seperti salib dan patung orang-orang kudus, harus ditoleransi” (Luther’s Works, 40:91).
Yohanes dari Damaskus (676-749 M)
Simaklah apa yang akan saya sampaikan sebagai bukti bahwa gambar bukanlah penemuan baru. Ini adalah praktik kuno yang dikenal baik oleh para Bapa Gereja terbaik dan terkemuka. Elladios, murid Basil yang diberkati dan penerusnya, mengatakan dalam Kehidupan Basil bahwa orang suci itu berdiri di dekat gambar Bunda Maria, yang juga dilukis rupa Mercurius, martir yang terkenal. Ia berdiri di dekat gambar itu memohon agar Julian, sang murtad yang tidak beriman, disingkirkan, dan ia menerima wahyu ini dari patung itu. Ia melihat martir itu menghilang sejenak, lalu muncul kembali, memegang tombak berdarah.
Konsili Efesus Kutipan dari sesi 1 (431 M)
Theodosius, umat Kristiani yang rendah hati, kepada Sinode Kudus dan Ekumenis: Saya mengaku dan saya setuju (suntiqemai) dan saya menerima dan saya memberi hormat dan saya memuliakan pertama-tama gambar tak bernoda Tuhan kita Yesus Kristus, Allah kita yang sejati, dan gambar kudus dia yang melahirkan-Nya tanpa benih, Bunda Allah yang kudus, dan bantuan, perlindungan, dan syafaatnya setiap siang dan malam sebagai orang berdosa yang saya minta bantuannya, karena dia memiliki keyakinan kepada Kristus, Allah kita, karena Dia lahir darinya. Demikian pula saya menerima dan memuliakan gambar para Rasul, nabi, dan martir yang kudus dan terpuji, serta para bapa dan petani padang gurun. Bukanlah seperti dewa saya meminta semua ini dengan sepenuh hati untuk berdoa bagi saya kepada Allah, agar Dia mengizinkan saya melalui syafaat mereka untuk menemukan belas kasihan di tangan-Nya pada hari penghakiman, karena dengan ini saya hanya menunjukkan dengan lebih jelas kasih sayang dan cinta jiwa saya yang telah saya miliki sejak awal. Demikian pula, saya menghormati, memuliakan, dan memberi hormat kepada relik para Santo, sebagaimana relik mereka yang berjuang demi Kristus dan yang telah menerima rahmat dari-Nya untuk penyembuhan penyakit, penyembuhan penyakit, dan pengusiran setan, sebagaimana Gereja Kristen telah menerima rahmat dari para Rasul dan Bapa Suci, bahkan hingga kita saat ini.
Konsili Nicea ke-2 Pada masa Stefanus II [787-788 M]
Oleh karena itu, kami mengikuti jalan kerajaan dan otoritas yang diilhami ilahi dari para Bapa Suci kami dan tradisi Gereja Katolik (karena, seperti yang kita semua tahu Roh Kudus berdiam di dalamnya), mendefinisikan dengan segala kepastian dan keakuratan bahwa seperti halnya gambar Salib yang berharga dan memberi hidup, demikian juga gambar-gambar yang terhormat dan suci, baik dalam lukisan dan mosaik maupun dari bahan-bahan yang sesuai lainnya, harus ditetapkan di gereja-gereja suci Tuhan, dan pada bejana-bejana suci dan pada jubah dan pada hiasan dan pada gambar-gambar baik di rumah-rumah maupun di pinggir jalan, yaitu, gambar Tuhan Allah kita dan Juru Selamat Yesus Kristus, Bunda kita yang tak bernoda, Bunda Allah, para Malaikat yang terhormat, semua Orang Kudus dan semua orang saleh. Karena dengan semakin seringnya mereka terlihat dalam representasi artistik, manusia pun jauh lebih mudah tergugah untuk mengenang prototipe mereka, dan untuk merindukannya; dan kepada merekalah penghormatan dan penghormatan yang selayaknya diberikan, bukan penyembahan iman sejati yang semata-mata berkaitan dengan kodrat ilahi; melainkan kepada mereka, seperti kepada sosok Salib yang mulia dan pemberi hidup, Kitab Injil, dan benda-benda suci lainnya, dupa dan lilin dapat dipersembahkan sesuai dengan adat istiadat saleh kuno. Karena penghormatan yang diberikan kepada gambar tersebut diteruskan kepada apa yang diwakilinya, dan siapa pun yang menghormati gambar tersebut menghormati subjek yang diwakilinya di dalamnya…
Bapa Gereja Awal tentang Relikui
Kemartiran Santo Ignatius dari Antiokhia Bab 6 (50-117 M)
Karena hanya bagian-bagian yang lebih keras dari jenazah kudusnya yang tertinggal, yang dibawa ke Antiokhia dan dibungkus dengan kain lenan, sebagai harta tak ternilai yang ditinggalkan bagi Gereja yang kudus oleh rahmat yang ada dalam diri martir.
Polikarpus Kemartiran Polikarpus Bab 18 (69-155 M)
Oleh karena itu, kami kemudian mengambil tulang-tulangnya, karena lebih berharga daripada permata yang paling indah, dan lebih murni daripada emas, dan menyimpannya di tempat yang tepat, di mana, setelah dikumpulkan bersama, jika ada kesempatan, dengan sukacita dan kegembiraan, Tuhan akan mengabulkan kami utk merayakan ulang tahun kemartirannya, baik untuk mengenang mereka yang telah menyelesaikan perjalanan mereka, dan untuk melatih dan mempersiapkan mereka yang belum berjalan mengikuti jejak mereka.
Petrus dari Alexandria (260-311 M)
Sementara itu sekelompok senator yang bersemangat dari mereka yang terlibat dalam layanan transportasi umum, melihat apa yang telah terjadi, karena mereka berada di dekat laut, menyiapkan sebuah perahu, dan tiba-tiba mengambil relik suci, mereka menempatkannya di dalamnya, dan memanjat Pharos dari belakang, dengan seperempat yang bernama Leucado, mereka datang ke gereja ibu Tuhan yang paling diberkati, dan Perawan Maria yang Abadi, yang, seperti yang telah kita mulai katakan, telah ia bangun di bagian barat, di pinggiran kota, untuk pemakaman para martir.
Athanasius, Riwayat Hidup Santo Antonius, par. 92 (296-373 M)
Namun, setiap orang yang menerima kulit domba Santo Antonius dan pakaian yang dikenakannya menjaganya sebagai harta yang berharga. Karena memandangnya saja sudah seperti melihat Antonius; dan ia yang mengenakannya tampak bersukacita menyampaikan nasihatnya.
Surat Basil 49 (329-379 M)
Jika saya dapat menemukan relik para martir, saya mohon agar saya dapat ikut serta dalam upaya tulus Anda.
Surat Basil 155 (329-379 M)
Jika Anda mengirimkan relik para martir pulang, Anda akan melakukannya dengan baik; karena Anda menulis bahwa penganiayaan di sana, bahkan saat ini, sedang membawa para martir kepada Tuhan.
Surat Basil 197 par 2 (329-379 M)
Ia mengambil relik-relik itu dengan penuh penghormatan, dan telah membantu para saudara dalam pelestariannya. Relik-relik ini engkau terima dengan sukacita yang setara dengan kesedihan yang dirasakan para penjaganya ketika mereka menyerahkannya kepadamu dan mengirimkannya kepadamu.
Surat Jerome 46 par 13 (347-420 M)
Kita akan melihat air mancur tempat sida-sida itu dibenamkan oleh Filipus. Kita akan berziarah ke Samaria, dan berdampingan menghormati abu Yohanes Pembaptis, Elisa, dan Obaja.
Hieronimus melawan Vigilantius par. 5 (347-420 M)
Oleh karena itu, apakah kita bersalah melakukan sakrilegi ketika memasuki basilika para Rasul? Apakah Kaisar Konstantius I bersalah melakukan sakrilegi ketika ia memindahkan relik suci Andreas, Lukas, dan Timotius ke Konstantinopel?
Surat Hieronimus 109 par 1 (347-420 M)
Kau bilang Vigilantius (yang namanya “Wakeful” saja sudah kontradiksi: ia seharusnya digambarkan sebagai “Sleepy”) telah kembali membuka bibirnya yang busuk dan menumpahkan semburan racun kotor ke atas relik para martir suci; dan bahwa ia menyebut kita yang menghargai mereka sebagai penjual abu dan penyembah berhala yang memberi penghormatan kepada tulang-tulang orang mati. Celaka! Harus ditangisi oleh semua orang Kristen, … Kita, memang benar, menolak untuk menyembah atau memuja, maksudku bukan relik para martir, melainkan bahkan matahari dan bulan, para malaikat dan malaikat agung, Kerubim dan Serafim, dan “setiap nama yang disebut, bukan hanya di dunia ini, tetapi juga di dunia yang akan datang.” Karena kita tidak boleh “melayani ciptaan daripada Sang Pencipta, yang terpuji selamanya.” Namun, kita menghormati relik para martir, agar kita dapat menyembah Dia yang telah menjadikan mereka martir. Kita menghormati para hamba agar kehormatan mereka tercermin dalam Tuhan mereka.
Yohanes Krisostomus Homili 55 tentang Kisah Para Rasul pasal 28:17-20 (347-407 M)
Ketika saya terus mendengarkan Surat-Surat Paulus yang terberkati dibacakan, dan itu dua kali seminggu, dan seringkali tiga atau empat kali, setiap kali kita merayakan peringatan para martir suci,
Homili Yohanes Krisostomus tentang Santo Ignatius par 5 (347-407 M)
Karena bukan hanya tubuh, tetapi juga makam orang-orang kudus telah dipenuhi dengan rahmat rohani. Sebab jika dalam kasus Elisa ini terjadi, dan mayat ketika menyentuh makam, memutuskan belenggu kematian dan kembali hidup lagi, terlebih lagi sekarang, ketika rahmat lebih berlimpah, ketika energi roh lebih besar, apakah mungkin bahwa seseorang yang menyentuh makam, dengan iman, akan memperoleh kuasa besar; oleh karena itu, atas dasar ini, Allah mengizinkan kita untuk menerima jenazah orang-orang kudus, yang ingin menuntun kita kepada teladan yang sama, dan memberi kita semacam tempat berlindung, dan penghiburan yang aman bagi kejahatan yang selalu menimpa kita.
Agustinus dari Hippo, Kota Allah, Buku 22 bab 8 (354-430 M).
Sebab, bahkan saat ini pun mukjizat-mukjizat dilakukan atas nama Kristus, baik melalui sakramen-sakramen-Nya maupun melalui doa atau relikwi orang-orang kudus-Nya; tetapi mukjizat-mukjizat itu tidak begitu cemerlang dan mencolok sehingga tidak layak dipublikasikan dengan kemuliaan yang menyertai mukjizat-mukjizat sebelumnya.
Yang Mulia Bede Sejarah Gerejawi Inggris Buku 4 bab 32 (672-735 M)
Saudara tersebut telah lama menderita penyakit ini, ketika tak ada cara manusiawi yang berhasil menyelamatkan matanya, tetapi justru semakin memburuk dari hari ke hari. Tiba-tiba, melalui rahmat belas kasihan Allah, ia disembuhkan oleh relikwi Bapa Suci, Cuthbert. Ketika para saudara mendapati tubuhnya tidak rusak, setelah bertahun-tahun dikuburkan, mereka mengambil sebagian rambutnya, untuk diberikan sebagai relikwi kepada teman-teman yang memintanya, atau untuk diperlihatkan sebagai kesaksian atas mukjizat tersebut.
Konsili Lateran ke-4 (Konsili Ekumenis #12) bab 62 [1215-1216 M]
Agama Kristen sering dicemooh karena orang-orang tertentu menjual relikwi orang kudus dan memajangnya tanpa pandang bulu. Agar tidak dicemooh di kemudian hari, kami tetapkan melalui dekrit ini bahwa mulai sekarang relikwi kuno tidak boleh dipajang di luar atau dijual. Mengenai relikwi yang baru ditemukan, janganlah seorang pun berani menghormatinya di depan umum kecuali telah disetujui sebelumnya oleh otoritas Paus Roma.