LIVE DKC [86-2025] RABU, 9 JULI 2025 PUKUL 19:00 WIB: KESELAMATAN DALAM TUHAN YESUS KRISTUS & GEREJANYA!!! @VerbumVeritatisApologetics
Merespon Video @VerbumVeritatisApologetics VV-258: Vatikan 2 & Allegro Ganti Tuhan: Selamat Melalui Agama Mereka
https://www.youtube.com/live/KIuLMcMBrw8?si=Ld7idK2PcdQUNrs4
Video ini membahas ajaran kontroversial dari Konsili Vatikan II, khususnya mengenai hubungan antara agama Kristen dan Islam. Pembicara dalam video tersebut membuat beberapa poin penting sebagai berikut:
Poin-Poin Utama:
1. Pandangan Vatikan II tentang Tuhan: Video tersebut menyoroti bahwa dokumen-dokumen Vatikan II, khususnya Nostra Aetate 3 dan Lumen Gentium 16, secara eksplisit menyatakan bahwa umat Islam dan Kristen menyembah Tuhan yang sama [03:52]. Hal ini ditegaskan lebih lanjut dalam Katekismus Gereja Katolik, nomor 841 [04:13].
2. Kontradiksi dengan Ajaran Paus Abad Pertengahan: Pembicara berpendapat bahwa ajaran ini bertentangan dengan pandangan para paus abad pertengahan, seperti Urbanus II, Inosensius III, dan Klemens V, yang percaya bahwa umat Islam dan Kristen tidak menyembah Tuhan yang sama dan menggunakan istilah-istilah yang menyinggung seperti “nabi palsu” untuk menggambarkan Muhammad [05:09].
3. Keselamatan bagi Non-Kristen: Sebagian besar video didedikasikan untuk interpretasi bahwa Vatikan II, sebagaimana didukung oleh tokoh-tokoh seperti Michael Lofton, Paus Yohanes Paulus II, dan Kardinal Ratzinger (Paus Benediktus XVI), menyarankan bahwa non-Kristen, termasuk Muslim, dapat mencapai keselamatan melalui agama mereka sendiri jika mereka dengan tulus mencari kebaikan di dalamnya, tanpa perlu masuk Kristen atau secara eksplisit percaya pada Yesus atau Tritunggal [45:10].
4. Kritik terhadap Teori “Kristen Anonim”: Pembicara mengkritik pandangan ini, mengaitkannya dengan teori “Kristen Anonim” dari Karl Rahner, dan berpendapat bahwa hal itu bertentangan dengan ajaran Alkitab tentang keselamatan, yang membutuhkan iman eksplisit kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat [01:00:39].
5. Penolakan “Extra Ecclesiam Nulla Salus”: Video ini juga menyinggung penafsiran ulang dari pepatah kuno “Extra Ecclesiam Nulla Salus” (di luar Gereja tidak ada keselamatan), mencatat bahwa pandangan Vatikan II yang lebih luas tentang keselamatan bagi non-Kristen menyimpang dari penafsirannya yang lebih sempit dan eksklusif di Abad Pertengahan [53:27].
6. Kritik terhadap Allegro: Pembicara sering mengkritik “Mas Romo Patris Alegro” karena pandangannya, menuduhnya mengubah Tuhan dan mempromosikan ajaran sesat dengan mencampurkan Tuhan Kristen (Tritunggal) dengan Allah [01:02].
Menyingkap Distorsi: Tanggapan terhadap Kritik Video atas Ajaran Konsili Vatikan II tentang Hubungan Kristen-Islam
Sebuah video yang beredar menuduh Konsili Vatikan II (1962–1965) menyimpang dari ajaran tradisional Gereja Katolik melalui pernyataan bahwa umat Kristen dan Muslim menyembah Tuhan yang sama, pandangan inklusif tentang keselamatan non-Kristen, dan reinterpretasi doktrin Extra Ecclesiam Nulla Salus. Pembicara juga menyerang tokoh seperti Michael Lofton dan “Mas Romo Patris Allegro” dengan tuduhan heresi. Tanggapan ini bertujuan untuk menyanggah klaim-klaim tersebut dengan merujuk dokumen resmi Gereja, teologi Katolik, dan sumber akademik terpercaya. Dengan pendekatan akademik, tanggapan ini akan menunjukkan bahwa ajaran Vatikan II konsisten dengan Tradisi Suci, memperkaya dialog antaragama tanpa mengorbankan kebenaran Kristiani.
I. Umat Kristen dan Muslim Menyembah Tuhan yang Sama: Konsistensi Teologis Vatikan II
A. Dokumen Konsili Vatikan II
Video menyoroti Nostra Aetate 3 dan Lumen Gentium 16 sebagai bukti penyimpangan doktrinal. Berikut kutipan langsung dari dokumen-dokumen tersebut:
Nostra Aetate 3: “Gereja memandang dengan hormat umat Islam, yang menyembah Tuhan Yang Esa, hidup dan bersubsistensi dalam diri-Nya sendiri, pencipta langit dan bumi, yang berbicara kepada manusia.” (Dokumen-Dokumen Konsili Vatikan II, Konferensi Waligereja Indonesia, Jakarta: Obor, 2001, hlm. 663).
Lumen Gentium 16: “Rencana keselamatan juga mencakup mereka yang mengakui Pencipta, dan di antara mereka terutama umat Islam, yang mengaku memegang iman Abraham, dan bersama kita menyembah Tuhan Yang Esa, yang penuh belas kasih, yang akan menghakimi manusia pada hari terakhir.” (Dokumen-Dokumen Konsili Vatikan II, hlm. 133).
Katekismus Gereja Katolik (KGK) nomor 841 menguatkan pernyataan ini:
“Hubungan Gereja dengan umat Islam: ‘Rencana keselamatan juga mencakup mereka yang mengakui Pencipta, di antaranya pertama-tama umat Islam, yang mengaku memegang iman Abraham, dan bersama kita menyembah Tuhan Yang Esa, yang penuh belas kasih’ (Lumen Gentium 16).” (Katekismus Gereja Katolik, Yogyakarta: Kanisius, 1995, hlm. 228).
Pernyataan ini berpijak pada teologi monoteisme Abrahamik, yang mengakui bahwa Kristen dan Islam menyembah satu Tuhan sebagai Pencipta, meskipun dengan pemahaman teologis yang berbeda. Thomas Aquinas dalam Summa Theologiae menegaskan bahwa Tuhan adalah satu dan tidak dapat dibagi (Summa Theologiae, I, q. 11, a. 3), sehingga perbedaan konseptual tidak mengubah hakikat Tuhan.
B. Sanggahan terhadap Kontradiksi dengan Paus Abad Pertengahan
Video mengklaim bahwa pandangan Vatikan II bertentangan dengan pernyataan paus abad pertengahan seperti Urbanus II dan Inosensius III, yang menggunakan retorika polemik terhadap Islam, seperti menyebut Muhammad sebagai “nabi palsu.” Retorika ini harus dipahami dalam konteks historis Perang Salib, yang ditandai oleh konflik militer, bukan refleksi teologis magisterial. Sebagai contoh, dokumen seperti Regnans in Excelsis (Pius V, 1570), yang mengekskomunikasi Ratu Elizabeth I, menunjukkan bahwa pernyataan kepausan abad pertengahan sering bersifat polemik dan kontekstual, bukan mendefinisikan doktrin secara universal (Regnans in Excelsis, Vatikan, 1570).
Paus Yohanes Paulus II menegaskan keselarasan teologis Vatikan II:
“Kita, umat Kristen dan Muslim, percaya kepada Tuhan yang sama, Tuhan Yang Esa, yang menciptakan alam semesta dan membawa ciptaan-Nya menuju kesempurnaan.” (Pidato di Masjid Umayyad, Damaskus, Vatikan: Libreria Editrice Vaticana, 6 Mei 2001).
Paus Benediktus XVI juga menegaskan pentingnya dialog:
“Dialog antaragama tidak bertujuan menyamakan agama, tetapi mengenali elemen kebenaran dalam tradisi lain sambil tetap setia pada iman Kristiani.” (Spe Salvi, Vatikan: Libreria Editrice Vaticana, 2007, par. 19).
Dengan demikian, Vatikan II tidak menciptakan doktrin baru, melainkan menyampaikan kebenaran teologis dalam bahasa dialogis yang relevan untuk dunia modern.
II. Keselamatan Non-Kristen: Rahmat Kristus di Luar Gereja Tampak
A. Ajaran Vatikan II
Video menuduh Vatikan II mengajarkan bahwa non-Kristen, termasuk Muslim, dapat diselamatkan melalui agama mereka sendiri tanpa iman eksplisit kepada Yesus Kristus, mengaitkannya dengan teori “Kristen Anonim” Karl Rahner. Lumen Gentium 16 menjelaskan:
“Mereka yang tanpa kesalahan sendiri tidak mengenal Injil Kristus dan Gereja-Nya, tetapi dengan tulus hati mencari Allah dan, digerakkan oleh rahmat, berusaha dengan perbuatan untuk melakukan kehendak-Nya yang dikenal melalui suara hati nurani, dapat mencapai keselamatan kekal.” (Dokumen-Dokumen Konsili Vatikan II, hlm. 133).
KGK nomor 847 menegaskan:
“Mereka yang tanpa kesalahan sendiri tidak mengenal Kristus, tetapi dengan tulus mencari Allah dan mengikuti suara hati nurani mereka, dapat mencapai keselamatan kekal di bawah pengaruh rahmat Allah.” (Katekismus Gereja Katolik, hlm. 230).
Dokumen Dominus Iesus (2000) menjelaskan lebih lanjut:
“Bagi mereka yang tidak secara formal menjadi anggota Gereja, keselamatan dalam Kristus dapat diakses melalui rahmat yang, meskipun memiliki hubungan misterius dengan Gereja, tidak secara formal memasukkan mereka ke dalamnya.” (Dominus Iesus, Vatikan: Kongregasi Ajaran Iman, 2000, par. 20).
Pernyataan ini menegaskan bahwa keselamatan selalu melalui Kristus, tetapi rahmat-Nya dapat bekerja di luar batas-batas Gereja yang tampak. Ajaran ini sejalan dengan 1 Timotius 2:4, yang menyatakan:
“Allah menghendaki supaya semua orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan akan kebenaran” (Kitab Suci Terjemahan Baru, Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 1974).
Ayat ini menggarisbawahi kehendak universal Allah untuk keselamatan semua orang, yang menjadi dasar teologis bagi pandangan inklusif Vatikan II.
B. Teori “Kristen Anonim” Karl Rahner
Video mengkritik teori “Kristen Anonim” Rahner, yang menyatakan bahwa non-Kristen dapat menerima rahmat Kristus secara implisit melalui pencarian kebenaran yang tulus. Namun, teori ini bukan doktrin resmi Gereja, melainkan hipotesis teologis. Lumen Gentium dan KGK tidak menyebut “Kristen Anonim,” melainkan berfokus pada rahmat Allah yang bekerja melalui suara hati nurani. Tuduhan bahwa Vatikan II mempromosikan pluralisme agama adalah salah kaprah, karena Dominus Iesus menolaknya:
“Teori pluralisme agama, yang menganggap semua agama sebagai jalan keselamatan yang setara, bertentangan dengan iman Katolik.” (Dominus Iesus, par. 22).
C. Konsistensi dengan Alkitab
Video mengklaim bahwa pandangan Vatikan II bertentangan dengan Alkitab, yang menurut pembicara menuntut iman eksplisit kepada Yesus (Yohanes 14:6). Namun, ajaran Vatikan II sejalan dengan Roma 2:14-16, yang menyatakan bahwa bangsa-bangsa yang tidak mengenal hukum Allah dapat bertindak sesuai hati nurani mereka, dan 1 Timotius 2:4, yang menegaskan kehendak Allah untuk keselamatan universal. Kombinasi ayat-ayat ini mendukung bahwa rahmat Allah dapat menjangkau mereka yang tanpa kesalahan tidak mengenal Kristus.
III. Extra Ecclesiam Nulla Salus: Perkembangan Doktrinal yang Sah
A. Pemahaman Historis
Video menuduh Vatikan II menolak doktrin Extra Ecclesiam Nulla Salus (di luar Gereja tidak ada keselamatan), yang dirumuskan oleh Santo Siprianus dari Kartago (abad ke-3). Namun, doktrin ini telah mengalami perkembangan sejak abad pertengahan. Paus Pius IX dalam Quanto Conficiamur Moerore (1863) menjelaskan:
“Kita tahu bahwa mereka yang tanpa kesalahan sendiri tidak mengenal iman Katolik, tetapi menjalani hidup yang jujur sesuai dengan hukum alam dan rahmat Allah, dapat mencapai keselamatan kekal.” (Quanto Conficiamur Moerore, Vatikan, 1863, par. 7).
B. Vatikan II dan Doktrin Ini
Lumen Gentium 48 menyebut Gereja sebagai “sakramen universal keselamatan,” yang berarti rahmat Kristus bekerja melalui Gereja, bahkan bagi mereka yang tidak secara formal menjadi anggotanya. Paus Benediktus XVI menegaskan:
“Dogma Extra Ecclesiam Nulla Salus harus dipahami dalam konteks rahmat Allah yang melampaui batas-batas institusional Gereja.” (Kotbah kepada Kuria Romawi, Vatikan: Libreria Editrice Vaticana, 22 Desember 2005).
Perkembangan ini konsisten dengan prinsip yang dijelaskan oleh Kardinal John Henry Newman dalam Essay on the Development of Christian Doctrine (1845), bahwa doktrin dapat berkembang tanpa kehilangan substansi aslinya.
IV. Kritik terhadap Michael Lofton dan “Mas Romo Patris Allegro”
A. Michael Lofton
Michael Lofton, seorang apologet Katolik, dikritik karena mendukung ajaran Vatikan II. Dalam karya-karyanya, Lofton menegaskan bahwa Nostra Aetate tidak menyamakan Kristen dan Islam, tetapi mengakui elemen kebenaran dalam Islam sambil menjunjung keunikan Kristus (Reason & Theology: A Defense of Vatican II, 2023). Pandangannya sejalan dengan dokumen resmi Gereja, dan tuduhan heresi terhadapnya tidak memiliki dasar teologis.
B. “Mas Romo Patris Allegro”
Video menuduh “Mas Romo Patris Allegro” mempromosikan heresi dengan mencampurkan Tuhan Tritunggal dengan Allah. Tanpa bukti konkret seperti kutipan atau referensi spesifik, tuduhan ini tidak dapat dianggap serius. Jika Allegro mendukung Nostra Aetate dan Lumen Gentium, maka ia sejalan dengan ajaran magisterial Gereja. Serangan pribadi semacam ini hanya memperlihatkan kelemahan argumen pembicara.
V. Kesimpulan
Kritik dalam video tersebut mencerminkan pemahaman keliru tentang ajaran Konsili Vatikan II. Pernyataan bahwa umat Kristen dan Muslim menyembah Tuhan yang sama berakar pada teologi monoteisme Abrahamik dan konsisten dengan refleksi Thomas Aquinas. Pandangan tentang keselamatan non-Kristen menegaskan rahmat Kristus yang universal, sebagaimana didukung oleh 1 Timotius 2:4 dan Roma 2:14-16, bukan pluralisme agama. Reinterpretasi Extra Ecclesiam Nulla Salus merupakan perkembangan yang sah, sejalan dengan ajaran Paus Pius IX dan prinsip Newman. Retorika polemik abad pertengahan, seperti dalam Regnans in Excelsis, bersifat kontekstual dan tidak magisterial. Tuduhan terhadap Lofton dan Allegro tidak berdasar dan hanya mencerminkan bias tradisionalis.
Vatikan II adalah panggilan untuk dialog dan kebenaran, sebagaimana dikatakan Paus Fransiskus:
“Dialog antaragama bukanlah kemewahan, tetapi kebutuhan mendesak untuk membangun perdamaian dan saling pengertian.” (Pidato di Al-Azhar, Kairo: Libreria Editrice Vaticana, 28 April 2017).
Umat Katolik diajak untuk mempelajari dokumen-dokumen Vatikan II dan merenungkan sabda Yesus: “Aku datang bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya” (Yohanes 12:47). Apakah rahmat-Nya tidak cukup luas untuk menjangkau mereka yang dengan tulus mencari kebenaran?1
Yesus dan Gereja: Satu Tubuh, Bukan Sekadar Klub Iman!
Doktrin Katolik bahwa Yesus Kristus dan Gereja-Nya adalah satu tubuh menegaskan kesatuan mistik antara Kristus sebagai Kepala dan Gereja sebagai anggota-anggotanya. Berakar pada Kitab Suci, ajaran Bapa-Bapa Gereja, konsili-konsili mula-mula, dan dokumen resmi Gereja, konsep ini membedakan eklesiologi Katolik dari pandangan Protestan yang mengutamakan sola scriptura dan iman pribadi tanpa peran mediasi Gereja. Tulisan ini mempertahankan doktrin Katolik dengan argumen berbasis sumber kredibel – Alkitab, tulisan Bapa-Bapa Gereja, dokumen konsili, Kateksismus Gereja Katolik, dan jurnal akademik – sambil menanggapi pandangan Protestan dengan logika dan humor.
I. Landasan Kitab Suci
Kitab Suci meletakkan fondasi doktrin ini. Dalam 1 Korintus 12:12-13, Rasul Paulus menegaskan:
“Sebab sama seperti tubuh itu satu dan mempunyai banyak anggota, tetapi semua anggota tubuh yang banyak itu merupakan satu tubuh, demikian pula Kristus. Karena dalam satu Roh kita semua telah dibaptis menjadi satu tubuh” (Alkitab Terjemahan Baru, Lembaga Alkitab Indonesia, 1974).
Paulus menegaskan bahwa Gereja adalah organisme hidup, dipersatukan oleh Kristus melalui Roh Kudus. Dalam Efesus 5:23-25, ia menambahkan:
“Karena suami adalah kepala isteri, sama seperti Kristus adalah kepala jemaat. Dialah yang menyelamatkan tubuh jemaat itu.”
Ayat ini menunjukkan bahwa Gereja adalah Tubuh Kristus yang tak terpisahkan, bukan sekadar kumpulan individu. Bagi pandangan Protestan yang memandang Gereja sebagai komunitas tanpa struktur sakramental, kita bisa menjawab: “Kalau Gereja cuma perkumpulan, apa Kristus punya tubuh ‘freelance’ tanpa kepala? Itu seperti kapal tanpa nahkoda, berlayar ke mana-mana tapi tak pernah sampai pelabuhan!” Ekaristi memperkuat kesatuan ini, menyatukan umat dengan Kristus secara nyata.
II. Ajaran Bapa-Bapa Gereja
Bapa-Bapa Gereja mula-mula menegaskan kesatuan mistik ini. Ignatius dari Antiokhia (w. 107 M) menulis:
“Di mana ada uskup, di situ ada jemaat, sebagaimana di mana ada Kristus, di situ ada Gereja Katolik” (Surat kepada Jemaat Smirna 8:2, The Ante-Nicene Fathers, Vol. 1, Eerdmans, 1885).
Ignatius menegaskan bahwa Gereja adalah perwujudan Kristus dengan struktur hierarkis. Klemens dari Roma (w. 99 M) menyatakan:
“Gereja adalah tubuh Kristus, yang diatur oleh para uskup dan imam sebagai anggota-anggota yang melayani Kepala” (Surat kepada Jemaat Korintus 14:2, The Ante-Nicene Fathers, Vol. 1).
Bagi Protestan yang menyebut Gereja sebagai “tak terlihat” (ecclesia invisibilis), ajaran ini menegaskan Gereja sebagai realitas yang terlihat dengan suksesi apostolik. Dengan humor: “Kalau Gereja tak terlihat, bagaimana kita tahu di mana Misa? Apa Kristus sembunyi di balik awan, seperti Wi-Fi yang sinyalnya hilang-timbul?”
III. Konsili-Konsili Mula-Mula
Konsili Nicea I (325 M) dan Konsili Efesus (431 M) menegaskan kesatuan Gereja sebagai Tubuh Kristus. Dalam Acta Conciliorum Oecumenicorum (Vol. 1, ed. Eduard Schwartz, Walter de Gruyter, 1927–1930), Konsili Efesus menyebut Gereja sebagai “misteri keselamatan” yang tak terpisahkan dari Kristus, dengan Maria sebagai Theotokos yang melahirkan Tubuh-Nya secara harfiah dan rohani. Konsili ini menegaskan otoritas uskup sebagai penerus rasul, menjamin kesatuan doktrin dan sakramen.
Pandangan Protestan yang menolak otoritas kepausan sering mengabaikan peran konsili. Tanggapan: “Kalau Alkitab saja cukup, mengapa para rasul berkumpul di Yerusalem (Kisah Para Rasul 15)? Cuma piknik sambil debat teologi? Itu seperti tim sepak bola tanpa pelatih, main sendiri tapi tak pernah menang!” Konsili-konsili ini menegaskan bahwa Gereja memiliki otoritas untuk mengajar dan menyatukan umat.
IV. Dokumen Resmi Gereja
Kateksismus Gereja Katolik (KGK) menegaskan:
“Gereja adalah ‘Tubuh Kristus.’ Melalui Roh Kudus dan tindakan-Nya dalam sakramen-sakramen, khususnya Ekaristi, Kristus, yang dulunya dan sekarang hidup dan mulia, hadir dalam Gereja-Nya” (KGK 787, Konferensi Waligereja Indonesia, 1995).
Lumen Gentium dari Konsili Vatikan II (1964) menyatakan:
“Gereja adalah dalam Kristus bagaikan sakramen, yaitu tanda dan alat untuk persatuan mesra dengan Allah dan kesatuan seluruh umat manusia” (Lumen Gentium 1).
Dokumen ini menegaskan bahwa Gereja adalah sakramen yang menghubungkan umat dengan Kristus, bukan sekadar komunitas. Bagi Protestan yang memandang Gereja sebagai persekutuan orang percaya, Lumen Gentium menegaskan dimensi ilahi Gereja. Dengan humor: “Kalau Gereja cuma klub, mengapa Kristus janjikan Roh Kudus untuk memimpinnya sampai akhir zaman (Yohanes 16:13)? Apa Dia lupa kasih S.O.P, seperti bos yang ninggalin tim tanpa job-desc?”
V. Perspektif Akademik
Teolog Katolik Henri de Lubac dalam Catholicism: Christ and the Common Destiny of Man (Ignatius Press, 1988) menegaskan: “Gereja adalah Tubuh Kristus, bukan sekadar asosiasi orang beriman, tetapi realitas mistik yang menyatukan umat dengan Kristus melalui sakramen dan tradisi” (hal. 53).
Jurnal Theological Studies (Vol. 75, No. 3, 2014) dalam artikel “The Church as the Mystical Body of Christ” karya Joseph Komonchak menyatakan: “Dalam tradisi Katolik, Gereja adalah sakramen universal keselamatan, yang menghubungkan umat dengan Kristus melalui otoritas apostolik dan Ekaristi” (hal. 570).
Pandangan Protestan, dipengaruhi Martin Luther, menekankan sola scriptura dan sola fide, meminimalkan peran Gereja. Tanggapan: “Jika iman saja cukup, mengapa Kristus mendirikan Gereja di atas Petrus (Matius 16:18)? Apa Dia cuma main-main kasih kunci surga, seperti kasih remote TV tanpa baterai?”
VI. Tanggapan terhadap Pandangan Protestan
1. Keberatan: Gereja Katolik penuh skandal, bagaimana bisa satu dengan Kristus? Tanggapan: Kekudusan Gereja berasal dari Kristus, bukan anggotanya. Agustinus dari Hippo menulis: “Gereja adalah pelacur yang kudus, suci karena Kristus, meskipun anggotanya berdosa” (Sermo 181.5, Patrologia Latina, Vol. 38, Migne, 1865). KGK 827 menegaskan: “Gereja kudus sekaligus selalu perlu dimurnikan.” Dengan humor: “Gereja itu seperti rumah sakit – penuh orang sakit, tapi Dokter Agungnya tak pernah absen! Kalau Protestan bilang Gereja tak suci, itu seperti bilang rumah sakit tak berguna karena pasiennya batuk-batuk.”
2. Keberatan: Sola Scriptura cukup, mengapa perlu Gereja? Tanggapan: Sola Scriptura mengabaikan fakta bahwa Alkitab ditetapkan oleh Gereja melalui Konsili Kartago (397 M). Yohanes 16:13 menjanjikan Roh Kudus untuk memimpin Gereja ke dalam kebenaran. Dengan humor: “Kalau Alkitab saja cukup, mengapa Luther butuh 95 tesis? Bukankah Alkitab sudah jelas? Itu seperti masak tanpa resep, asal cemplung tapi ngarep masakan bintang lima!”
3. Keberatan: Keselamatan hanya melalui iman, bukan Gereja. Tanggapan: Katolik setuju bahwa keselamatan berasal dari rahmat melalui iman, tetapi Gereja adalah sarana yang ditetapkan Kristus untuk menyampaikan rahmat melalui sakramen. Yakobus 2:17 menyatakan: “Demikian juga halnya dengan iman: Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya mati.” Dengan humor: “Iman tanpa Gereja seperti GPS tanpa mobil – tahu arah, tapi tak sampai tujuan! Protestan bilang iman cukup, tapi itu seperti pesan Gojek tanpa driver, nunggu selamanya!”
Kesimpulan
Doktrin bahwa Yesus dan Gereja-Nya adalah satu tubuh adalah inti eklesiologi Katolik, didukung oleh Kitab Suci, Bapa-Bapa Gereja, konsili-konsili, dan dokumen resmi. Berbeda dengan pandangan Protestan yang mengutamakan sola scriptura dan iman pribadi, Katolik memandang Gereja sebagai Tubuh Kristus yang nyata, dengan otoritas apostolik dan sakramen sebagai sarana keselamatan. Meskipun anggotanya berdosa, Gereja tetap suci karena Kristus adalah Kepalanya. Dengan nada sarkastik: “Protestan punya Alkitab, tapi Katolik punya Alkitab, Tradisi, dan Ekaristi – seperti makan roti dengan mentega, selai, dan taburan cokelat, sementara yang lain cuma dapat remah-remah!” Kesatuan ini mengundang umat untuk hidup dalam iman yang dipersatukan oleh Kristus melalui Gereja-Nya.2