LIVE DKC [44-2025] JUMAT, 28 MARET 2025 PUKUL 19:00 WIB BERSAMA RD. ANTONIUS DENNY FIRMANTO: EKARISTI: MERAYAKAN KASIH ALLAH
Berangkat dari Pertanyaan 2 Minggu Lalu oleh V1czero: Apa yang Dimaksud dalam Kisah Para Rasul 2:46? “Dengan bertekun dan sehati mereka berkumpul tiap-tiap hari dalam Bait Allah. Mereka memecahkan roti di rumah masing-masing secara bergiliran dan makan bersama-sama dengan gembira dan tulus hati,”
Apa yang Disebut dengan Tempat Suci dalam Pengalaman Para Murid
Tempat Suci bagi Orang Yahudi
- Bait Suci
Bait Suci yang dibangun Salomo hancur di tahun 586 SM ketika Yehuda dikalahkan Babilonia. Bait Suci kedua, mulai dibangun 537 SM, dan setelah beberapa kali tertunda, selesai pada tahun 516 SM (lih. Ezra 6:13-15). Nabi Hagai, Zakaria, Maleakhi banyak menulis mengenai pertobatan dan pembangunan kembali Bait Suci. Di tahun 168 SM, Anthiokus Epifanes merampok dan menajiskannya dengan mempersembahkan kurban bagi dewa Zeus Olimpias. Tiga tahun kemudian Yudas Makabe membersihkan dan memperbaikinya kembali. Bangunan ini masih berdiri ketika Pompeius mengalahkan Yerusalem pada 63 SM. Ketika Herodes Agung merebut kota itu di 37 SM, sebagian bangunan Bait Suci terbakar.
Herodes Agung mulai merenovasi Bait Suci sekitar tahun 20-19 SM dan melakukan pembangunan kembali. Sebelum pembongkaran dan pembangunan, ia mengumpulkan bahan-bahan yang diperlukan terlebih dahulu, dan melaksanakan pembangunan sedikit demi sedikit agar sesedikit mungkin mengganggu jalannya kebaktian. Pekerjaan dilakukan oleh para imam. Tempat kudusnya selesai dalam waktu satu setengah tahun, tetapi bangunan luar dan serambi selesai sekitar tahun 62 atau 63 M. Ketika para murid Yesus mengatakan bahwa Bait Suci sudah dibangun selama 46 tahun, mereka menyiratkan bahwa pembangunan itu masih terus berlangsung (lih. Yohanes 2:20).
Bangunan terbuat dari marmer puth, sebagian dilapisi emas yang memantulkan sinar matahari dan menimbulkan pemandangan menakjubkan. Pelataran berbentuk empat persegi panjang dengan lebar 178 m dari timur ke barat, dan panjang 185 m dari utara ke selatan. Di sepanjang dinding sebelah dalam pelataran terdapat serambi dengan barisan pilar rangkap dua di sebelah selatannya. Serambi sebelah timur dikenal sebagai serambi Salomo (lih. Yohanes 10:23; Kisah Para Rasul 3:11; 5:12) karena konon bangunan inilah yang tersisa dari Bait Suci yang dibangun Salomo. Ruangan kantor terletak di sepanjang dinding ini atau diantara beranda-beranda. Pelataran luar dikenal dengan pelataran orang kafir, tidak ada larangan memasukinya, dan ada kalanya digunakan sebagai pasar. Melintang di sebelah utara pelataran adalah bangunan utama Bait Suci yang terdiri dari pelataran dalam dan bangunan-bangunannya.

Sisi sebelah timur adalah pelataran wanita dan sebelah barat diperuntukkan bagi kaum pria Israel, terlarang bagi kaum wanita. Di tengah-tengah pelataran pria terdapat pelataran imam, dan ditengah-tengahnya adalah altar kurban bakaran. Pelataran dalam dibangun lebih tinggi daripada pelataran luar. Diantaranya, di tepi pelataran dalam terdapat sebuah jembatan batu bertuliskan larangan masuk bagi kaum kafir dengan ancaman hukuman mati. Dinding ini mempunyai sembilan gerbang, empat di utara, empat di selatan dan satu lagi, yang mungkin disebut Gerbang Indah dalam Kisah Para Rasul 3. Bagian daerah kudus lebih tinggi dari pelataran dalam dan dapat dicapai melalui keduabelas anak tangga. Pembagian tempatnya sama dengan pembagian dalam kemah suci: panjang Tempat Kudus sekitar 18 m, di sebelah timur. Panjang Tempat Mahakudus sekitar 9 m.
Di dalam Tempat Kudus, meja roti persembahan terletak di sisi utaranya, tempat lampu bercabang tujuh di sebelah selatannya, serta altar dupa diantara keduanya. Hanya imam yang diperkenankan memasuki Tempat Kudus. Tempat Mahakudus dibiarkan kosong karena tabut sudah hilang ketika Bait Suci Salomo dihancurkan. Imam Besar masuk ke Tempat Mahakudus setahun sekali pada Hari Pendamaian, untuk menyilih dosa umatnya dengan darah domba. Kedua tempat ini dipisahkan dengan dua lapis tirai tebal, sehingga tidak ada orang yang dapat mengintip ke dalam daerah kudus ini. Di sebelah luar daerah kudus terdapat bangunan berlantai tiga berisi ruangan-ruangan kecil yang dihubungkan dengan tangga, untuk tempat tinggal para imam atau menyimpan barang-barang.
Di dalam pelataran imam, di sebelah timur altar, terdapat sebuah altar kurban bakaran yang besar dengan luas sekitar 1.6 m2 dan tingginya 4.5 m. Di atas latar ini selalu terdapat api dan setiap hari selalu diadakan upacara kurban hewan. Hanya imam yang boleh masuk ke dalam pelataran imam, kecuali mereka yang membawa hewan untuk dikurbankan karena mereka harus meletakkan tangannya di atas kurban itu sebelum disembelih.
Orang Yahudi diijinkan pemerintah Romawi memiliki angkatan kepolisian khusus untuk menjaga keamanan di dalam Bait Allah. Kepala pasukannya disebut strategos atau “kepala pengawal Bait Allah” (lih. Kisah Para Rasul 4:1; 5:24-26). Mungkin kelompok prajurit yang menangkap Yesus adalah suatu pasukan dari kepolisian ini dan bukan tentara Romawi.
Mereka juga ditugasi untuk menangkap dan mengamankan Petrus dan Yohanes ketika mereka ditahan karena berkhotbah, mungkin di dalam Bait Allah. Para pengawal menjaga Bait Allah setiap hari agar yang tidak berkepentingan tidak dapat memasuki daerah terlarang. Pada waktu malam pintu-pintu gerbang ditutup dan dijaga untuk mencegah pencurian.
Bait Allah adalah pusat peribadatan di Yerusalem. Yesus sendiri dan kemudian para rasulnya mengajar dan berkhotbah di dalam pelatarannya. Hingga tahun 56 M masih ada sebagian anggota gereja di Yerusalem yang bernazar di dalam Bait Allah (lih. Kisah Para Rasul 21:23-26) dan yang menjalankan peraturan-peraturan dengan ketat. Pengaruhnya terhadap agama Kristen makin berkurang sejalan dengan makin berkembangnya kekristenan diantara orang bukan Yahudi.
- Sinagoga
Seperti yang telah disebutkan sinagoga mempunyai peranan besar dalam pertumbuhan dan kelestarian Yudaisme. Orang-orang Yahudi diaspora mendirikan sinagoga di setiap kota di seluruh negara Romawi dimana ada cukup orang Yahudi untuk menghadirinya, dan sinagoga bangsa asing tumbuh subur di Yerusalem. Galilea yang pada masa Makabe sebagian besar penduduknya adalah bangsa asing (lih. 1 Makabe 5:21-23) sudah dipenuhi oleh sinagoga pada zaman Kristus. Sinagoga berfungsi sebagai balai sosial dimana penduduk Yahudi di kota yang bersangktuan berkumpul setiap Minggu. Sinagoga adalah media pendidikan untuk mendidik masyarakat dalam hukum agama dan memperkenalkan anak-anak mereka pada kepercayaan nenek moyangnya.
Upacara di sinagoga menggantikan kebaktian – di Bait Allah yang tidak mungkin dilakukan karena jarak yang jauh atau ketiadaan biaya. Dalam sinagoga, telaah hukum Taurat menggantikan upacara kurban, rabi menggantikan imam, dan kepercayaan kelompok diterapkan pada kehidupan perorangan.
Setiap sinagoga dipimpin oleh seorang “kepala rumah ibadat” (lih. Markus 5:22), yang mungkin diangkat dari antara para penatua berdasarkan pemungutan suara. Kepala rumah ibadat ini memimpin kebaktian, menjadi penengah dalam suatu perkara (lih. Lukas 13:14) dan memperkenalkan pengunjung pada jemaat (lih. Kisah Para Rasul 13:15). Penjaga sinagoga harus menjaga harta sinagoga dan bertanggung jawab atas pemeliharaan bangunan beserta isinya.
Salah satu tugasnya adalah pada Jumat sore memberitahukan pada penduduk desa saat dimulainya hari Sabat dan waktu penutupannya. Mungkin dialah pejabat yang disebutkan dalam Lukas 4:20, yang memberikan gulungan Kitab Suci kepada Yesus ketika ia hendak berkhotbah di dalam sinagoga di Nazaret, dan mengembalikannya kembali ke tempatnya setelah Yesus seleai membacanya. Pada umumnya sinagoga mempunyai sebuah almari tempat menyimpan gulungan kitab Taurat, sebuah podium dengan sebuah meja untuk meletakkan Kitab Suci yang akan dibacakan untuk hari itu, lampu untuk menerangi ruangan dan bangku atau kursi tempat duduk jemaat.
Kebaktian sinagoga meliputi pengakuan imam Yahudi atau Shema: “Dengarlah hai orang Israel: Tuhan itu Allah kita, Tuhan itu esa! Kasihilah Tuhan, Allahmu dengan segenap kekuatanmu.” (lih. Ulangan 6:4-5), diikuti dengan kalimat puji-pujian kepada Allah yang sisebut Berakot karena selalu diawali dengan kata “Diberkatilah.” Setelah shema, dilanjutkan dengan pembacaan doa, ditutup dengan kesempatan bagi anggota jemaat untuk mengucapkan doa pribadinya di dalam hati. Pembacaan Kitab Suci yang dilakukan kemudian, pada awalnya diambil dari Kitab Taurat yang bertalian dengan hari-hari kudus tertentu; tetapi kemudian seluruh Pentateukh dibagi-bagi menjadi 154 pelajaran yang harus dibacakan secara berurutan. Orang-orang Yahudi Palestina akan menghabiskan seluruh Pentateukh dalam waktu tiga tahun, sedangkan orang-orang Yahudi Babilonia dalam waktu satu tahun.
Kitab Nabi-nabi juga digunakan, seperti ketika Yesus membacanya di dalam sinagoga (lih. Lukas 4:16-19). Mungkin saat itu Yesus sendirilah yang memilih bacaan-Nya. Menyusul pembacaan Kitab Suci adalah khotbah yang menjelaskan bagian yang baru saja dibacakan, khotbah dalam sinagoga di Yerusalem sangat ketat mengikuti prosedur yang berlaku pada masa itu. Kebaktian diakhiri dengan pemberian berkat, yang diucapkan oleh anggota jemaat yang dianggap imam. Bila tidak ada diantara jemaat yang pantas, sebagai gantinya diucapkan sebuah doa. Pengaruh kebaktian sinagoga pada bentuk dan tata cara beribadah gereja pada abad pertama sangat jelas terlihat. Yesus sendiri menghadiri dan turut mengambil bagian dalam kebaktian sinagoga secara teratur.
Dalam perjalanan kerasulannya, Paulus selalu menjadikan sinagoga Yahudi diaspora sebagai tujuan pertamanya setiap kali ia memasuki suatu kota asing, dan dia mengajar serta bertukar pikiran dengan orang-orang Yahudi dan umat asing yang berkumul untuk mendengarkan dia (lih. Kisah Para Rasul 13:5; 15-43; 14:1; 17:1-3, 10, 17; 18:4, 8; 19:8). Banyaknya kemiripan diantara prosedur upacara di dalam sinagoga dan di dalam gereja pada kenyataannya memang karena Gereja menyerap atau mengikuti prosedur sinagoga hingga batas tertentu. Mungkin sebagian umat Kristen yang pertama tetap menjalankan ibadatnya dalam sinagoga, bahkan mereka masih mengunjungi Bait Allah misalnya pada “waktu sembahyang” (lih. Kisah Para Rasul 3:1). Suatu kemungkinan dari kecenderungan ini tercermin dalam Yakobus 2:1-2 (meskipun kata Yunani synagoge dapat diartikan sebagai pertemuan umat Kristen, seperti dalam Ibrani 10:25, dimana episynagoge pada dasarnya mempunyai arti yang sama).
- Rumah sebagai Tempat Kudus dalam Tradisi Yahudi
-
-
-
- Liturgi Rumah Tangga: Tempat Kudus dalam skala kecil dalam Yudaisme, rumah Yahudi sebagai “Mikdash Me’at” atau “Bait Suci mini” (lih. Talmud Megillah 29a), karena beberapa elemen liturgi dan ritual keagamaan dilaksanakan di rumah:
-
-
-
- Doa harian (Shacharit, Mincha, Ma’ariv) bisa dilaksanakan di rumah jika tidak bisa ke sinagoga,
- Perayaan abta dan hari raya dimulai di rumah termasuk penyalaan lilin, kidush (berkat atas anggur) dan makanan liturgis,
- Shema Israel, doa utama Yahudi, diwajibkan dibacakan dua kali sehari dimanapun, terutama di rumah,
- Pengajaran anak-anak (lih. Ulangan 6:7 – “Ajarkanlah itu kepada anak-anakmu… ketika engkau duduk di rumahmu…”) menjadikan rumah sebagai tempat utama transmisi iman
Dengan demikian rumah bukan sekedar ruang tinggal tetapi juga ruang liturgis dan pedagogis, tempat penyembahan kepada Allah terjadi dalam keseharian.
-
-
-
-
- Setelah kehancuran Bait Allah
-
-
-
Setelah kehancuran Bait Allah (70 M) oleh tentara Romawi, kehidupan religius Yahudi tidak lagi berpusat pada kurban di Bait Allah tetapi bergeser ke sinagoga dan rumah-rumah. Karena sinagogapun dalam beberapa konteks mendapat tekanan atau pembatasan, rumah menjadi tempat perlindungan spiritual.
- Rumah sebagai Tempat Berkumpul Umat Kristiani
Kisah Para Rasul 2:41-47 – “Dengan bertekun dan sehati mereka berkumpul tiap-tiap hari dalam Bait Allah. Mereka memecahkan roti di rumah masing-masing secara bergiliran dan makan bersama-sama dengan gembira dan tulus hati”
Dalam teks ini kita melihat dua hal:
- Mereka masih mengunjugi Bait Allah, sejauh itu mungkin dilakukan (sebelum akhirnya umat Kristiani dikeluarkan dari kompleks itu),
- Namun pusat kehidupan komunitas adalah rumah, tempat mereka:
- Memecahkan roti (ungkapan awal untuk Ekaristi),
- Berdoa dan berbagi hidup dalam kebersamaan,
- Menghidupi iman sebagai komunitas dalam konteks yang personal sebagai Keluarga Umat Allah.
Beberapa dekade setelah Pentakosta, umat Kristiani mulai diusir dari sinagoga oleh komunitas Yahudi yang tidak menerima Yesus sebagai Mesias (lih. Yohanes 9:22; 16:2). Dalam konteks penganiayaan dan eksklusi ini, rumah-rumah menjadi ruang ibadah utama, menggantikan sinagoga dan memperkuat dimensi komunal Gereja. Dalam konteks penganiayaan, penolakan dari sinagoga, dan belum adanya bangunan Gereja formal, rumah adalah satu-satunya tempat yang aman dan tersedia. Namun lebih dari sekedar darurat, praktik ini berkembang menjadi model Gereja kecil (domus ecclesiae) yang menjiwai persekutuan Kristiani. Rumah mencerminkan gara hidup Gereja yang sinodal – berjalan bersama, saling mendengarkan, dan bertanggung jawab bersama atas pertumbuhan iman. Tidak ada dominasi atau pasivitas, melainkan partisipasi semua anggota.
Ekaristi: Merayakan Kasih Allah
”Di dalam Kristus, Gereja merupakan Sakramen, yaitu tanda dan sarana kesatuan mesra dengan Allah dan persatuan seluruh umat manusia.” (LG 1). Gereja merayakan sakramen Ekaristi sebagai unsur pembentuk kehidupan Kristiani.
Struktur Perayaan Ekaristi:
- Pembuka
- Litugi abda
- Liturgi Ekaristi
- Persiapan bahan persembahan
- Doa persiapan
- Doa Syukur Agung: Prefasi, Epiklesis, Kalimat Institusi, Anamnesi, Permohoan
- Bapa Kami
- Komuni
- Penutup
Konteks:
- Hidup jemaat rasuli (lih. Kisah Para Rasul 2:42-45; 4:34-35)
- Mereka berkumpul untuk memecah roti dan berdoa = pengajaran ada di tengah perayaan
- Suasana gembira adalah buah dari keselamatan (lih. Kolose 3:16; Efesus 5:18-20). Banyak lampu dinyalakan dalam Kisah Para Rasul 20:7-12 adalah lambang ”Terang Sejati”; kisah Euthikus = terang keselamatan bersinar dalam gelapnya kematian.
Sumber 1:
Matius 26:26-29 dan Markus 14:22-25
- Ke atas roti, Yesus mengucap BERKAT,
- Ke atas cawan, Yesus mengucap SYUKUR.
Sumber 2:
Lukas 22:14-23 dan 1 Korintus 11:23-25
- Dalam Lukas dan Korintus, baik ke atas roti maupun ke atas cawan, Yesus mengucap SYUKUR,
- Doa ucapan syukur (= eucharistia) merujuk ke gagasan ”todah” dalam tradisi Yahudi.
Struktur Eulogia
- Ibadah dalam struktur eulogia merujuk ke konsep doa pujian Yahudi (= birkat/ berakoth) orang Yahudi, contohnya dalam Matius 11:25; Yohanes 1:41, dan 1 Korintus 14:6,
- Doa pujian oleh orang Yahudi diucapkan si sinagoga pada saat-saat tertentu, contohnya dalam Kisah Para Rasul 2:46; 3:1; 10:9; 16:25.
Contoh doa pujian orang Kristiani: melalui ”mulut” Zakaria yang bersyukur atas kelahiran Yohanes Pembaptis, orang Kristiani memuji Allah yang tampak nyata dalam diri Kristus (lih. Lukas 1:68-79).
Struktur Eucharistia
Ibadah Kristiani menggunakan isitilah teknis ”fractio panis” (= memecahkan roti) dalam Kisah Para Rasul 2:42-46; 20:7-11; 27:35 dan Lukas 24:30-35 yang merujuk ke perayaan Ekaristi sebagai satu rangkaian utuh 1 Korintus 10:16; 11:24 dan Lukas 22:19-20; 24:35, dstnya.
Yesus sebagai Sang ”Anak Domba Paskah” dalam Injil Yohanes:
- Yesus disalibkan saat hari persiapan Paskah Yahudi (lih. Markus 15:33),
- Darah-Nya tercurah saat orang menyembelih domba Paskah (lih. Yohanes 19:31-34),
- Tulangnya tidak dipatahkan (lih. Yohanes 19:33; bdk. Keluaran 12:46).
Isi dari perayaan Ekaristi:
”Lakukanlah ini sebagai ”kenangan” akan Daku” = zikkaron (lih. Kejadian 9:8-17): kemasa-kinian dari peristiwa historis masa lalu ”sampai Tuhan datang” (lih. 1 Korintus 11:26) karena Yesuslah tanda perja