Kengerian Sola Scriptura, makanya di kutuk!!! ‪@JoshuaTewuh18‬, live #48 -04-2025

“Tetapi jika ada (heresi-heresi) yang cukup berani untuk menanam diri mereka sendiri di tengah-tengah zaman para rasul, sehingga mereka seolah-olah diturunkan oleh para rasul, karena mereka sudah ada pada zaman para rasul, maka kita dapat mengatakan: Biarkan mereka membuat catatan asli gereja mereka; biarlah mereka membuka daftar para uskup mereka, secara berturut-turut sejak awal sedemikian rupa sehingga uskup [uskup pertama mereka] dapat menunjukkan kepada penahbis dan pendahulunya salah satu dari para rasul atau orang-orang apostolik, Terlebih lagi, orang yang terus setia bersama para rasul. Sebab inilah cara gereja-gereja apostolik mengirimkan daftar mereka: seperti gereja Smirna, yang mencatat bahwa Polikarpus ditempatkan di dalamnya oleh Yohanes; begitu pula gereja Roma, yang menjadikan Klemens ditahbiskan dengan cara yang sama oleh Petrus.

By Manuel (Tim DKC)

38 menit bacaan

Share: X (Twitter) Facebook LinkedIn Whatsapp Telegram

LIVE DKC [48-2025] SENIN, 28 APRIL 2025 PUKUL 19:00 WIB: KENGERIAN SOLA SCRIOTURA, MAKANYA DI KUTUK!!! @JoshuaTewuh18‬‬‬‬

Merespon Video Joshua Tewuh ”Mengapa Sola Scriptura Diharamkan oleh Katolik?”

Menurut Joshua Tewuh ”Holy Bible is the Foundation of Christianity” ditolak oleh orang Katolik karena bertentangan dengan doktrin otoritas gereja mereka. Beberapa alasan utamanya adalah:

  • Tradisi Suci sebagai Otoritas yang Setara: Gereja Katolik mengajarkan bahwa Alkitab bukan satu-satunya sumber otoritas dalam Iman Kristen. Mereka percaya pada konsep ”Sacra Scriptura et Traditio” (Kitab Suci dan Tradisi). Ini berarti bahwa selain Alkitab, Tradisi Suci (ajaran yang diwariskan secara lisan sejak para rasul) juga memiliki otoritas yang sama dalam menentukan doktrin.
  • Magisterium Gereja sebagai Penafsir yang Sah: Katolik percaya bahwa Magisterium (otoritas mengajar Gereja yang terdiri dari Paus dan para uskup) memiliki otoritas tertinggi dalam menafsirkan Alkitab. Mereka menolak gagasan bahwa setiap individu dapat menafsirkan Alkitab sendiri tanpa bimbingan Gereja.
  • Kritik terhadap Fragmentasi dalam Protestantisme: Menurut Gereja Katolik, Sola Scriptura menyebabkan perpecahan dalam gereja karena memungkinkan penafsiran pribadi terhadap Alkitab. Hal ini dianggap sebagai salah satu penyebab munculnya ribuan denominasi Protestan dengan doktrin yang berbeda-beda.
  • Sejarah Pembentukan Alkitab: Katolik berargumen bahwa tanpa Gereja, Alkitab tidak akan ada dalam bentuknya sekarang. Mereka menekankan bahwa Gereja Katolik yang menetapkan Kanon Alkitab (Konsili Hippo 393 M, Konsili Kartago 397 M), sehingga Gereja lebih dulu ada sebelum Alkitab ditetapkan.
  • Doktrin yang Tidak Secara Eksplisit Ada dalam Alkitab: Katolik mengajarkan beberapa doktrin yang tidak secara eksplisit ada dalam Alkitab tetapi didukung oleh Tradisi, seperti:
  • Maria dikandung tanpa dosa & Perawan selamanya,
  • Api penyucian (Purgatory),
  • Doa kepada orang kudus (Santo & Santa),
  • Doktrin Tritunggal Maha Kudus dengan simbol ritualnya.

Mereka berpendapat bahwa jika Sola Scriptura benar, maka ajaran-ajaran ini tidak bisa dipertahankan, padahal mereka yakin ajaran-ajaran tersebut berasal dari tradisi apostolik yang sah.

Ajaran Para Bapa Gereja

Dasar Biblis: 2 Timotius 3:16 – ”Seluruh Kitab Suci, yang diilhami oleh Tuhan, berguna untuk mengajar, untuk menegur, untuk mengoreksi, untuk mengajar dalam keadilan.”

Ignatius dari Anthiokia (Anagog. Contemp. in Hexem. lib 8 init.) – ”Nyatalah bahwa hal-hal tersebut tidak boleh diselidiki, yang telah Kitab Suci alihkan ke dalam dalam keheningan. Sebab Roh Kudus telah menyalurkan dan mengatur kepada kita segala sesuatu yang bermanfaat bagi kita.”

Athanasius

  • De Decretis, 31 – “…dari tanda-tanda kebenaran lebih tepat seperti yang diambil dari Kitab Suci, dibandingkan dari sumber lain…”
  • Contra Gentiles, 1:1 – ”Kitab Suci dan yang terinspirasi dari dirinya sudah cukup untuk memberitakan kebenaran.”
  • De Incarnatione 56 – “Kitab-kitab [kanonik] ini adalah sumber keselamatan, sehingga siapapun yanghaus dapat terpuaskan dengan sabda-sabda yang terkandung di dalamnya: di dalam kitab-kitab ini saja orang-orang saleh mewartakan Injil; jangan ada seorang pun yang menambah atau menguranginya. Sebab hal itu diucapkan dan ditulis oleh Allah.”

Penafsiran Pribadi

Eksegesis Pribadi terpisah dari Tradisi dan Gereja

“Pengetahuan sejati adalah [yang terkandung dalam] doktrin para rasul, dan konstitusi kuno Gereja di seluruh dunia, dan perwujudan khas Tubuh Kristus menurut suksesi para uskup, yang dengan suksesi itu mereka telah mewariskan Gereja yang ada di mana-mana, dan bahkan telah sampai kepada kita, dijaga dan dipelihara tanpa adanya pemalsuan. Kitab Suci, dengan sistem doktrin yang
sangat lengkap, dan tidak menerima penambahan atau [penderitaan] pembatasan [dalam kebenaran yang
diyakininya]; dan [terdiri dari] membaca [firman Tuhan] tanpa pemalsuan, dan penjelasan yang sah dan tekun selaras dengan Kitab Suci, baik tanpa bahaya maupun penghujatan; dan [di atas segalanya, itu terdiri dari] karunia cinta yang paling utama, yang lebih berharga dari pada pengetahuan, lebih mulia dari pada nubuatan, dan yang melebihi segala karunia [dari Tuhan] lainnya.” (Irenaeus, Against Heresies, 4, 33:8 (inter A.D. 180-199),in ANF, I:508).

“Tetapi jika ada (heresi-heresi) yang cukup berani untuk menanam diri mereka sendiri di tengah-tengah zaman para rasul, sehingga mereka seolah-olah diturunkan oleh para rasul, karena mereka sudah ada pada zaman para rasul, maka kita dapat mengatakan: Biarkan mereka membuat catatan asli gereja mereka; biarlah mereka
membuka daftar para uskup mereka, secara berturut-turut sejak awal sedemikian rupa sehingga uskup [uskup
pertama mereka] dapat menunjukkan kepada penahbis dan pendahulunya salah satu dari para rasul atau orang-orang apostolik, Terlebih lagi, orang yang terus setia bersama para rasul. Sebab inilah cara gereja-gereja apostolik mengirimkan daftar mereka: seperti gereja Smirna, yang mencatat bahwa Polikarpus ditempatkan di dalamnya oleh Yohanes; begitu pula gereja Roma, yang menjadikan Klemens ditahbiskan dengan cara yang sama oleh
Petrus. Dengan cara yang persis sama gereja-gereja lain juga memperlihatkan (beberapa orang yang layak bagi mereka), yang, karena telah diangkat ke jabatan episkopal mereka oleh para rasul, merekaanggap sebagai penyampai benih apostolik. Biarlah para bidah merancang sesuatu yang serupa. Karena setelah
mereka melakukan penistaan, apakah ada yang haram bagi mereka (untuk mencoba)? Namun jika mereka berhasil melakukan rencana tersebut, mereka tidak akan maju selangkah pun. Karena doktrin mereka sendiri, setelah dibandingkan dengan doktrin para rasul, akan menyatakan, melalui keragaman dan kontradiksinya, bahwa pengarangnya tidak mempunyai seorang rasul atau seorang apostolik; sebab, sama seperti para rasul tidak akan pernah mengajarkan hal-hal yang bertentangan, demikian pula para rasul tidak akan menanamkan ajaran yang berbeda dari para rasul, kecuali mereka yang menerima petunjuk dari para rasul pergi dan berkhotbah dengan cara
yang sebaliknya. Maka dari itu, gereja-gereja tersebut akan dimintai buktinya untuk diuji, yang meskipun pendirinya bukan berasal dari para rasul atau orang-orang apostolik (yang sudah lama ada, sebab gereja-gereja sebenarnya didirikan setiap hari), namun, karena mereka sepakat dalam iman yang sama, mereka dianggap tidak kurang
apostolik karena kesamaan doktrin mereka. Maka biarlah semua ajaran sesat, ketika ditantang oleh kedua ujian ini oleh gereja kita yang apostolik, memberikan bukti mereka tentang bagaimana mereka menganggap diri mereka apostolik. Namun sebenarnya mereka tidak demikian, dan mereka juga tidak mampu membuktikan diri mereka sebenarnya. Mereka juga tidak diperbolehkan masuk ke dalam hubungan damai dan persekutuan oleh gereja-gereja yang mempunyai hubungan dengan para rasul, karena mereka sama sekali bukan rapostolik karena perbedaan mereka dalam hal misteri iman.” (Tertullian, On Prescription against the Heretics, 32 (c.A.D. 200), in ANF, III:258).

“Sebab mereka adalah orang-orang malas yang, karena mempunyai kekuasaan untuk memberikan bukti-bukti yang tepat mengenai tulisan-tulisan ilahi dari Kitab Suci itu sendiri, hanya memilih apa yang menambah kesenangan mereka sendiri. Dan mereka yang mendambakan kemuliaan adalah mereka yang secara
sukarela menghindari, melalui argumen-argumen yang beragam, hal-hal yang disampaikan oleh para rasul dan guru yang terberkati, yang dipadukan dengan kata-kata yang diilhami; menentang tradisi ilahi dengan ajaran manusia, untuk menegakkan ajaran sesat.” (Clement of Alexandria, Stromata, 7:16 (post A.D. 202), in ANF, II:553-554).

“Ketika para bidah menunjukkan kepada kita Kitab Suci yang kanonik, yang diyakini dan dipercayai oleh setiap orang Kristen, mereka tampaknya mengatakan: ‘Lihat, dia ada di ruang-ruang dalam [yaitu, firman kebenaran]’ (lih. Matius 24.6). Tapi kita harus tidak memercayainya, atau meninggalkan tradisi asli Gereja, atau memercayai hal lain selain yang telah diajarkan kepada kita melalui suksesi dalam Gereja Tuhan.” (Origen, Homilies on Matthew, Homily 46, PG 13:1667 (ante A.D. 254), in CON, 392).

“Sebab metode kesalehan terdiri dari dua hal ini, doktrin yang saleh dan amalan yang bajik: dan doktrin-doktrin tersebut tidak dapat diterima oleh Allah tanpa adanya perbuatan baik, dan Allah juga tidak menerima perbuatan yang tidak disempurnakan dengan doktrin yang saleh. Apa untungnya mengetahui dengan baik doktrin-doktrin tentang Tuhan, namun tetap menjadi pelaku percabulan yang keji? Lagi pula, apa gunanya menjadi orang yang bertarak mulia, dan menjadi penghujat yang tidak beriman? Oleh karena itu, harta yang paling berharga
adalah pengetahuan tentang doktrin: juga diperlukan jiwa yang terjaga, karena banyak orang yang merusak melalui
filsafat dan tipu daya yang sia-sia. Orang-orang Yunani di satu pihak memikat manusia dengan lidahnya yang halus, karena madu menetes dari bibir seorang pelacur: sedangkan mereka yang bersunat menipu orang-orang yang datang kepada mereka dengan menggunakan kitab-kitab Ilahi, yang mereka salah tafsirkan dengan
cara yang salah ketika mempelajarinya dari masa kanak-kanak hingga segala usia, dan menjadi tua dalam ketidaktahuan. Tetapi anak-anak bidah, dengan kata-kata mereka yang baik dan lidah mereka yang halus, menipu hati orang-orang yang tidak bersalah, menyamar dengan nama Kristus seolah-olah dengan madu, anak panah
beracun dari doktrin-doktrin mereka yang tidak beriman: tentang mereka semua, Tuhan berfirman, Waspadalah, jangan sampai ada orang yang menyesatkan kamu. Inilah alasan pengajaran Pengakuan Iman dan penjelasannya.” (Cyril of Jerusalem, Catechetical Lectures, 4:2 (A.D. 350), in NPNF2, VII:19).

“Dan, hai bidaah celaka! Kamu mengarahkan senjata yang diberikan kepada Gereja untuk melawan Sinagoga,
melawan kepercayaan terhadap khotbah Gereja, dan menyimpang dari keselamatan bersama dari semua arti yang benar dari doktrin yang menyelamatkan.” (Hilary of Poitiers, On the Trinity, 12:36 (inter A.D. 356-359), in NPNF2, IX:227).

“Tetapi karena mereka menuduh orakel-orakel ilahi dan memaksakan inerpretasi yang salah atasnya, menurut pengertian pribadi mereka, maka penting untuk menghadapi mereka hanya untuk membenarkan ayat-ayat ini, dan untuk menunjukkan bahwa ayat-ayat tersebut mengandung pengertian yang ortodoks, dan bahwa lawan-lawan kita sedang melakukan kesalahan.” (Athanasius, Discourse Against the Arians, I:37 (A.D. 362), in NPNF2, IV:327-328).

“Menolak untuk mengikuti para Bapa, tidak berpegang pada pernyataan mereka yang lebih berwenang daripada
pendapatnya sendiri, adalah perilaku yang patut disalahkan, karena penuh dengan kepentingan diri sendiri.” (Basil, Epistle to the Canonicae, 52:1 (A.D. 370), in NPNF2, VIII:155).

“Sementara (aliran-aliran) saling membantah dan menyalahkan satu sama lain, hal ini benar-benar terjadi pada
Gideon; yaitu, ketika mereka bertarung satu sama lain, dan mengalami luka yang mereka timbulkan, mereka memahkotai Gideon. Semua bidah mengakui bahwa ada Kitab Suci yang benar. Seandainya mereka semua salah percaya bahwa tidak ada satupun yang ada, mungkin ada yang akan menjawab bahwa Kitab Suci seperti itu tidak mereka ketahui. Namun kini hal tersebut telah menghilangkan kekuatan dalih tersebut, dari fakta bahwa mereka
telah merusak Kitab Suci. Karena mereka telah merusak salinan-salinan suci; dan kata-kata yang seharusnya mempunyai satu penafsiran, mereka telah bergulat dengan makna yang aneh. Sementara itu, ketika salah satu dari mereka mencoba melakukan hal ini, dan memotong salah satu anggota tubuhnya sendiri, yang lain meminta dan menuntut kembali anggota tubuh yang terputus itu…. Gerejalah yang disempurnakan dengan kebenaran yang
sempurna. Gereja orang percaya itu hebat, dan dadanya paling luas; ini mencakup kepenuhan (atau, keseluruhan) kedua Perjanjian.” (Ephraem, Adv. Haeres. (ante A.D. 373), in FOC, I:377-378).

“Siapa yang tidak mengetahui bahwa apa yang membedakan Gereja dari ajaran sesat adalah istilah ‘hasil ciptaan’ yang diterapkan pada Putra? Oleh karena itu, perbedaan doktrinal diakui secara universal, tindakan masuk akal apa yang harus diambil seseorang yang berupaya menunjukkan bahwa pendapatnya lebih benar daripada pendapat kita?” (Gregory of Nyssa, Against Eunomius, 4:6 (inter A.D. 380-384), in NPNF2, V:162).

“Sebab ajaran-ajaran sesat dan ajaran yang menentang tertentu, yang menjerat jiwa-jiwa dan melemparkan mereka ke tempat yang dalam, tidak akan muncul kecuali jika kitab-kitab suci yang baik tidak dipahami dengan benar, dan ketika hal-hal yang tidak dipahami secara benar di dalamnya ditegaskan secara terbaru-buru dan berani. Oleh karena itu, saudara-saudaraku yang terkasih, hendaknya kita dengan sangat hati-hati mendengarkan
hal-hal itu untuk memahami bahwa kita hanyalah anak-anak kecil, dan itu, juga, dengan hati yang saleh dan dengan gemetar, seperti ada tertulis, memegang aturan sehat ini, agar kita bersuka cita seperti menikmati makanan yang mampu kita pahami, sesuai dengan iman yang kita miliki.” (Augustine, On the Gospel of John, Homily XVIII:1 (A.D. 416 et 417), NPNFI, VII:117).

“Jika kamu menghasilkan sesuatu dari kitab suci yang kita semua miliki bersama, kita harus mendengarkannya. Tetapi katakata yang tidak ditemukan dalam Kitab Suci, dalam keadaan apa pun, tidak dapat diterima oleh kita, terutama karena Tuhan memperingatkan kita, dengan mengatakan, Sia-sia mereka menyembah Aku, [tetapi] mengajarkan perintah dan ajaran manusia (lih. Matius 5:19).” (Maximinus (Arch-Arian Heretic), Debate with Maximinus,1 (c.A.D. 428), in AAOH, 188).

”Oleh karena itu, seperti yang saya katakan di atas, jika kamu pernah menjadi pengikut dan pendukung Sabellianisme atau Arianisme atau ajaran sesat apapun yang kamu inginkan, kamu dapat berlindung di bawah teladan orang tuamu, ajaran gurumu, pergaulan dengan orang-orang di sekitarmu, keyakinan- keyakinanmu. Aku bertanya, hai kamu yang sesat, tidak ada yang tidak adil dan tidak ada yang sulit. Karena kamu dibesarkan dalam iman Katolik, lakukanlah apa yang biasa kamu lakukan jika kamu menganut keyakinan yang salah. Pegang teguhlah ajaran orang tuamu. Pegang teguh iman Gereja: berpegang teguh pada kebenaran Pengakuan Iman:
berpegang teguh pada keselamatan baptisan.” (Cassian, John, Incarnation of the Lord, 6:5 (c.A.D. 429/430), in NPNF2, XI:593-594).

“Maka Saya sudah sering bertanya dengan sungguh-sungguh dan penuh perhatian kepada banyak orang yang terkemuka dalam hal kesucian dan pembelajaran, bagaimana dan dengan aturan universal apa yang pasti dan bisa dikatakan saya dapat membedakan kebenaran iman Katolik dari kepalsuan ajaran sesat; dan saya selalu, dan hampir di setiap kejadian, menerima jawaban mengenai hal ini: Bahwa apakah saya atau orang lain ingin
mendeteksi penipuan dan menghindari jerat para bidat yang sedang marak, dan untuk terus sehat dan utuh dalam iman Katolik, kita harus, dengan bantuan Tuhan, membentengi keyakinan kita dalam dua cara; pertama, berdasarkan otoritas Hukum Ilahi, dan kemudian, berdasarkan Tradisi Gereja Katolik.” (Vincent of Lerins, Commonitory, 2:4 (c.A.D. 434), in NPNF2, XI:132).1

Menafsirkan Kitab Suci

Gereja Katolik memperlakukan Kitab Suci sebagaimana Yesus memperlakukan Kitab Suci. Gereja tahu bahwa banyak kebenaran dalam Alkitab yang tersembunyi dan tidak mudah atau secara otomatis dapat dipahami oleh semua orang. Yesus sendiri harus membuka kebenaran kitab suci bagi para pengikutnya sebelum mereka dapat memahami banyak bagian yang berkaitan dengan kehidupan-Nya – bahkan setelah sebagian besar dari kebenaran itu digenapi. Alkitab sebenarnya adalah sekumpulan buku yang sangat kompleks, ditulis dalam kurun waktu ratusan tahun, oleh orang-orang dengan latar belakang budaya yang sangat berbeda, bahasa yang berbeda, dan pandangan dunia yang berbeda. Tentu saja, Roh Kudus mengilhami setiap penulis Alkitab. Tetapi itu tidak berarti bahwa kepribadian atau pengetahuan masing-masing diliputi oleh Allah atau bahwa individu tersebut tidak ada lagi ketika ia menulis. Untuk memastikan makna dari begitu banyak hal yang ditemukan dalam Alkitab, kita harus berusaha untuk memahami asumsi, perspektif, bahasa, dan kebiasaan para penulisnya. Hanya dengan demikian kita dapat mulai memahami kedalaman kitab-kitab yang kita kenal sebagai Alkitab. Itulah sebabnya mengapa doktrin Protestan tentang ”sola scriptura” – yang mana pun dari beberapa cara yang berbeda untuk mendefinisikannya – hampir tidak meyakinkan. Mencapai pemahaman yang jelas tentang kitab suci pada kenyataannya merupakan tantangan yang sangat menakutkan, yang sama sekali tidak dapat diatasi oleh semua orang kecuali oleh para sarjana yang paling terpelajar dalam bidang kitab suci, bahasa-bahasa kuno, serta sejarah dan budaya Yahudi.

Lukas 24:13-35 – Yesus harus mengajarkan kepada murid-murid-Nya arti dari kitab suci sebelum mereka dapat memahaminya. ”Kitab Suci saja” tidak cukup bagi mereka untuk memahami kebenaran: “Kemudian mulai dari Musa dan semua nabi, Ia menafsirkan kepada mereka apa yang disebut-Nya dalam seluruh Kitab Suci.” Meskipun mereka memiliki akses terhadap kitab suci, para murid membutuhkan penafsiran yang otoritatif atas apa yang telah mereka baca berkali-kali sebelum mereka dapat memahaminya. Apakah kita begitu berbeda sehingga kita percaya bahwa kita dapat mencapai pemahaman yang utuh dan lengkap tentang ayat-ayat yang sulit ini dengan usaha kita sendiri?

Kisah Para Rasul 17:10-12 – “Orang-orang Yahudi itu lebih berpikiran sehat dari pada orang-orang yang di Tesalonika, karena mereka menerima firman itu dengan segala kerelaan hati dan setiap hari mereka menguji Kitab Suci untuk mengetahui, apakah semuanya itu benar.” Ayat-ayat tentang orang-orang Beroe ini sering kali menjadi teks utama yang digunakan untuk mendukung “sola scriptura”. Namun, ayat ini sebenarnya mendukung otoritas ganda dari Tradisi Suci dan Kitab Suci, karena tidak ada satu pun ayat ini yang menunjukkan bahwa orang-orang Beroe, tanpa kehadiran Santo Paulus dan tanpa bantuan ajaran lisannya yang berotoritas dan apostolik, dapat menyimpulkan bahwa Yesus dari Nazaret adalah Mesias. Tentu saja, mereka tidak akan pernah bisa. Mereka mencari di dalam Kitab Suci untuk melihat apakah apa yang dikatakan oleh Santo Paulus bertentangan dengan apa yang dikatakan oleh Paulus di sana - dan ternyata tidak. Tetapi tidak mungkin mereka - atau Nikodemus, atau siapa pun - dapat sampai pada kesimpulan bahwa Yesus adalah Mesias hanya dengan menggunakan ”kitab suci saja.” Paulus, membutuhkan bantuan wahyu ilahi secara langsung - dilemparkan ke tanah, dibuat buta dan mendengar suara Yesus - sebelum ia dapat memahami kebenaran. Paulus mengatakan bahwa ia dididik secara menyeluruh dalam Kitab Suci (lih. Filipi 3:5), kita tahu bahwa ”Kitab Suci saja” tidak cukup untuk menuntunnya kepada fakta sederhana bahwa Yesus adalah Mesias. Roh Kudus juga tidak memberikan pencerahan kepadanya mengenai hal ini ketika ia duduk dan membaca kitab suci, seperti yang sering ia lakukan sebagai seorang Farisi.

Efesus 3:8 – “Kepadaku, yang paling hina di antara segala orang kudus, telah dianugerahkan kasih karunia ini, yaitu untuk memberitakan kepada bangsa-bangsa lain kekayaan Kristus yang tak terselami, dan untuk menyatakan kepada mereka apa yang terselubung dalam rahasia yang tersembunyi sejak zaman purbakala, yaitu Allah, yang telah menciptakan segala sesuatu.” Inilah yg dilakukan Paulus kepada orang-orang Beroe (lih. Kisah Para Rasul 17:10-12); mereka membutuhkan Paulus untuk mengajar mereka sebelum mereka memahami kebenaran yg tersembunyi dalam Kitab Suci. Roh Kudus tidak secara langsung menerangi setiap individu. (Lihat ayat di atas).

1 Korintus 2:7-8 – Kebenaran Allah tidak dapat langsung dipahami oleh semua orang; kita membutuhkan guru seperti Paulus untuk membukanya: “… kami memberitakan hikmat Allah, yang tersembunyi dan misterius, yang telah ditentukan Allah sebelum zaman purbakala untuk kemuliaan kita, dan yang tidak diketahui oleh para pembesar dunia ini…”

1 Korintus 2:12-13 – “Kami tidak menerima roh dunia, tetapi Roh yang berasal dari Allah, supaya kami dapat mengerti apa yang dikaruniakan Allah kepada kami.” Membedakan kebenaran - baik di dalam kitab suci atau di tempat lain - tidaklah mudah atau otomatis. Kita tidak memiliki jaminan dari Allah bahwa Dia akan secara spontan memberikan setiap individu wawasan tentang kebenaran Alkitab.

Bilangan 11:27-29 – “… ketika seorang muda segera memberitahukan kepada Musa: ‘Eldad dan Medad bernubuat di dalam perkemahan,’ berkatalah Yosua bin Nun, yang sejak mudanya menjadi pembantu Musa: ‘Musa, tuanku, hentikanlah mereka. Tetapi Musa menjawab: ‘Apakah engkau cemburu karena aku? Sekiranya semua umat TUHAN adalah nabi! Seandainya TUHAN mengaruniakan roh-Nya kepada mereka semua!” Namun, terlepas dari keinginan Musa, Tuhan tidak mengaruniakan Roh-Nya kepada mereka semua, dan mereka semua bukanlah nabi. Jika memang benar, Musa tidak perlu mengatakan hal ini. Namun, ini adalah dasar dari doktrin yang salah, yaitu ‘sola scriptura’, yang menyatakan bahwa Roh Kudus secara otomatis akan menuntun semua orang beriman kepada kebenaran Kitab Suci, atau dengan kata lain, Ia akan mengubah semua orang menjadi nabi.

Ibrani 9:23-28 – “Sebab itu, bukan hanya salinan-salinan benda-benda sorgawi saja yang harus disucikan dengan upacara-upacara ini, tetapi benda-benda sorgawi itu sendiri harus disucikan dengan persembahan-persembahan yang lebih baik dari pada upacara-upacara ini. Sebab Kristus tidak masuk ke dalam tempat kudus yang dibuat oleh tangan manusia, yang merupakan tiruan dari yang asli, tetapi ke dalam surga itu sendiri, supaya Ia dapat menghadap Allah mewakili kita.” Tipologi secara khusus dirujuk di sini.

Ibrani 10:1 – “Karena hukum Taurat hanya merupakan bayangan dari hal-hal yang baik yang akan datang, dan tidak menggambarkannya…” Gereja Katolik memandang Kitab Suci - Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru - sebagai satu kesatuan yang tak terpisahkan. Tokoh-tokoh, lembaga-lembaga dan praktik-praktik dalam Perjanjian Lama mengawali dan menerangi Perjanjian Baru. Kebenaran menenun kitab suci bersama-sama hingga menjadi permadani yang tak terbatas. Ia tidak terkotak-kotak.

1 Petrus 3:20-21 – Referensi lain tentang tipologi: “… Allah dengan sabar menunggu pada zaman Nuh ketika membangun bahtera, di mana beberapa orang, seluruhnya delapan orang, diselamatkan melalui air. Baptisan yg telah ditetapkan ini, yg menyelamatkan Anda sekarang”. Santo Petrus mengilustrasikan bagaimana Kitab Suci adalah sebuah karya yang terpadu dan terjalin erat. Gagal memahami fakta ini berarti gagal memahami kedalaman firman Allah yang tertulis.

Yohanes 3:14-15 – ”Dan sama seperti Musa meninggikan ular di padang gurun, demikian juga Anak Manusia harus ditinggikan, supaya setiap orang yg percaya kepada-Nya beroleh hidup yg kekal. Yesus sendiri menggunakan tipologi utk mengajarkan kpd kita makna dari kitab suci. Di sini Dia menyatakan bahwa Dia adalah penggenapan dari ular tembaga yang dipegang oleh Musa pada sebuah tiang dan yang menyelamatkan bangsa Israel dari gigitan ular. Ular tembaga itu adalah ”tipo”, atau pendahulu, dan Yesus adalah penggenapannya.

Kisah Para Rasul 8:30-31 – Roh Kudus tidak memberikan hikmat atau pengetahuan tentang Kitab Suci kepada seseorang hanya dengan mengambil sebuah buku. Kita membutuhkan seorang guru yang berotoritas untuk menolong kita memahami kebenarannya: “Filipus berlari mendekat dan mendengar dia membaca kitab nabi Yesaya, lalu berkata : “Mengertikah engkau, apa yang kaubaca itu”? Jawabnya : “Bagaimana aku dapat mengerti, kalau tidak ada orang yang mengajar aku?”

Otoritas Tertinggi Kita, Bukan ”Kitab Suci Saja”

Doktrin Protestan tentang ‘sola scriptura’ sama sekali bukan tentang kitab suci. Doktrin ini adalah tentang klaim bahwa setiap orang yang mengambil sebuah Alkitab akan dituntun kepada kebenaran oleh inspirasi Roh Kudus. Singkatnya, ini adalah klaim infalibilitas - bukan untuk satu orang yang setia dan terpelajar yang duduk di Roma (Paus), yang telah diurapi oleh otoritas yang diberikan Kristus kepada para rasul-Nya (Uskup), tetapi untuk jutaan orang tanpa memandang pendidikan, kepekaan, pengetahuan mereka tentang orang-orang yg menulis Alkitab atau bentuk-bentuk literatur yang ada di dalamnya, kehidupan doa atau kerohanian mereka - atau bahkan sifat dari niat mereka. Ini adalah doktrin yang sangat berbahaya, karena membuat orang-orang Kristen yang baik dan setia menjadi rentan terhadap para pemimpin yang tidak bermoral dan tidak bertanggung jawab. Dalam kata-kata penulis Robert Sungenis, “Orang-orang yang keliru akan selalu menghasilkan penafsiran yang keliru terhadap Alkitab. “Tuhan dan Juruselamat kita terlalu mengasihi kawanan domba-Nya untuk membiarkan kita berada di bawah pengaruh berbahaya” nabi-nabi palsu yang datang kepadamu dengan menyamar seperti domba, tetapi sesungguhnya mereka adalah serigala yg buas.” (Itulah sebabnya Ia mendirikan Gereja-Nya, mengarahkan Petrus utuk menggembalakan domba-dombanya (lih. Yohanes 21:16), dan berjanji untuk mengirimkan Roh-Nya utk menuntun para pemimpinnya ke dalam seluruh kebenaran (lih. Yohanes 16:13).

2 Tesalonika 2:15 – “… Saudara-saudara, berdirilah teguh dan berpeganglah pada tradisi yg telah diajarkan kepadamu, baik dengan lisan, maupun dengan surat kami.” Paulus sangat jelas ketika ia menjunjung tinggi tradisi dan pengajaran lisan dan memerintahkan umat beriman untuk melestarikannya. Jika ”sola scriptura” adalah benar, maka ia akan diminta utuk mendorong para pembacanya untuk berpegang teguh pada Kitab Suci dan meninggalkan segala sesuatu yang lain. Tentu saja, tidak ada satu pun Rasul atau Bapa Gereja yang pernah membuat pernyataan seperti itu. Dengan demikian, prinsip ‘sola scriptura’ adalah meniadakan dirinya sendiri. Prinsip ini menyatakan: “Hanya Kitab Suci yang menjadi otoritas tertinggi dalam setiap prinsip iman, kecuali prinsip yang satu ini, yang tidak ditemukan - atau bahkan diisyaratkan - di mana pun di dalam Kitab Suci.”

2 Tesalonika 3:6 – “Kami menasihatkan kamu, saudara-saudara, dalam nama Tuhan Yesus Kristus, supaya kamu menjauhi saudara-saudara yang hidup tidak tertib dan tdk menurut ajaran yg telah kamu terima dari kami.” Sekali lagi, Santo Paulus mengharapkan para pengikutnya untuk mengakui otoritas tradisi lisan, bukan hanya surat-suratnya. Faktanya, dlm setiap kesempatan, surat-suratnya ditulis utk mendukung ajaran-ajaran yang telah disampaikannya secara lisan.

1 Korintus 11:2 – “Aku memuji kamu, karena kamu mengingat aku dalam segala hal dan berpegang teguh pada tradisi, sama seperti aku telah mewariskannya kepadamu.” Tradisi apostolik tampaknya layak untuk dilestarikan, setidaknya menurut Santo Paulus.

Matius 23:1 – Dalam satu perikop ini, Yesus sendiri mengakui otoritas hirarki Gereja dan tradisi lisan: “… Yesus berkata kepada orang banyak dan kepada murid-murid-Nya : ”Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi telah duduk di atas kursi Musa. Karena itu, lakukanlah dan turutilah segala sesuatu yang mereka perintahkan kepadamu, tetapi janganlah kamu meniru mereka.” Kejujuran orang-orang Farisi bukanlah dasar dari otoritas mereka, karena dengan hati yang keras, mereka hampir tidak layak untuk diteladani. Sebaliknya, otoritas mereka berasal dari posisi mereka sebagai pemimpin masyarakat. Perhatikan juga penggunaan frasa “kursi Musa” oleh Yesus. Kata-kata ini tidak ditemukan dalam Perjanjian Lama, jadi Yesus sendiri mengikuti tradisi lisan orang Yahudi dalam merumuskan ajaran ini. Jelaslah bahwa ”sola scriptura” tidak ditemukan dalam Alkitab, baik dalam kata maupun praktik. Kita harus menyimpulkan bahwa ini adalah salah satu tradisi manusia yang diperingatkan oleh Santo Paulus dalam Kolose 2:8.

Kisah Para Rasul 8:30-31 – Kitab Suci sendiri memberi tahu kita bahwa Kitab Suci sebenarnya tidak mengungkapkan dirinya sendiri. Roh Kudus tidak menanamkan hikmat atau pengetahuan tentang Kitab Suci kepada seseorang hanya dengan mengambil sebuah buku : “Filipus berlari mendekat dan mendengar dia membaca kitab nabi Yesaya, lalu berkata: “Mengertikah engkau apa yg kaubaca itu?” Jawabnya: “Bagaimana aku dpt mengerti, kalau tidak ada orang yang mengajar aku?”

Efesus 3:10 – Paulus memberi tahu kita bahwa Gereja – bukan kitab suci - yang memberi petunjuk kepada para malaikat: “… supaya hikmat Allah yang beraneka ragam itu sekarang ini diberitahukan kepada pemerintah-pemerintah dan penguasa-penguasa di surga”.

2 Timotius 3:16-17 – Ini adalah ayat yang paling sering dikutip oleh mereka (Protestan) yang berusaha menegakkan doktrin “sola scriptura”: “Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran, sehingga setiap orang yang berkepentingan dapat diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik.” Namun, di sini Paulus tidak mengatakan apa pun tentang Kitab Suci sebagai sumber otoritas rohani, dan ia juga tidak membandingkan Kitab Suci dengan sumber otoritas rohani lainnya. Ia hanya mengatakan bahwa Kitab Suci sangat membantu dalam mempersiapkan orang-orang percaya untuk hidup dalam roh – yang tentu saja tidak perlu diperdebatkan lagi.

Yakobus 1:4 – “Dan hendaklah kamu bertekun dalam ketekunan, supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tidak kekurangan sesuatu apapun”. Membantah - atau, lebih tepatnya, menyeimbangkan – 2 Timotius 3:16-17 (tepat di atas), yang biasanya dikutip sebagai bukti utama dari “sola scriptura”. Apakah kitab suci membuat kita lengkap dan tidak kekurangan suatu apapun, atau apakah ketekunan? Jelas, kita tidak dapat menafsirkan ayat-ayat ini secara harfiah, karena ayat-ayat ini akan saling bertentangan.

1 Korintus 2:12-13 – Selain tulisan-tulisannya, ucapan Santo Paulus juga diilhami oleh Roh Kudus ketika ia berbicara: “Kami tidak menerima roh dunia, tetapi Roh yang berasal dari Allah, supaya kami dapat mengerti apa yang dikaruniakan Allah kepada kami. Dan kami berbicara tentang hal-hal itu bukan dengan perkataan yang diajarkan oleh hikmat manusia, tetapi dengan perkataan yang diajarkan oleh Roh, yang menggambarkan realitas-realitas rohani dalam istilah-istilah rohani.” Tentu saja ”sola scriptura” mengharuskan kita untuk mengabaikan segala sesuatu kecuali bentuk tertulis dari wahyu. Jika Gereja Korintus yang dituju oleh Paulus telah menganut ‘sola scriptura’, mereka akan mengabaikan khotbahnya dan hanya memperhatikan surat-suratnya. Ini jelas merupakan pendekatan yang tidak masuk akal untuk mereka lakukan. Namun, inilah posisi yg diharapkan oleh para penganut ‘sola scriptura’ untuk kita pegang saat ini.

Kisah Para Rasul 17:11 – “Orang-orang Yahudi itu lebih berpikiran sehat dari pada orang-orang yang di Tesalonika, karena mereka menerima firman itu dengan segala kerelaan hati dan setiap hari mereka menguji Kitab Suci untuk mengetahui, apakah semuanya itu benar”. Ini mungkin merupakan teks bukti utama yang digunakan untuk mendukung ‘sola scriptura’. Namun, ayat ini sebenarnya mendukung otoritas ganda dari Tradisi Suci dan Kitab Suci, karena tidak ada satu pun ayat yang menyatakan bahwa orang-orang ini, yaitu orang-orang Beroe, dapat menyimpulkan bahwa Yesus dari Nazaret adalah Mesias tanpa pengajaran lisan dari Santo Paulus. Tentu saja, mereka tidak mungkin melakukannya. Jika dipikir-pikir, ada satu kelompok dalam Perjanjian Baru yang benar-benar berpegang teguh pada ”kitab suci saja” dan menolak untuk mempercayai kesaksian lisan bahkan dari Yesus sendiri, yaitu orang-orang Farisi. Mereka adalah orang-orang yang berusaha melawan pengaruh Yesus dengan ayat demi ayat kitab suci. Namun, kebenaran tidak datang kepada mereka hanya melalui ”kitab suci saja”.

Efesus 3:8 – “Kepadaku, yang paling hina di antara segala orang kudus, telah dianugerahkan kasih karunia ini, yaitu untuk memberitakan kepada bangsa-bangsa lain kekayaan Kristus yang tak terselami, dan untuk menyatakan kepada mereka apa yang terselubung dalam rahasia yang tersembunyi sejak zaman purbakala, yaitu Allah, yang telah menciptakan segala sesuatu”. Inilah yang dilakukan oleh Santo Paulus kepada umat di Berea (lih. Kisah Para Rasul 17:10-12); mereka membutuhkan Paulus untuk mengajar mereka sebelum mereka memahami kebenaran yg tersembunyi dalam Kitab Suci. Roh Kudus tidak secara langsung mencerahkan setiap individu. (Lihat ayat di atas).

2 Petrus 1:20 – “Pertama-tama ketahuilah, bahwa tidak ada nubuat dalam Kitab Suci yang dapat ditafsirkan secara pribadi…” Penafsiran pribadi dapat menyesatkan kita. Kita tidak memiliki otoritas untuk membuat penafsiran definitif atas kitab suci sendiri. Dan perhatikanlah pentingnya hal yang ditekankan oleh Santo Petrus pada kebenaran ini - “Ketahuilah hal ini terlebih dahulu”.

2 Petrus 3:16 – “…ada beberapa hal yang sulit dipahami yang diputarbalikkan oleh orang-orang bodoh dan tidak stabil hingga kehancuran mereka sendiri, sama seperti yang mereka lakukan pada kitab suci lainnya.” Alkitab mungkin disalahartikan, disengaja atau tidak. Tuhan tidak memberi kita jaminan bahwa pemahaman kita terhadap Kitab Suci akan bebas dari kesalahan. Dan tanpa suara yang berwenang untuk menafsirkan kitab suci, suara yang dibimbing oleh Roh Kudus, perselisihan akan merajalela. Hal inilah yang kita lihat pada puluhan ribu denominasi Protestan yang ada di Amerika saat ini. Meskipun mereka semua sepakat bahwa kitab suci adalah otoritas tertinggi mereka, tidak ada dua denominasi yang dapat sepakat mengenai apa yang sebenarnya dikatakan oleh kitab suci. Kondisi tragis ini – yang dapat mengakibatkan hilangnya iman ketika perselisihan doktrinal muncul, pemimpin dan ajaran berubah.

Galatia 1:8 –”Tetapi sekalipun kami atau seorang malaikat dari surga memberitakan kepadamu injil yang berbeda dari injil yang telah kami beritakan kepadamu, terkutuklah injil itu!” Perhatikan bahwa St. Paulus merujuk pada kebenaran Injil yang ‘diberitakan’ kepada umat beriman, bukan ”tertulis”. Ia tidak pernah memerintahkan orang-orang percaya untuk berpegang pada Injil dalam bentuk tertulis.

Yohanes 5: 39-40 – Jika “sola scriptura” benar, Roh Kudus akan mengilhami para pemimpin bait suci untuk melihat kepenuhan kebenaran melalui kitab suci yang mereka selidiki dengan cermat. Sebaliknya, Yesus mengecam mereka karena mereka hanya mengandalkan Kitab Suci: “‘Kamu menyelidiki Kitab Suci karena kamu mengira bahwa melalui Kitab Suci kamu mempunyai hidup yang kekal; bahkan Kitab Suci itu memberi kesaksian atas nama Aku. Tetapi kamu tidak mau datang kepadaku untuk memperoleh hidup.” Kita tahu bahwa tulisan suci bersaksi atas nama Yesus. Namun orang-orang Farisi, yang mengandalkan ”kitab suci saja”, tidak dapat memahami kebenaran tersebut. Bahkan para pengikut Yesus sendiri pun tidak dapat melakukannya (lih. Lukas 24:13-35). Mereka membutuhkan Yesus untuk membukakan kebenaran tulisan suci bagi mereka.

Yohanes 16:12-13 – Yesus memberi tahu kita bahwa dia tidak mampu mengungkapkan “seluruh kebenaran” selama dia berada di bumi. Dia mengatakan dia akan mengirimkan Roh Kudus yang akan datang; ini adalah pernyataan yang jelas mengenai pengajaran yang diilhami dan pendalaman pemahaman kita tentang iman: “‘Ada banyak lagi yang ingin Kukatakan kepadamu, tetapi kamu tidak sanggup menanggungnya sekarang. Tetapi ketika Dia datang, yaitu Roh Kebenaran, Dia akan membimbing kamu untuk semua kebenaran.”

Efesus 3:3 – “…misteri itu diberitahukan kepadaku melalui wahyu, seperti yang telah aku tulis secara singkat sebelumnya”. Santo Paulus secara khusus menyatakan bahwa ia tidak sepenuhnya menyampaikan keseluruhan wahyu melalui tulisannya. Dia juga menyampaikannya secara lisan. Ia bermaksud agar tulisannya mendukung dan memperkuat khotbahnya, bukan utuk berdiri sendiri. Perhatikan juga bahwa St. Paulus tidak beriman kepada Kristus Yesus melalui ”kitab suci saja”, tetapi melalui wahyu. Memang benar, kita tidak pernah melihat satu orang pun yang bertobat melalui membaca kitab suci, dan kita juga tidak melihat satu pun contoh orang suci yg menggunakan kitab suci sebagai otoritas tertingginya. Hanya Setan, orang-orang Farisi, dan ahli-ahli Taurat yang melakukan hal itu, dan dalam setiap kejadian, hal itu dilakukan dalam upaya untuk menjebak Yesus.

1 Timotius 3:15 – Santo Paulus berkata bahwa dasar kebenaran adalah Gereja, bukan kitab suci: “…Gereja Allah yang hidup, tiang penopang dan dasar kebenaran”. Hal ini masuk akal, karena Gereja-lah yang menyatakan teks mana yang dibacakan dalam Misa oleh umat mula-mula yang benar-benar terilham. Jadi sejarah menunjukkan kepada kita bahwa Alkitab bertumpu pada otoritas Gereja, bukan sebaliknya.

Lukas 10:16 – “‘Siapapun yang mendengarkan kamu, mendengarkan aku…’” Yesus menjunjung pengajaran lisan, menyuruh para pengikutnya untuk keluar dan berkhotbah. Faktanya, Yesus tdk pernah memerintahkan para pengikutnya untuk menulis satu katapun.

1 Yohanes 4:6 – “…siapapun yang mengenal Tuhan mendengarkan kita, sedangkan siapa pun yang bukan milik Tuhan menolak mendengarkan kita. Beginilah cara kita mengenal roh kebenaran dan roh tipu daya”. Tunduk pada otoritas kerasulan – bukan kepatuhan pada ‘kitab suci saja’ – adalah ciri khas kebenaran keyakinan kita.

Ibrani 13:17 – “Taatilah pemimpin-pemimpinmu dan hormatilah mereka, karena mereka mengawasi kamu…” Penulis mendesak orang-orang beriman untuk taat, tidak mengembangkan penafsiran Alkitab masing-masing, atau bahkan mempelajari bahasa-bahasa kuno secara mendalam, budaya dan adat istiadat agar mereka dapat memahami kitab suci secara lebih lengkap. Kita yang terlalu sibuk dengan tanggung jawab sehari-hari – pekerjaan, keluarga, dan lain-lain – tidak perlu khawatir untuk melakukan upaya skolastik yang begitu besar. Selama kita mengikuti ajaran para pemimpin kita yg diurapi – dan mematuhinya – kita tidak akan tersesat.

2 Timotius 2:2 – St. Paulus tidak mengajarkan “sola scriptura”. Sebaliknya, kita melihat dia menyerukan suksesi apostolik. Santo Paulus menulis kepada Timotius yang lebih muda tentang membagikan Kebenaran kepada generasi yang akan datang. Namun dalam firman tertulis tidak disebutkan: “Jadi, anakku, jadilah kuat dalam kasih karunia yang ada di dalam Kristus Yesus. Dan apa yang telah kamu dengar dariku melalui banyak saksi, percayakanlah kepada orang-orang beriman yang mempunyai kesanggupan untuk mengajar orang lain juga. .” Timotius secara eksplisit diinstruksikan untuk melestarikan ajaran lisan St. Paulus. Tentu saja dia melakukannya, begitu pula para penerusnya, dan begitulah warisan Tradisi Suci diwariskan kepada generasi sekarang.

Roma 10:14-15 – Sekali lagi, kita tidak melihat Santo Paulus menggunakan otoritas kitab suci, tetapi otoritas dari mereka yang berkhotbah: “Dan bagaimana mereka dapat mendengar tanpa ada yang berkhotbah? Dan bagaimana orang dapat berkhotbah jika mereka tidak diutus? Seperti ada tertulis, ‘Betapa indahnya kaki mereka yang membawa kabar baik!’” Mereka yang membawa kabar baik itu mengucapkannya dengan lantang. Faktanya, sebagian besar sejarawan setuju bahwa surat Paulus (surat-surat apostolik) ini ditulis sebelum Injil.

Ulangan 19:15 – Kitab Suci sendiri mensyaratkan lebih dari satu orang saksi untuk meneguhkan kebenaran: “Seorang saksi saja tidak dapat mengambil sikap melawan seseorang sehubungan dengan kejahatan atau pelanggaran apa pun yang mungkin menjadi kesalahannya, suatu fakta hukum harus ditetapkan atas dasar itu. kesaksian dua atau tiga orang saksi.” Oleh karena itu, orang-orang Ibrani tidak akan pernah menjunjung doktrin ”sola scriptura”, karena doktrin ini meminta kita untuk mempercayai kesaksian dari satu saksi – yaitu kitab suci saja.

Yohanes 8:17 – Yesus menegaskan fakta bahwa satu saksi saja tidak cukup, bahkan ketika saksi itu adalah Yesus sendiri: “‘Bahkan dalam hukummu ada tertulis bahwa kesaksian dua orang dpt dibuktikan kebenaran-nya. Aku bersaksi atas namaku dan sebagainya begitu pula Bapa yg mengutus Aku.” Yesus tidak mengharapkan kesaksiannya sendiri diterima tanpa dukungan orang lain – yaitu Bapa. Namun posisi Protestan mengharuskan kita hanya mengandalkan satu kesaksian saja – yaitu kitab suci.

2 Korintus 13:1 – Santo Paulus memperkuat bagian di atas: “Untuk ketiga kalinya aku dtang kepadamu. ”Berdasarkan kesaksian dua atau tiga orang saksi, suatu fakta akan ditegakkan”. Tetapi doktrin ”sola scriptura” ingin kita mengerti, percaya bahwa satu kesaksian – yaitu kitab suci – sudah cukup.2

  1. The Teachings of the Church Fathers (Dari Ante-Nicean Fathers & Nicean, Post-Nicean Fathers, Ect.,) Joseph A. Gallegos ©1999-2017 

  2. https://www.catholicfidelity.com/catholic-doctrines-in-scripture-by-greg-oatis-part-3/ 

Share: X (Twitter) Facebook LinkedIn Whatsapp Telegram

Artikel Lainnya