LIVE DKC 30 DESEMBER 2024: BUNDA MARIA BUKAN TABUT PERJANJIAN BARU …??? @joerider_official
A. Mengapa Kita Harus Menghormati Bunda Maria?
- Banyak orang non-Katolik kebingungan terkait penghormatan kita (umat Katolik) kepada Bunda Maria, yang menurut mereka adalah sosok perempuan biasa yang “secara kebetulan” mendapat tugas dari Allah melahirkan seorang penyelamat dunia. Benarkah pemahaman ini?
- Maria adalah seorang gadis Yahudi yang di usia belasan menjadi Bunda Yesus. Maria lahir di kota Sepphoris, sebelah utara Palestina, ibukota Galilea, sebuah kota besar dimana orang Yahudi dan Romawi hidup damai. Kota ini hancur dilanda gempa bumi ketika Maria masih kanak-kanak, yang kemudian pindah ke Nazareth, sebuah dusun kecil berpenduduk hanya 150 – 300 orang. Nazareth (Ibrani: lili/ bunga bakung atau simbol kehidupan dan arti lainnya “keturunan”). Keluarga Maria adalah keturunan Raja Daud, dan disanalah Maria bertemu dengan Yusuf, seorang tukang kayu yang usianya tidak jauh lebih tua daripada Maria. Selanjutnya mereka bertunangan selama satu tahun/ lebih. Sang gadis akan menenun dan melakukan pekerjaan rumah tangga, sang pria akan membangun rumah tempat tinggal mereka. Kisah selanjutnya adalah yang kita baca setiap hari Natal.
- Maria adalah Bunda Allah – Kita tidak boleh lupa bahwa Yesus adalah sungguh Allah dan sungguh manusia, sering menyebut diri-Nya sebagai “Anak Manusia.” Yesus tidak dapat dibagi dua: Yesus yang Allah dan Yesus yang Manusia, karena itu ibu-Nya juga disebut Bunda Allah.
- Maria adalah Bunda Kita – Menjelang ajal-Nya di salib, Yesus memberikan Maria kepada kita untuk menjadi bunda kita, juga ketika Ia menyerahkan Maria ke dalam pemeliharaan St. Yohanes Rasul dengan berkata “Inilah Ibumu.” Dengan demikian Yesus telah mengangkat kita sebagai anak-anak-Nya sendiri. Ingat bahwa ketika bangkit dari antara orang mati, Yesus berkata “Aku akan pergi kepada Allah-Ku dan Allah-mu, kepada Bapa-Ku dan Bapa-mu.” Jadi kita mempunyai Bapa dan Bunda yang sama dengan Yesus dan menjadi saudara-saudari-Nya atau merupakan satu keluarga yang mengagumkan!
B. Bunda Maria Tabut Perjanjian Baru Yang Tak Bernoda
-
Dasar Alkitabiah:
- Keluaran 25:11-21Tabut Perjanjian Lama terbuat dari emas murni untuk Firman Tuhan. Maria adalah Tabut Perjanjian Baru dan merupakan bejana paling murni untuk Sabda Allah yang menjadi daging.
- 2 Samuel 6:7 – Tabut itu begitu suci, dan ketika Uza menyentuhnya, Tuhan membunuhnya, yang berarti Tabut itu tidak tercemar. Maria sang Tabut Perjanjian Baru bahkan lebih bersih dan tidak tercemar, dijauhkan Tuhan dari dosa asal agar dapat membawa Firman-Nya yang kekal di dalam rahimnya.
- 1 Tawarikh 13:9-10 – Catatan lain tentang Uza dan Tabut. Agar Allah tinggal di dalam Tabut Maria, Maria harus dikandung tanpa dosa. Protestan berpendapat sebaliknya dengan mengatakan bahwa Tuhan akan membiarkan jari setan menyentuh Anak-Nya yang menjadi manusia, hal ini tidak bisa dimengerti!
- 1 Tawarikh 15 dan 16 – Ayat-ayat ini menunjukkan penghormatan luar biasa orang Yahudi untuk Tabut melalui penghormatan, jubah, nyanyian, kecapi, simbal, dan terompet.
- Lukas 1:39; 2 Samuel 6:2 – Perbandingan mencolok antara Maria dan Tabut yang digambarkan Samuel, dan Lukas menggarisbawahi realitas Maria sebagai Tabut Perjanjian Baru yang tak bercela. Disini ada tipologi/ kesejajaran yang jelas antara Tabut Perjanjian Lama dan Baru.
- Lukas 1:41; 2 Samuel 6:16 – Janin Yohanes Pembaptis/ Raja Daud melompat kegirangan di hadapan Maria/ Tabut. Jadi kita juga harus melompat kegirangan di hadapan Maria, Sang Tabut Sabda yang tak bernoda.
- Lukas 1:42; 1 Samuel 6:9 – Bagaimana Bunda/ Tabut Tuhan bisa datang kepadaku? Ini adalah hak istimewa yang kudus. Bunda Maria ingin datang dan membawa kita kepada Yesus.
- Lukas 1:56; 2 Samuel 6:11; 1 Tawarikh 13:14 – Maria/ Tabut tinggal di dalam rumah selama kurang lebih tiga bulan.
- Wahyu 11:19 – Pada titik sejarah ini, Tabut Perjanjian Lama tidak terlihat selama enam abad (lih. 2 Makabe 2:7), dan sekarang akhirnya terlihat di surga. Dalam Wahyu 12:1 Yohanes menggambarkan “perempuan” berselubungkan matahari dan menekankan bahwa Maria adalah Tabut Perjanjian Baru, yang seperti Tabut Lama, sekarang layak dihormati dan dipuji. Kedua ayat Wahyu ini saling terkait karena tidak ada pasal dan ayat saat teks ini ditulis.
- Wahyu 12:1 – “Perempuan” yang digambarkan Yohanes adalah Maria, Tabut Perjanjian Baru, dengan bulan di bawah kakinya dan sebuah mahkota dengan duabelas bintang di atas kepalanya. Bulan memantulkan cahaya matahari, demikian juga Maria, memantulkan kemuliaan Matahari Keadilan, Yesus Kristus.
- Wahyu 12:17 – Keturunan Maria adalah mereka yang menuruti perintah Tuhan dan bersaksi tentang Yesus, ini berarti bahwa Maria adalah Bunda Semua Umat Kristiani.
- Wahyu 12:2 – Beberapa orang Protestan berpendapat Maria menderita sakit saat bersalin karena seorang wanita yang berdosa. Namun Wahyu adalah literatur apokaliptik yang unik di abad ke-1, mengandung beragam simbolisme dan banyak makna wanita (Maria, Gereja dan Israel). Rasa sakit menggambarkan kelahiran Gereja dan keturunan Maria yang dibentuk di dalam Kristus, sedangkan Maria tidak merasakan sakit bersalin saat melahirkan Yesus.
- Yesaya 66:7 – Yesaya menubuatkan bahwa sebelum Maria melahirkan, sebelum rasa sakit menimpanya, dia telah melahirkan seorang putra (Yesus). Ini adalah nubuatan tentang kelahiran Yesus Kristus dari seorang perawan.
- Galatia 4:19 – Paulus menggambarkan rasa sakit bersalin dalam membentuk para murid di dalam Kristus atau rasa sakit melahirkan yang menggambarkan pembentukan di dalam Kristus.
- Roma 8:22 – Paulus juga mengatakan seluruh ciptaan telah mengerang kesakitan sebelum kedatangan Kristus. Kita semua mengalami sakit bersalin karena dilahirkan kembali ke dalam Yesus Kristus.
- Yeremia 13:21 – Yeremia menggambarkan rasa sakit bersalin Israel, seorang wanita dalam persalinan. Rasa sakit bersalin biasanya dipakai sebagai kiasan dalam Kitab Suci.
- Hosea 13:12-13 – Efraim digambarkan bersusah payah melahirkan karena dosa-dosanya. Sekali lagi rasa sakit bersalin digunakan secara metaforis.
- Mikha 4:9-10 – Mikha juga menggambarkan Yerusalem yang dihinggapi rasa sakit bersalin seperti seorang wanita dalam persalinan.
- Wahyu 12:13-16 – Dalam ayat-ayat ini kita melihat Iblis masih berusaha menghancurkan perempuan, bahkan setelah Juruselamat lahir. Hal ini berarti Maria berbahaya bagi setan, bahkan setelah kelahiran Kristus karena Tuhan telah memberinya kekuatan menjadi perantara bagi kita, dan kita harus meminta bantuannya dalam kehidupan spiritual kita.
C. Tafsiran Bapa Gereja
Tafsiran Bapa Gereja tentang Wahyu 12:2 – “Ia sedang mengandung dan dalam keluhan dan penderitaannya hendak melahirkan ia berteriak kesakitan.”
- Mary Blushed Before Joseph – Oecumenius menulis: “Dan dia sedang mengandung.” Katanya “dan dia berteriak dalam kesakitan persalinannya, dalam penderitaan untuk melahirkan.” Jelaslah Yesaya berbicara tentang dia: “Sebelum dia merasa sakit, dia telah melahirkan, sebelum rasa sakit persalinannya, dia telah melahirkan seorang anak laki-laki.”
Gregorius dalam Homili ke-tigabelas tentang Nyanyian mengenai Tuhan,
“Kehamilannya terjadi tanpa hubungan, dan kelahirannya tanpa noda, dan persalinannya bebas dari rasa sakit. Jika menurut nabi dan Bapa Gereja seperi itu, bagaimana mungkin dalam ayat ini dikatakan “dia berteriak dalam kesakitan persalinannya, dalam penderitaan untuk melahirkan?” Apa yang dikatakan sama sekali tidak bertentangan! Karena tidak mungkin ada pertentangan yang dikatakan oleh Roh yang sama yang berbicara melalui keduanya. Sebaliknya anda harus memahami frasa “dia berteriak dan menderita” dengan cara ini: sampai malaikat suci berkata kepada Yusuf bahwa yang dikandung dalam rahim Maria adalah dari Roh Kudus, dia merasa lemah hati, seperti yang wajar bagi seorang perawan, dia merasa malu di hadapan tunangannya, dan berpikir bahwa mungkin dia sedang dalam persalinan. Dan demikianlah menurut bahasa kiasan, dia menyebut kelemahan hati dan kesedihan ini sebagai “teriakan” dan “penderitaan.” Hal ini tidaklah aneh! Sama halnya dengan Musa yang diberkati, ketika secara rohani berbicara dengan Tuhan dan kehilangan keberanian – karena dia melihat Israel di padang gurun dikelilingi laut dan musuh – Tuhan berkata “Mengapa engkau berteiak kepada-Ku?” Demikian juga disini, penglihatan itu menyebut disposisi terganggu Sang Perawan dalam pikiran dan hatinya sebagai “teriakan.” Tetapi semoga Engkau yang dengan kelahiran-Mu, yang tak terkatakan, mengakhiri kelemahan hati hamba-Mu yang tak bernoda, ibu-Mu menurut daging, tetapi nyonyaku, ibu suci Tuhan, juga mengampuni dosa-dosaku, Sebab adalah pantas untuk memuliakan-Mu selamanya. Amin.
- Oecumenius, Uskup abad ke-6, menulis komentar Yunani tertua yang diketahui tentang Kitab Wahyu. Dalam penafsirannya atas Wahyu 12:2, ia mengidentifikasi perempuan yang berselubungkan matahari sebagai Perawan Maria, ibu Yesus. Interpretasi in sejalan dengan pandangan tradisional Kristen yang melihat Maria sebagai tokoh sentral dalam narasi Ilahi.
Ayat ini menggambarkan perempuan tersebut yang sedang hamil dan berteriak kesakitan karena akan melahirkan. Oecumenius membahas kontradiksi antara penggambaran ini dengan keyakinan tentang kelahiran Yesus tanpa rasa sakit oleh Maria, sebuah pandangan yang didukung Bapa Gereja awal seperti St. Irenaeus dari Lyons. Bahwa teriakan dan penderitaan tersebut melambangkan kesedihan emosional Maria saat mengetahui konsepsi ajaibnya, khususnya kekhawatirannya tentang reaksi Yusuf. Interpretasi ini mencerminkan tantangan yang dihadapi Maria yang menekankan sisi kemanusiannya dan implikasi sosial dari situasinya. Komentar Oecumenius memberikan pemahaman mendalam tentang bahasa simbolis dalam Wahyu, menafsirkan rasa sakit melahirkan sebagai penderitaan emosional daripada fisik. Ia menyelaraskan citra Kitab Suci dengan doktrin teologis tentang keperawanan abadi dan ketidakbernodaannya. Pendekatan ini menyoroti kedalaman eksegesis Kristen awal dan upaya untuk mendamaikan ayat-ayat Kitab Suci dengan keyakinan yang sudah mapan. Kesimpulannya: Oecumenius menafsirkan perempuan dalam Wahyu 12:1-2 sebagai Perawan Maria, dengan rasa sakit melahirkan sebagai lambang pergolakan emosionalnya daripada rasa sakit fisik. Interpretasi ini mencerminkan upaya Kristen awal memahami dan menjelaskan citra kompleks dalam Wahyu dengan cara yang selaras dengan doktrin teologis tentang Maria.