Aliran Sesat

Dalam Gereja Katholik bida’ah disebut juga heresi yang artinya meninggalkan dan mengambil posisi berseberangan dengan orthodoxi (kepercayaan yang benar).Bidat dilakukan oleh orang yang telah dibaptis secara sah , yang telah mengakui isi iman, tetapi kemudian menyangkalnya, dan keluar dari komunitas

By Eric (Tim DKC)

38 menit bacaan

Share: X (Twitter) Facebook LinkedIn Whatsapp Telegram
Aa
0:00 / 0:00

Bida’ah (bidat)

  1. Sejumlah ajaran, aliran dan paham yang di cap oleh lembaga agama sebagai sesat menyimpang, membahayakan iman dan agama
  2. Aliran, ajaran, paham, gerakan keagamaan yang dinilai oleh pemegang ortodoksi sebagai penyimpangan dari prinsip baku dan standar.
    Hampir semua agama resmi memiliki bida’ah demikian juga Gereja Kristen Katholik

Dalam Gereja Katholik bida’ah disebut juga heresi yang artinya meninggalkan dan mengambil posisi berseberangan dengan orthodoxi (kepercayaan yang benar).

Bidat dilakukan oleh orang yang telah dibaptis secara sah , yang telah mengakui isi iman, tetapi kemudian menyangkalnya, dan keluar dari komunitas

Ciri-Ciri Bida’ah

  1. Merupakan kelompok minoritas dalam mayoritas
  2. Bidat biasanya membongkar ajaran ‘lama’ dan mengajarkan ajaran ‘baru’ dan berseberangan dengan tradisi ajaran konvensional
  3. Ajarannya bersifat ‘mengusik’ ajaran konvensional dan praksis agamanya sendiri
  4. Menjadikan komunitasnya eksklusif, merasa diri paling puritan ‘asli’, berjiwa militant, Ibarat ada ‘gereja baru’di dalam Gereja Katholik
  5. Kelompok minoritas ini memiliki anutan dan tata cara sendiri.

Kenapa timbul bida’ah

  1. Lembaga agama dianggap terlalu kaku, ‘established’, tidak inspiratif, lebih banyak berurusan dengan unsur formal, yuridis, dan praktik beriman yang superfisial
  2. Awalnya, lembaga agama dengan gampangnya memberi stigma dan kemudian memojokkan kelompok kecil yang berbeda ini. Kemudian aliran itu memutuskan keluar dari kelompok mayoritas , memisahkan diri dan membentuk komunitas baru
  3. Tokoh kharismatik kelompok kecil ini mengaku telah diilhami oleh otoritas tertinggi demi pemurnian lembaga agama. Ia atau mereka kemudian mengedepankan jalan lain berbeda dari ajaran konvensional
  4. Ia atau mereka melakukan penafsiran secara baru atas kitab suci dan pengalaman rohani.
  5. Terjadi ketidakkonsistenan penghayatan iman orang orang yang mengaku beragama.
  6. Keprihatinan tokoh kharismatik tersebut atas kenyataan yang hidup dalam mayoritas, lalu menawarkan jalan baru
  7. Mencari jalan pintas dan instan dengan berlari ke jalan penghiburan yang dangkal
  8. Kerinduan akan ratu adil ditengah beban hidup yang terlalu berat
  9. Memanipulasi iskonsistensi psyche , alam dan dunia magis oleh orang tertentu dan bisa juga ada upaya untuk mencari penghasilan/keuntungan materi
  10. Mencari popularitas
  11. Kesalahan mengerti dan menafsirkan pengalaman kejiwaan dan lain sebagainya

Dalam KS Perjanjian Baru mengenai bida’ah ini juga telah disebutkan.

  • “Sebab di antara kamu harus ada perpecahan, supaya nyata nanti siapakah di antara kamu yang tahan uji” ( 1 Korintus 11 : 19 )
  • “Perbuatan daging telah nyata yaitu percabulan, kecemaran, hawa nafsu, penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan, roh pemecah” ( Galatia 5 : 20 )
  • “Seorang bidat yang sudah satu dua kali kau nasihati, hendaklah engkau jauhi.” ( Titus 3 : 10 )
  • “Sebagaimana nabi-nabi palsu dahulu tampil di tengah tengah umat Allah, demikian pula diantara kamu akan ada guru-guru palsu………” ( 2 Petrus 2 : 1 )

Gereja Katholik telah memberikan stigma kepada sejumlah aliran keagamaan yang berseberangan atau tidak sejalan bahkan bertentangan dengan ajaran resmi dengan tujuan menjaga kemurnian ajaran (orthodoxi) dan praksis (orthopraxi)

Gereja Katholik dalam Konsili Vatikan II telah mengubah sikapnya terhadap Protestantisme. Gerakan keagamaan yang dirintis oleh Martin Luther dkk pernah dinyatakan sebagai bida’ah bahkan dikutuk dalam Konsili Trente (1545 – 1563). Akan tetapi Konsili Vatikan II (1962-1965) memandang dan menghormati para pemeluk Kristen Protestan sebagai saudara

Tolok ukur kebenaran secara formal

  • Kitab Suci Kanonik
  • Kuasa Mengajar Gereja
  • Tradisi Suci
  • Ajaran para Bapa Gereja
  • Credo (Syahadat Para rasul, Syahadat Panjang)
  • Dalam kerjasama dengan kolegialitas Uskup

Klasifikasi Bida’ah

Dualistis

  1. Gnostisisme
  2. Manicheisme
  3. Cathar
  4. Albigens
  5. Bogomil
  6. Priscilianisme

Mariologi

  1. Collyridianisme
  2. Antidicomarianisme

Trinitaris Kristologis

  1. Arianisme
  2. Subordinasionisme
  3. Nestoarianisme
  4. Doketisme
  5. Apololinarisme
  6. Monofisitisme
  7. Monoenergisme
  8. Monoteletisme
  9. Eutychianisme
  10. Modalisme
  11. Patripasionisme
  12. Adoptianisme
  13. Monarkianisme
  14. Three Chapters
  15. Jakobit

Spiritual

  1. Valdensian
  2. Patareni
  3. Fratiseli

Ekatologis

  1. Joachimisme
  2. Millenarisme
  3. Montanisme

Moral

  1. Pelagianisme
  2. Quietisme
  3. Jansenisme
  4. Donatisme
  5. Ikonoklasme
  6. Marcionisme

Politis Religius

  1. Galikanisme
  2. Febronianisme
  3. Ultramontanisme
  4. Josephisme
  5. Modernisme

Bida’ah-Bida’ah tersebut mungkin terasa asing di Indonesia dan muncul pada kurun waktu yang silam, ketinggalan jaman dan sudah diatasi oleh lembaga Gereja, namun yang sesungguhnya terjadi adalah bida’ah muncul dalam bentuk yang baru dalam waktu sekarang ini, meskipun rohnya tidak jauh berbeda.

Sikap kita terhadap bida’ah :
Sebaiknya kita menenggang perbedaan, mengajukan sikap toleran dan tidak menganggap diri sebagai satu-satunya pemilik dan penafsir kebenaran, tidak menghakimi aliran-aliran tersebut , hanya mau sehati dengan Tuhan Yesus yang pernah mengeluarkan peringatan : Ingat, awas terhadap para pengajar palsu……ia bagaikan serigala berbulu domba…….

“Be sober-minded; be watchful. Your adversary the devil prowls around like a roaring lion, seeking someone to devour. Resist him, firm in your faith, knowing that the same kinds of suffering are being experienced by your brotherhood throughout the world.” ( 1 Ptr 5 : 8-9 )

1. Dualistis

Pada prinsipnya, bida’ah berciri dualistis ini berkeyakinandan mengajarkan bahwa segenap realitas baik yang dapat dilihat maupun tidak , dapat dibedakan dan dibagi menjadi dua entitas : gelap – terang, buruk – baik, kecil – besar dan lain sebagainya. Masing-masing entitas memiliki asal-usulnya sendiri.

1.1 Gnostisisme

Gnostis berasal dari kata bahasa Yunani yang berarti pengetahuan. Gnostisisme merupakan suatu sistem kepercayaan yang berkeyakinan bahwa keselamatan bergantung sepenuhnya pada pengetahuan dan pencerahan khusus tentang Allah yang membebaskan orang dari ketidaktahuan serta kejahatan yang merupakan kodrat ciptaan. Kepercayaan ini muncul dalam abad ke 2. Pada waktu itu kota-kota seperti Alexandria, Antiokhia dan Roma sering dipandang sebagai pusat-pusat Gnostis.

Ciri umum gnostisisme adalah menjadikan kerangka pemikiran filosofis sebagai ganti agama Kristen, sehingga diharapkan lahir agama filsafat murni, entah pemikiran agama menjadi misteri iman entah iman harus dapat dijelaskan secara rasional. Aliran ini mengawinkan pemikiran filsafat barat dan agama ketimuran. Masalah fundamental gnostik yakni berikhtiar menerangkan asal usul dunia dan kejahatan di dalam dunia dan diri manusia

Unsur dasar gnostisisme ialah dualisme (kerajaan terang yang berasal dari Allah, yang melawan kerajaan gelap yang berasal dari materi ). Muatan pemikiran Gnostis :

  1. Dunia fisis dan material bagaikan penjara dan neraka yang bersifat hanya menyengsarakan manusia. Itulah sebabnya dunia tersebut mestinya disingkirkan dan dijatuhkan dari pergumulan hidup yang sejati, jika manusia hendak mencapai “gnostik” yang sesungguhnya.
  2. Gagasan tentang dosa, yakni pelanggaran entah sengaja atau tidak sengaja terhadap kesepakatan dan perjanjian antara “Yang Baik-Benar dengan manusia” dipungut dari pengertian dan paham Yahudi-Kristen tentang dosa.
  3. Satu-satunya jalan keluar dari keadaan aktual duniawi, yang sama sekali tidak ideal bagi manusia ialah gnostis.
  4. Mempraktikkan ritus-ritus magis seperti upacara-upacara khusus “keagamaan gnosis”, jimat, gugon tuhon menjadi pengganti tatanan dan nilai –nilai moral.

Gnostis menyangkal inkarnasi(mengingat materi itu selalu bersifat jahat), kematian Yesus (sebab keselamatan diperoleh melalui keutamaan gnostis, bukan melalui kurban Kristus di Kalvari) dan kebangkitan Yesus. Menolak kemanusiaan Yesus, tidak mengakui validitas Kitab suci dan menolak otoritas Gereja dan tradisinya.

Gnostis mempunyai gagasan tentang Allah yang jauh dari materi. Antara Allah dan materi mutlak ada pengantara. Cara kerja sistem ini adalah semakin jauh dari prinsip utama, materi semakin tidak sempurna. Selanjutnya, pembebasan unsur ilahi dari materi terlihat dalam karya, khotbah dan penjelasan mukjijat Yesus, pengantara yang turun dari totalitas ilahi.

Sistem pemikiran gnostis bersifat sinkretis dualistik. Maksudnya menampung aneka filsafat (Platonis)tentang dunia sempurna, gagasan dan praktek serta tradisi agama, misalnya kultus misteri helenis, kabalisme Yahudi, dualisme Persia, mitologi Babilonia dan Mesir kuno, Kitab suci, dosa asal dan ritus kristen.

Di hadapan materi yang pada hakikatnya jahat, orang perlu memegang teguh ritus dan magis. Diajarkannya, keselamatan adalah terbebasnya unsur-unsur rohani dari materi yang jahat. Singkatnya, gnostisisme merupakan gerakan keagamaan yang memadukan sumber-sumber Yahudi, Kristen dan pagan.

Dalam perkawinan silang antar gnostis dan kristianitas, akhirnya diturunkan keyakinan mengenai penyangkalan terhadap penjelmaan Putra Allah dalam diri Kristus Yesus. Para Gnostis memperoleh pengetahuan istimewa (mengenai tujuan hidup manusia) dari tradisi dan pewahyuan rahasia.

1.2 Manicheisme

Istilah Manicheisme seringkali dipakai sebagai sinonim bida’ah, khususnya dalam konteks pandangan atau gerakan yang dualistik. Manicheisme merupakan aliran kepercayaan dualistik, yang didasarkan pada ajaran-ajaran Manicheus yang lahir di desa Mardinu, di gurun Nahr Kuta, Babilonia Selatan 14 April 216. Pada usia 24 tahun, Manicheus menyatakan mendapat perutusan dari Malaikat al-Taum untuk mewartakan puncak wahyu ilahi dari Zoroaster, Buddha dan Yesus.

Di Persia, ia menduduki jabatan penting dalam pemerintahan Raja Shapur I (240-273). Ketika Shapur menyatakan perang melawan Roma (241), saat itulah manicheisme berkesempatan menyebar ke barat. Manicheus menegaskan, “I have come from the land of Babel to make my cry heard throughout the whole world.”

Ajarannya menyebar ke timur hingga China. Ke barat sampai Spanyol. Pada tahun 302, Kaisar Diokletianus menetapkan maklumat yang berisi perang terhadap Manicheisme. Menurut Manicheus, Gereja telah salah memahami ajaran Yesus yang menjanjikan untuk mengutus Roh Penghibur. Sebab roh penghibur itu bukan Roh Kudus melainkan Manicheus sendiri.

Tujuan yang hendak dicapai Manicheus adalah mendirikan agama baru, dimana semua agama yang lain harus mendasarkan diri padanya. Dikatakan semua alkitab, kebijaksanaan, pewahyuan, kiasan dan Mazmur agama-agama sebelumnya terkumpul dalam agama Manicheus dan dalam kebijaksanaan yang dia singkapkan. Selain itu tidak pernah ada alkitab, tidak pernah ada buku yang diwahyukan selain buku-buku yang telah ditulis oleh Manicheus sendiri. Manicheus mengakui bahwa Yesus, Zoroaster dan Budhha adalah saudaranya, dan menurut Manicheus mereka tidak pernah menulis kitab suci, sehingga berpendapat bahwa agamanya lebih unggul.

Manicheus mempunyai konsep dualistik atas struktur dunia. Sebuah dualitas radikal antara terang dan gelap, baik dan buruk sudah ada sejak semula. Menurut ajarannya, pada awal segala waktu terjadilah separasi mutlak antara dua kerajaan (terang dan gelap), yakni ketika gelap menyerang terang. Akibat konflik ini, munculllah keadadan campuran. Lalu akan tiba saatnya pemulihan keadaan awali, yakni pemisahan mutlak antara terang dan gelap, baik dan buruk. Diajarkannya kelahiran jiwa dalam suatu dunia nan terang, jiwa pada suatu saat terperosok dalam tahanan tubuh, dan jiwa dapat terangkat kembali ke dunia aslinya hanya dengan perantaraan gnosis.

Manicheisme mendesak setiap pengikutnya menjaga moralitasnya sendiri dengan semangat yang tinggi. Para manicheis menyangkal dan menolak kekayaan, pekerjaan, relaksasi, perang, berburu, berdagang dan bertani sebagai kekayaan pribadi.

Dengan menggunakan unsur-unsur dari Zoroastrianisme, Buddhisme, gnostisisme, Kristianitas, Manicheus menganggap diri mengikuti nabi-nabi Perjanjian Lama, Zarathrusta, Buddha dan Yesus untuk membebaskan percikan cahaya dalam diri manusia dan dengan demikian membebaskan mereka dari benda dan kegelapan.

Didalam pemikiran dan pemahaman ini, manicheisme diyakini dapat memberikan solusi yang menenteramkan manusia dalam pergumulannya mengatasi gejolak dualisme hidup yakni terang dan gelap, baik dan buruk, putih dan hitam dan sebagainya. Namun sesungguhnya pandangan dualistik manicheisme ini justru dinilai telah menyerdehanakan hidup manusia yang pada dasarnya multi dimensi.

1.3 Cathar

Cathar berarti murni, sejati tanpa campuran. Nama ini dipakai untuk menyebut beberapa sekte(terutama pada abad pertengahan di Prancis, Italia, Jerman) yang hanya menerima orang-orang yang murni dalam bidang susila dan ajaran sebagai anggota kelompok mereka. Nama Cathari disematkan pada para Novatianis oleh Ephiphanius dan beberapa Bapa Gereja Yunani, atau chataristae (menurut Agustinus). Akan tetapi terminologi tersebut lebih banyak digunakan untuk sekte abad pertengahan.

Kelompok Cathari ini muncul pertama kalinya di Prancis pada awal abad 11, ketika sebuah kelompok heretik di kecam dalam Konsili Orleans, 1022. Sejak saat itu hingga abad ke 13, pengaruh-pengaruh para Chataris tersebar luas, teristimewa di wilayah Prancis Selatan dan Italia. Kaum Cathar meyakini bahwa telah terbit desakan dari dalam diri untuk menyebarluaskan pengetahuan akan keselamatan. Dalam konteks ini, kualitas moral seorang chatar menjadi pertaruhannya. Kualitas itu sangat di tentukan oleh dua jenis keanggotaan “paguyuban chatar” yakni pendengar dan cathari. Pendengar membatasi diri pada pelaksanaan 10 perintah manicheis, misalnya menjauhkan diri dari berhala, dusta, magis, pencurian, percabulan, pembunuhan. Para pendengar dapat hidup dari bertani, beternak dan bahkan kawin tapi harus menghindari prokreasi dan berpuasa pada hari Minggu.

Kelompok Cathari (manicheis tulen) memiliki beberapa indikasi. Pertama berkenaan dengan mulut. Seorang chatar tidak menghujat, tetapi menjauhkan diri dari pembicaraan bertele-tele, bersilat lidah, makanan yang tidak sehat (daging dan anggur). Kedua berkenaan dengan tangan, seorang cathari tidak menyentuh benda yang berasal dari kerajaan kegelapan, seperti senjata : tidak membunuh binatang dan tidak merusak tanaman, menjauhkan diri dari kerja tangan. Ketiga berhubungan dengan hati : seorang cathari pantang melakukan hubungan seks.

Kelompok pendengar berkewajiban melayani chatari dengan derma dan keramahan. Sebaliknya chatari wajib berdoa untuk pendengar, supaya mereka dapat berinkarnasi dalam jiwa chatari sehingga saat kematian tiba ia akan masuk dalam kerajaan terang.

Gereja kemudian menanggapi ancaman aliran tersebut dengan gerakan pewartaan yang populer melalui pengkhotbah-pengkhotbah handal dan teruji serta menghadang laju gerakan cathar dengan lembaga inkuisisi.

1.4 Albigens

Bida’ah Albigens adalah salah satu cabang dari Manicheisme, sehingga ajaran mereka sangat kental mewarisi jiwa dualistik. Sebagai keturunan manicheis, para albigens memandang daging dan ciptaan sebagai sesuatu yang jahat. Mereka juga menegaskan ulang prinsip dualistik seperti yang baik dan yang jahat. Didalam tulisan tulisan Albigens, ada tanda tanda yang relatif jelas baik tentang dualisme absolut maupun tentang suatu dualisme mitigated (dengan menggambarkan kemenangan terakahir Allah atas kejahatan).

Tujuan penebusan adalah pembebasan jiwa dari daging dan akhir dari “keadaan campuran” yang dibawa oleh kejahatan. Meskipun tetap memakai Kitab Suci Perjanjian Baru dan sebagian dari kitab para nabi Perjanjian Lama, akan tetapi Albigens menafisrkannya sebagai kiasan. Ajaran tentang Kristus yakni sebagai malaikat dengan tubuh setan yang tidak menderita atau bangkit kembali dan yang memiliki karya penebusan hanya ada dalam ajaran manusia benar yakni Albigens. Gereja hanya memahami kiasan-kiasan Perjanjian Baru secara tekstual, telah busuk dan melakukan pekerjaan jahat.

Para Albigens menolak penjelmaan Kristus , sakramen-sakramen dan doktrin tentang neraka, api penyucian, kebangkitan badan dan percaya bahwa semua benda (materi) itu jahat. Doktrin moral albigens merupakan rigorisme ekstrem, mengecam perkawinan, tidak mengkonsumsi daging, susu, telur dan hasil dari binatang piaraan lainnya. Para pengikutnya dibagi dalam dua kelompok yang di sebut

  1. Golongan sempurna yang menerima consolamentum (baptisan Roh Kudus dengan penumpangan tangan). Golongan ini tidak menikah
  2. Golongan biasa
    Golongan ini hidup secara biasa dan wajar sampai mereka berada dalam bahaya maut.

Pada tahun 1215, allbigens di nyatakan sesat dalam Konsili
Lateran, sehingga kemudian lembaga gereja memiliki alasan
yang sah untuk melakukan pengejaran terhadap para pemeluk
Albigens untuk mempertobatkan.

1.5 Bogomil

Bogomil merupakan sebuah sekte dari Balkan yang memiliki asal usul manicheisme. Kata Bogomil berasal dari bahasa Slavia yang berarti berkenan kepada Allah. Diperkirakan pendirinya adalah imam yang bernama Yeremias dan Teofilus abad ke 10 di Bulgaria. Sekte ini bercorak dualistik dan doketis.

Rasa benci mereka terhadap barang barang menyebabkan mereka menolak Kitab Suci Perjanjian lama (kecuali bagian kitab nabi-nabi yang merujuk kepada Yesus Kristus dan Mazmur), menolak berbagai praktik “material” seperti baptisan bayi dan perkawinan. Satu-satunya doa yang diperbolehkan adalah Doa Bapa Kami.

Bogomil merupakan perpaduan unsur-unsur dan kepercayaan adoptionis dan manicheis. Mereka menolak kelahiran ilahi Kristus, koeksistensi personal Putera dengan Bapa dan Roh Kudus, menyangkal gelar Theotokos untuk Bunda Maria dan semua jenis penghormatannya, menolak validitas sakramen-sakramen, menafsirkan semua bentuk mukjizat Yesus dalam arti spritual rohani. Hanya orang dewasa yang dipermandikan dan menolak baptisan bayi dan anak-anak dan menganggap ritus baptis hanya bercorak spritual

Bogomil merupakan sebuah sekte dari Balkan yang memiliki asal usul manicheisme. Kata Bogomil berasal dari bahasa Slavia yang berarti berkenan kepada Allah. Diperkirakan pendirinya adalah imam yang bernama Yeremias dan Teofilus abad ke 10 di Bulgaria. Sekte ini bercorak dualistik dan doketis.

Rasa benci mereka terhadap barang barang menyebabkan mereka menolak Kitab Suci Perjanjian lama (kecuali bagian kitab nabi-nabi yang merujuk kepada Yesus Kristus dan Mazmur), menolak berbagai praktik “material” seperti baptisan bayi dan perkawinan. Satu-satunya doa yang diperbolehkan adalah Doa Bapa Kami.

Bogomil merupakan perpaduan unsur-unsur dan kepercayaan adoptionis dan manicheis. Mereka menolak kelahiran ilahi Kristus, koeksistensi personal Putera dengan Bapa dan Roh Kudus, menyangkal gelar Theotokos untuk Bunda Maria dan semua jenis penghormatannya, menolak validitas sakramen-sakramen, menafsirkan semua bentuk mukjizat Yesus dalam arti spritual rohani. Hanya orang dewasa yang dipermandikan dan menolak baptisan bayi dan anak-anak dan menganggap ritus baptis hanya bercorak spritual

Hakikat bogomil adalah dualitas dalam penciptaan dunia. Bogomil menerangkan kehidupan badani penuh dengan dosa duniawi sebagai ciptaan setan, dan menolak segala sesuatu yang diciptakan secara sosial dan yang tidak berasal dari jiwa, satu satunya pemilik ilahi dari manusia.

Bogomil memandang rendah bahkan meremehkan Gereja, negara dan hierarki. Para penganut paham ini menolak untuk membayar pajak, menghindari pekerjaan tangan (pekerjaan yang hanya pakai kekuatan otot), menjunjung tinggi white colar jobs dan tidak mau terlibat dalam perang sekalipun demi membela negara. Sistem sosial yang diciptakan bogomil hanya merusak aturan negara. Sehingga bisa dipahami mengapa negara dan Gereja bahu membahu memerangi aliran sesat ini.

1.6 Priscilianisme

Bida’ah ini muncul pada abad ke 4 dan dikaitkan dengan Priscilianus seorang pengkhotbah dan pernah menjadi uskup di Avila. Paham dualistis ini meminjam unsur-unsur gnostis dan manicheis serta mengikuti keyakinan sabelian yang menganggap Bapa, Putera dan Roh Kudus sekedar sebagai tiga cara untuk memandang Allah yang sama. Priscilianus dinilai menyebarluaskan manicheisme yang dualistis serta anti hierarki gereja.

Sejumlah uskup yang berkumpul di Bordeaux , pada tahun 384 menjatuhi hukuman kepada Priscilianus. Pada tahun 386, Priscilianus dihukum mati oleh penguasa negara Trier, meskipun diajukan protes oleh Martinus dari Tours. Inilah pertama kalinya seorang di hukum mati dengan alasan bida’ah.

Reaksi terhadap bida’ah ini mendorong menguatnya ajaran tentang Tri Tunggal dan Spanyol menjadi negara pertama yang menggunakan filioque dalam syahadatnya.

2. Mariologi

Kebanyakan ajaran sesat yang menyerang Gereja Katolik pada abad-abad pertama berkaitan dengan Tritunggal atau Kristologi. Namun ada pula yang mengajarkan ajaran yang sesat tentang Bunda Maria. Ajaran-ajaran muncul di daerah Arab sekitar abad ke 3 sampai dengan abad ke 5.

2.1 Collyridianisme

Bidaah ini hadir pada sekitar tahun 350-450 di wilayah Arabia. Tidak diketahui siapa pendiri sekte ini dan sedikit sekali informasi yang bisa kita ketahui sekarang tentang sekte ini. Selain itu, tampaknya karena bidaah ini hadir pertama-tama di Arabia, maka orang-orang di sana kemudian menyangka bahwa Allah Tritunggal adalah Bapa, Yesus Kristus dan Bunda Maria. Sampai sekarang pun kita masih bisa mendengar sangkaan seperti ini.

Kesesatan Collyridian ini sederhana: Mereka menyembah Bunda Maria. Hal ini secara langsung bertentangan dengan pengajaran Gereja Katolik yang mengutuk penyembahan berhala yang juga telah dikutuk oleh Allah sendiri: “Jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku.” (Kel 20:3; Ul 5:7) Devosi terhadap Bunda Maria dalam sekte ini kemudian dikembangkan sebagai Penyembahan (Idolatri/Pemberhalaan) terhadap Bunda Maria. Gereja Katolik memang mengajarkan penghormatan tinggi (hiperdulia) terhadap Bunda Maria yang diyakini Perawan Selamanya, Bunda Allah, Pengantara Segala Rahmat, dll. Tetapi sekte ini melewati batas seharusnya dalam penghormatan terhadap Bunda Maria sehingga mereka malah jatuh kepada penyembahan terhadap Bunda Maria.

2.2 Antidicomarianisme

Bida’ah Antidicomarianisme muncul di wilayah Arab abad ke 3 hingga abad 5. Kelompok ini adalah sekte sesat yang anti dengan Bunda Maria. Mereka melakukan penghujatan dan penghinaan terhadap Bunda Maria. Mereka juga disebut Dimoerites.

St. Epiphanius dalam bukunya berjudul Panarion (Kotak Obat) menceritakan tentang keberadaan sekte tersebut. Kemudian St. Epiphanius memberikan bantahan terhadap tuduhan sekte Antidicomarianisme. St. Ephipanius menjelaskan bahwa Yusuf adalah seorang yang kudus dan bukan seorang yang tidak dapat menahan nafsunya (Lihat Luk 1: 19) . Dan Yusuf pada saat menjadi bapak pemelihara Yesus berusia kira-kira 90 tahun. Sementara Bunda Maria berusia sekitar lima belas tahun.

Ajaran Antidicomarianisme

  1. Menolak setiap devosi atau penghormatan yang diberikan kepada Bunda Maria.
  2. Menolak doktrin keperawanan abadi Bunda Maria
  3. Pada awalnya mereka menolak bahwa Yesus dilahirkan oleh seorang perawan, sehingga mereka beranggapan bahwa Yesus anak biologi Yusuf.
  4. Kemudian mereka menerima bahwa Yesus dilahirkan oleh seorang perawan namun mereka berpendapat bahwa Maria dan Yusuf melakukan hubungan seksual setelah kelahiran Yesus.
  5. Mereka mengajarkan bahwa saudara-saudari Yesus yang disebutkan dalam Injil adalah anak kandung/anak biologis Maria dan Yusuf.

Sekte Antidicomarianisme sebenarnya merupakan reaksi atas aliran Collydirianisme. St. Epiphanius menghubungkan Antidicomarianisme dengan Apollinaris dari Laodekia. Pandangan Antidikomarianisme pada abad ke-4 ternyata ditemukan pula dalam pandangan Helvidius. Dikemudian hari pandangan dan paham Antidikomarianisme menjadi standar sebagian ajaran aliran Kristen non katholik tentang Bunda Maria.

Pemahaman tentang ajaran Gereja Katolik tentang Bunda Maria tidak terlepas dari apa yang dipaparkan dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, yang juga diteruskan dalam Tradisi Suci, Penghormatan kepada Bunda Maria tidak terlepas dari penghormatan kepada Yesus. Kita menuju Yesus melalui Bunda Maria. Sebagai Bunda Allah, Maria dikuduskan Allah dan mengambil peran istimewa dalam keseluruhan rencana keselamatan Allah.

3. Trinitaris Kristologis

Bida’ah-bida’ah dalam kelompok ini praktis mengangkat isi ajaran berkenaan dengan pemahaman mengenai Allah, pribadi Allah, relasi Allah dengan Yesus Kristus dan Roh Kudus. Selain itu juga dipersoalkan martabat Yesus Kristus berikut keterkaitannya dengan manusia, Ibunya yang tetap perawan, keselamatan bangsa manusia dan lain sebagainya.

Dalam sejarahnya, kelompok atau aliran yang mempersoalkan , menggugat kepercayaan Kristen akan Allah Trinitas dan Yesus Kristus secara kuantitatif paling banyak di bandingkan dengan aliran yang lain. Namun juga berkat bida’ah-bida’ah itu, pemahaman dan ajaran Gereja tentang Trinitas dan Kristus juga semakin kaya, tajam dan distingtif. Serta membuka identitas Gereja Kristus yakni isi iman akan Allah Trinitas dan Yesus Kristus tidak sebagaimana yang dituduhkan oleh aliran bida’ah tersebut.

3.1 Arianisme

Istilah Arianisme diturunkan dari nama Arius. Arius pernah menjadi “mahasiswa” disekolah eksegese di Antiokhia dan berguru kepada Lucianus. Seorang sejarawan yaitu Socrates Scholasticus melaporkan bahwa gagasan Arius menimbulkan kontroversi ketika Achillas menjadi Uskup Alexandria. Pada saat itu Arius mengemukakan silogisme berikut ini : “Jika Bapa mengasalkan Putra, dia yang diasalkan memiliki awal keberadaan dan dari hal ini jelaslah bahwa ada waktu manakala Putra tidak pernah ada. Oleh karena itu perlu segera diikuti, bahwa dia memiliki substansinya dari ketiadaan

Doktrin Arius tersebut dipengaruhi oleh ajaran-ajaran Lucianus dari Antiokhia. Arius sendiri yang membeberkan pengaruh itu dalam suratnya kepada Uskup Alexander dari Konstantinopel dan Alexander dari Alexandria. Meski Lucianus sendiri tidak pernah dipandang sebagai bida’ah, namun ia di tuduh ad invidiam (memberikan jalan bagi, menyediakan) kecenderungan –kecenderungan bida’ah

Arius dituduh mengajarkan bahwa Putra Allah tidak selalu ada dan karena itu kodratnya tidak ilahi, melainkan hanya merupakan yang pertama dari antara makhluk ciptaan. Sedangkan Allah tidak selalu adalah Bapa. Ada suatu waktu mana kala Dia itu sendirian, dan belum menjadi Bapa; kemudian menjadi Bapa. Putra bukanlah dari keabadian, Dia berasal dari ketiadaan. Ajaran Arius tentang Yesus dirumuskan sebagai berikut: Logos dan Bapa tidaklah berasal dari hakikat yang sama. Putra adalah makhluk yang diciptakan. Dia adalah pencipta dari dunia dan oleh karena itu harus ada sebelum dunia dan sebelum segala waktu. Ada waktu Dia pernah tidak ada.

Putra adalah yang pertama, dan yang terbesar diantara semua yang diciptakan oleh Allah. Dia lebih dekat pada Allah daripada semua yang lain, dan segala ciptaan berhubungan dengan Allah melalui Putra, misalnya Allah menciptakan segala sesuatu melalui Kristus.

Arius berkeyakinan bahwa dirinya sedang mempertahankan kebenaran fundamental bahwa hanya ada satu Allah. Suatu kepercayaan pada keilahian penuh Yesus, menurut Arius berarti bahwa Bapa dan Putra itu dua Allah yang terpisah yang bertentangan dengan banyak penegasan dalam Kitab Suci tentang Allah yang esa. Arius juga menegaskan bahwa karena Bapa itu sungguh-sungguh Allah, maka konsekuensinya Putra tidak dapat menjadi Allah, sehingga Putra mau tidak mau adala sesuatu yang diciptakan. Arianisme ini di tolak oleh Konsili Nicea.

3.2. Subordianisme

Subordianisme dimengerti sebagai memberikan kedudukan lebih rendah kepada Putra dalam hubungan dengan Bapa, demikian juga kepada Roh Kudus dalam hubungan dengan Bapa dan Putra. Ketika ajaran mengenai Tri tunggal belum dirumuskan dan para ahli teologi sedang berusaha untuk menyusunnya, kecenderungan untuk memahami posisi Putra dan Roh sebagai utusan yang lebih rendah daripada Bapa tampak dalam tokoh tokoh seperti Yustinus, Tatianus, Ireneus, Klement , Origen. Subordianisme ini ditolak dalam Konsili Nikhea. Konsili Konstantinopel 1 (381) mengajarkan bahwa Roh Kudus sama dalam keagungan dan pantas dihormati dengan penghormatan yang sama dengan Bapa dan Putra.

3.3. Nestorianisme

Nestorianisme berasal dari nama Nestorius yang lahir setelah tahun 381dari orang tua Persia di Siria –Eufrat. Ia adalah seorang rahib di biara Santo Euprepius, yang kemudian ditahbiskan menjadi imam, sebelum menjadi Patriark Konstantinopel (428-431)atas promosi Kaisar Theodosius II. Kendati ia dengan gigih memerangi heretik, tetapi ia sendiri juga jatuh dalam heretik, karena ia berkhotbah di depan umum tentang Kristologi Antiokhia yang dipandang menyesatkan.

Tanggal 21 Juni 431, ia dicopot dari kedudukannya dalam Konsili Efesus. Pada tahun yang sama ia dikirim kembali ke biara Euprepius. Tahun 445, ia diasingkan di Mesir Utara dan ia masih hidup pada tahun 450, tetapi tidak diketahui apa yang terjadi sesudahnya.

Nestorius mengajarkan bahwa dalam diri Kristus ada dua pribadi yang berbeda, manusia dan ilahi, ia beranggapan bahwa Bunda Maria tidak dapat disebut sebagai Theotokos. Karena menurut Nestorius Yesus bukan Allah.

3.4. Doketisme

Doketisme dari bahasa Yunani yang berati melihat. Bida’ah yang hidup pada awal gereja ini, mengajarkan Putra Allah hanyalah seolah-olah saja seperti manusia. Realitas jasmaniah Yesus Kristus tidak diterima. Hanya tampaknya saja Kristus mempunyai tubuh. Yang sesungguhnya disalibkan bukanlah Yesus, tetapi orang lain. Doketisme berkeyakinan bahwa Kristus melepaskan diri dari kematian yang memalukan , misalnya menukar tempat kematian dengan Yudas Iskariot atau Simon dari Kirene pada saat-saat terakhir sebelum drama penyaliban.

Ajaran ini ditentang habis oleh Ignatius dari Antiokhia dan semua penulis terkemuka yang anti gnostisisme, yang teristimewa adalah Cerinthus. Sementara itu uskup anthiokia, St Serapion (wafat thn 211) adalah orang pertama yang menggunakan istilah “doketis”

3.5. Apolinarisme

Bida’ah ini dipelopori dan dipromosikan oleh Uskup Apolinarius dari Laodikhea (310-390). Itulah sebabnya namanya diabadikan dalam paham teologis ini.
Apolinarius bermaksud membela keilahian Kristus, terutama demi keselamatan semua manusia. Paham ini bermaksud untuk melawan arianisme. Akan tetapi, dan inilah kekeliruan Apolinarius, ia mengorbankan kemanusiaan Yesus Kristus.

Menurut Apolinarius, Kristus tidak memiliki roh atau jiwa rasional, padaNya ada Logos ilahi. Sulit masuk dalam benak Apolinarius bahwa dalam pribadi yang satu dan sama terdapat dua kodrat (ilahi dan insani) yang berbeda. Bagi Apolinarius, unsur keilahian-Nya mutlak harus lebih diunggulkan di atas unsur lainnya. Mengingat sifat-sifat unggul yang menjadi ciri khasnya yaitu kekal, abadi, tidak dapat binasa, rohani dan agung mulia. Sedang sifat insani selalu bersifat rapuh, sementara, dapat binasa, fragile, dan sebagainya.

3.6. Monofisitisme

Monofistisme berarti satu kodrat. Bida’ah ini tidak mau menerima ajaran Konsili Khalsedon 451 yang menetapkan bahwa dalam Kristus ada dua kodrat dalam satu pribadi. Bida’ah ini memisahkan diri dari Patriarkat Konstantinopel meski tidak dengan jelas membela bentuk monofisitisme dalam arti sepenuhnya yaitu yang menyatakan bahwa peristiwa penjelmaan berarti peleburan kodrat keilahian dan kemanusiaan. Kristus menjadi kodrat seperti titik air ke dalam laut.

Perbedaan pendapat mengenai ajaran Konsili Khalsedon dalam kadar tertentu tampaknya seputar persoalan istilah. Yang termasuk penganut bida’ah ini antara lain Timotius Aerulus yang menjadi Patriark Monfofisit di Alexandria, Petrus yang menjadi Patriark Antiokhia. Akhirnya gereja-gereja monofisit diorganisasikan oleh Severus dari Antiokhia yang diturunkan dari jabatan sebagai Patriark Antiokhia pada tahun 518. Gereja-gereja monofisit ini sekarang pada umumnya disebut ortodoks oriental.

3.7. Monoenergisme

Monoenergisme artinya satu kegiatan. Merupakan usaha yang dilakukan pada abad ke 7 untuk mempertemukan dan mengkompromikan ajaran monofisitisme dengan ajaran Konsili Khalsedon dan Konsili Konstantinopel II, 553.

Rumusan iman yang disebarluaskan oleh aliran ini menyatakan bahwa hanya ada satu bentuk aktivitas dalam diri Yesus Kristus yakni energi ilahi. Aliran ini sebenarnya hendak mencoba menerangkan karya dan tindakan Yesus Kristus, contohnya sebagaimana yang diceritakan dalam Injil Suci terutama dalam mukjizat-mukjizat yang dilakukan oleh Yesus Kristus. Sangat jelas terlihat bahwa Yesus Kristus bukan manusia biasa seperti kita. Mungkin Ia seorang “superman”. Manusia biasa tidak akan sanggup melakukan tindakan dan karya-karya yang dilakukan oleh Yesus Kristus. Itulah sebabnya asal usul energi dan kegiatanNya pasti hanya berasal dari Yang Ilahi. Ini juga yang memberikan alasan darimanakah dan siapakah Yesus sesungguhnya atau identitas Yesus Kristus.

Berkat perlawanan yang dilancarkan oleh rahib St. Sophronius, Patriark Yerusalem pada tahun 634, aliran ini lama kelamaan ditinggalkan orang.

3.8. Monoteletisme

Monoteletisme artinya adalah satu kehendak. Bida’ah ini mengajarkan bahwa Kristus meskipun mempunyai kodrat manusiawi, tetapi tidak mempunyai kehendak manusiawi. Kristus hanya mempunyai satu kehendak yaitu kehendak ilahi.

Sesudah Konsili Khalsedon mengajarkan bahwa pada diri Kristus ada dua kodrat dan satu pribadi, ada beberapa usaha untuk mendamaikan aliran monofisit yang menekankan kesatuan dalam diri Kristus. Sesudah diusulkan, ada pemecahan kompromi yaitu bahwa dalam diri Kristus ada dua kodrat tetapi hanya satu energi (monoenergisme) yang ternyata kurang memadai, Patriark Sergius dari Konstantinopel mendorong Patriark Honorius I untuk mengusulkan rumusan lain yaitu dua kodrat tetapi hanya satu kehendak dalam Kristus. Karena rumusan ini kemudian Honorius di cekal.

Konsili Konstantinopel III (680-681) mencairkan situasi dengan menegaskan ajarannya yang menyatakan bahwa dalam diri Kristus ada dua kodrat dan ada dua kehendak, yang bekerja selaras dalam pribadiNya yang satu.

3.9. Eutychianisme

Eutychianisme adalah bida’ah yang dikaitkan dengan nama Eutyches (375-454) pemimpin biara di Konstantinopel. Eutyches dianggap hanya mengakui satu kodrat ilahi di dalam diri Kristus sesudah penjelmaanNya. Pandangan Eutyches ini pastilah berseberangan dengan keyakinan monofisitisme yang menyangkal bahwa Kristus juga mempunyai kodrat manusiawi seperti kita.

Pemimpin biara tersebut dikutuk dalam sinode Konstantinopel pada tahun 448. Akan tetapi pengaruh kaisar dan simpati Batrik Alexandria sangat besar sehingga Eutyches dan pandangannya dipulihkan kembali pada tahun berikutnya (449).

Sinode di Efesus , Agustus 449 malahan merehabilitasi Eutyches. Ratusan uskup menghadiri sinode tersebut yang dipimpin oleh Dioscuros dari Alexandria yang ditunjuk oleh kaisar.

Niat pemimpin sinode segera tampak , yakni memulihkan nama baik Eutyches dan ajaran Eutyches. Ia menciptakan proses sidang sedemikian rupa sehingga utusan –utusan Paus pun tidak diberi waktu untuk membacakan surat Paus yang ditujukan kepada sinode. Tanpa mengindahkan pelbagai protes entah dari Flavianus maupun Eusebius Dorilea,… Eutyches dinyatakan ortodoks dan direhabilitasi.

Bahkan Dioscuros menginginkan lebih lagi yakni meminta Sinode untuk memecat Flavianus dan Eusebius. Untuk supaya tercapainya maksudnya itu, pemimpin sidang mengerahkan serdadu untuk menyerbu persidangan, lalu memukuli Flavianus dan mengasingkannya. Flavianus wafat dalam perjalanan ke pengasingannya. Tidak lama setelah sinode ditutup, Paus Leo Agung memprakarsai sinode Efesus, tetapi sinode ini di sebut sinode penyamun.

Para uskup yang ditakut-takuti akhirnya menandatangani keputusan hukuman atas pembela distingsi dua kodrat dalam Kristus yaitu Flavianus Eusebius. Tetapi sepertinya pemimpin sidang masih merasa ada yang kurang sehingga menutup sesi dengan aklamasi : Allah telah berfirman dengan perantaraan Dioscuros, siapa yang menghujat Dioscuros juga menghujat Allah….Semua yang diam adalah heretik.

Akhirnya dalam Konsili Khalsedon, Eutyches berikut ajarannya dikutuk dan ditolak oleh para Bapak konsili baik yang berasal dari Gereja Timur maupun Gereja Barat

3.10. Modalisme

Bida’ah ini menekankan kesatuan ilahi sehingga menolak bahwa Bapa, Putra dan Roh Kudus adalah pribadi-pribadi yang berbeda. Menurut modalisme, Bapa, Putra dan Roh Kudus tidak lain adalah sebagai wujud atau cara yang digunakan Allah –yang satu-dalam tindakan penciptaan dan penyelamatan. Bida’ah ini bermula di Asia Kecil dengan tokohnya Noetus tahun 200., dan disebarkan ke barat oleh Praxeas, Sabellius, Photinus dan sampai taraf tertentu juga oleh Marcellus dari Ankara. Bapa yang menciptakan, Putra yang menjalankan tugas penyelamatan, dan Roh Kudus berperan untuk mengutus dan menghibur, serta meneguhkan. Ketiganya satu hakekat tetapi tiga cara berbeda dalam fungsi dan peran.

3.11. Patripasionisme

Istilah patripasionisme diperkenalkan oleh Tertulianus (160-220) untuk menyebut bentuk monarkhianisme yang kita sebut modalisme dalam usahanya untuk melawan Praxeas. Tertulianus menuduh Praxeas telah mengusir Roh Kudus dan menyalibkan Bapa.

Seorang penganut modalisme yang bernama Noetus, menyatakan bahwa yang dilahirkan dan menderita di salib bukan Putra, bukan pula Yesus Kristus melainkan Allah Bapa. Jadi Bapa menderita saat Yesus dalam sejarah insani ini di salibkan dan wafat di gunung Golgota. Ketidakkekuatan paham patripasionisme kian kentara ketika orang harus berbicara tentang kebangkitan yang menjadi titik tolak dan dasar kepercayaan iman Kristen. Kalau orang hendak konsekuen dengan prinsip-prinsip patripasionisme, maka bukan Yesus yang bangkit, bukan Allah yang membangkitkan Yesus dari alam maut melainkan Allah Bapa sendiri yang bangkit dan membangkitkan diriNya sendiri.

3.12. Adaptionisme

Adaptionisme muncul pertama kali pada abad ke 8 di Spanyol. Paham ini mengajarkan bahwa sebagai Allah, Kristus menurut kodratnya memang benar-benar Anak Allah, namun sebagai manusia. Ia hanya anak angkat. Alasan mengapa Kristus diangkat Allah dan dijadikannya Anak Allah hanya dapat ditemukan di dalam Allah Bapa. Akan tetapi seorang tokoh yang bernama Elipandus († 802), uskup agung Toledo dan Felix († 818), uskup Urgel mempunyai alasan tersendiri.

Pada kenyataannya adoptionisme mempunyai latar belakang politis, yakni bagaimana menjelaskan keyakinan Kristen kepada penguasa pendudukan Spanyol, terutama mengenai paham Trinitas. Kota Toledo waktu itu diduduki oleh pasukan dan orang-orang muslim, yang berkeyakinan bahwa Allah tidak mungkin memiliki anak.

Hanya karena kedekatan dan keistimewaan Yesus yang memiliki relasi khusus dengan Allah dan melaksanakan tugas perutusan dengan optimal diatas kemampuan rata-rata manusia, maka Yesus diakui sebagai ‘anak’. Jadi keanakan Allah didalam Yesus itu adalah keanakan jadi-jadian dan rekayasa. Anak Allah tersebut merupakan gelar kehormatan.

Diharapkan oleh Elipandus dan Felix, penjelasan tersebut mempermudah orang Islam untuk memahami misteri Trinitas dalam Kristianitas, terutama kedudukan Yesus Kristus dalam kaitannya dengan Allah Bapa. Mungkin harapan itu sungguh memenuhi harapan tersebut, akan tetapi dalam kenyataanya selain mengerdilkan dan menyederhanakan misteri ilahi, juga menyangkal ajaran Gereja Katholik dan terutama Injil`

3.13. Monarkianisme

Monarkianisme berarti dari satu prinsip. Istilah ini berasal dari Tertulianus († 220) untuk menyebut keyakinan bida’ah yang begitu menekankan kesatuan Allah hingga menolak Putra Ilahi sebagai yang berpribadi sendiri, terpisah dari Allah Bapa.

Pengikut ajaran ini yakin bahwa Yesus adalah ilahi hanya dalam arti dynamis atau kekuatan Allah turun ke atas-Nya, bernaung didalam diri-Nya dan mengangkat-Nya. Monarkianisme Modalisis memandang Trinitas hanya sebagai tiga cara Allah mewujudkan diri dan bertindak demi Diri-Nya sendiri dan demi keselamatan bangsa manusia.

3.14. Three Chapter

Three Chapter sebenarnya merujuk kepada tiga orang pengarang yang dituduh mendukung dan membangkitkan kembali Nestorianisme yang telah diperangi dalam Konsili Efesus. Ketiga pengarang tersebut adalah Ibas Edessa, Theodorus Mopsuestia dan Theodoretus Cyrus. Ketiganya dikutuk sebagai bida’ah sesat saat mereka sudah meninggal. Kutukan itu dilakukan oleh Kaisar Yustianus I demi membela ketetapan Konsili Khalsedon yang menentang monofisitisme.

Didalam konsili Konstantinopel II (553), Paus Vigilius menandatangani kutukan terhadap pikiran-pikiran Theodorus sejauh cenderung kepada penafsiran nestorian dalam terang ajaran konsili tersebut

Kutukan terhadap Three Chapter tersebut mengakibatkan munculnya skisma yang serius di Barat, yang baru diatasi sekitar tahun 1689. Pencekalanyang tidak biasa ini dapat dipandang sebagai keseriusan Gereja dalam menangani ajaran nestorius. Dengan kata lain tidak ada satupun kebenaran iman Kristen yang diajarkan oleh Nestorius.

Harap diketahui bahwa FG McLeod dalam studinya yang dipublikasikan dibawah judul “Theodore of Mopsuestia Revisited” memperlihatkan bahwa ada kebenaran iman yang disingkapkan oleh karya dan pemikian Theodorus Mopsuestia. Jika demikian duduk perkaranya, maka bukan untuk pertama kalinya Gereja keliru dalam menafsirkan dan memahami ajaran seorang pemikir.

3.15. Jakobitisme

Jakobit merupakan bentuk monofisit syrian yang dengan tegas menolak dan menyangkal kebenaran ajaran-ajaran Konsili Khasedon (451) terutama yang berhubungan dengan pribadi Kristus.

Para penganut paham Jakobitisme mengambil dan berlindung di bawah nama Jakobus Baradaeus yang kemudian mengembangkannya menjadi Gereja nasional Syria. Kelompok ini tidak ada sangkut pautnya dengan serangkaian dekrit sinodal dari Konsili Nikea II tahun 787. Penganiayaan yang diprakarsai dan dimotori oleh kebijakan kekaisaran tidak berhasil sama sekali memadamkan karya-karya Jakobus Baradaeus. Itulah sebabnya kelompok ini dapat dikatakan gagal untuk dibawa kembali dalam pangkuan Gereja.

Di samping itu mereka juga didukung oleh antusiasme yang menyala-nyala dari para rahib. Meskipun diantara penganut Jakobit banyak yang kemudian memeluk agama Islam ( sesudah invasi Arab ke Syria tahun 640), akan tetapi Gereja Jakobit tetap menghasilkan sejumlah penulis yang tajam dan produktif termasuk diantaranya adalah Jakobus Edessa, Moses bar Kepha, dan Bar Hebraeus. Kemorosotan kelompok ini baru terjadi pada abad ke 13 dan 14 terutama sebagai dampak dari invasi orang-orang Mongol.

Tags: Bidat
Share: X (Twitter) Facebook LinkedIn Whatsapp Telegram

Artikel Lainnya